Minggu, 21 September 2014

Hello Sunset! Part 4



Keke melangkahkan kaki menuju sekolahnya, karena tadi baru saja dari toko fotokopi. Ia mendapat tugas dari Pak Deni untuk memfotokopi kumpulan soal yang memang disiapkan. Tapi mesin fotokopi di koperasi sekolah sedang rusak, dan Keke disuruh menuju toko yang tak jauh dari sekolahnya. Tadi Keke melangkah dari kamar mandi sendiri, dan tak sengaja bertemu Pak Deni. Pak Deni yang memang akan mengajar di kelas Keke, menyuruh Keke tanpa ditemani siapapun. Keke hanya bisa menurut, walau sebenarnya sedikit mengeluh karena biasanya ia pergi bersama Acha.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh orang-orang berlari. Keke sontak balik badan, dan terpana. Segerombolan besar siswa SMA Pangeran kembali datang menyerang. Beberapa membawa tongkat kayu, dan beberapa membawa plastik hitam yang sudah pasti isinya batu.

Oh no. Jangan lagi.

Keke segera bersembunyi di pohon peneduh jalan yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Bersamaan dengan itu dari dalam sekolahnya segerombol siswa mulai maju, menyadari kedatangan lawan satu jam sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Mungkin mereka memang sudah saling menentukan waktu.

Keke mengedarkan pandangan, mulai panik. Musuh sekolanya sudah mulai dekat, sementara para murid sekolahnya sudah menyebar ke barisan depan. Keke menerka-nerka. Kalau ia kabur sekarang dan berlari memasuki sekolah, kemungkinan ia akan selamat.

Kekepun tak mau kehilangan kesempatan itu. Ia keluar dari persembunyian. Namun sial beribu sial. Saat ia sudah mulai berlari, lengannya tiba-tiba dicekal seseorang. Dengan nafas tercekat Keke menoleh, dan membelalak melihat seorang siswa dengan seragam SMA Pangeran dan sebuah kayu di tangan kanannya tersenyum miring menakutkan.

"Elo cewek yang kemarin, kan? Yang diselamatin Rio sama Gabriel?" tanya siswa itu, membuat tubuh Keke kaku seketika.

BUK

Satu tinjuan itu, bersamaan dengan lengan Keke satu lagi yang ditarik segera, membuat Keke terkejut. Gabriel tiba-tiba sudah berdiri di depannya, melindungi gadis itu. Siswa Pangeran yang tadi terkena tinjuan Gabriel segera membalas. Tapi Gabriel segera menendang pemuda itu, membuat pemuda itu tersungkur. Gabriel lalu segera berbalik, menatap Keke yang gemetaran.

"Lo emang bandel ya! Ngapain lagi sih elo!?" marah Gabriel membuat Keke bergidik takut.

Keke melotot kala melihat seseorang dari pihak musuhnya berdiri tak jauh di belakang Gabriel, dengan mengacungkan tongkat kayu tinggi-tinggi.

"Kak, awas!" pekik Keke mendorong tubuh Gabriel menjauh sampai Gabriel terjatuh. Keke lalu menunduk, menghindari pukulan dari siswa itu yang melesat. Keke lalu dengan sekuat tenaga menendang perut pemuda itu, membuatnya terkaget dan melepaskan tongkatnya. Dengan segera Keke mengambil tongkat kayu itu, lalu tanpa segan memukulkan tongkat itu keras-keras ke arah pemuda tadi. Keke sudah tak peduli dan membuang jauh-jauh rasa teganya. Dengan membabi buta ia memukul musuh sekolahnya itu dengan kasar, membuat pemuda itu tersungkur dan merintih sakit.

Keke belum mau berhenti, sampai sebuah tangan menahan lengannya, lalu menarik tangan Keke turun kembali. Keke menoleh dan terdiam.

"Elo gila ya?! Ngapain elo ikut berantem?!" bentak Gabriel, lalu mengambil alih tongkat di tangan Keke.

Beberapa siswa dari musuhnya datang menghampiri Gabriel saat tahu pentolan sekolah lawannya sudah berada di area pertarungan. Gabriel segera berdiri di depan Keke, lalu seperti kerasukan, ia memukuli para lawannya itu dengan tongkat di tangannya dan juga beberapa tendangan. Keke sempat memekik berkali-kali dan sering menunduk takut, menghindari serangan yang bisa saja mengenainya. Sampai sebuah tangan tiba-tiba menarik Keke, membuat Keke berteriak histeris dan Gabriel segera menoleh.

"Dia sama gue!" teriak orang itu, Rio, lalu segera menarik tangan Keke berlari menjauh. Gabriel tak peduli lanjut, ia kembali melawani para musuhnya itu.

Rio terus berlari sambil menggandeng tangan Keke, dan juga berusaha melindungi Keke dari lemparan batuan yang datang dari segala arah itu. Keke seakan-akan terbang, karena kecepatan lari Rio yang sudah sangat cepat.

Saat melihat satu batu sedikit besar melayang menuju arahnya, Rio sontak memeluk Keke, membuat Keke memekik. Rio lalu melindungi gadis itu, membuat punggungnya terkena lemparan batu tersebut. Rio sempat merintih, tapi lalu tak terlalu memikirkan dan kembali menarik Keke karena gerbang sekolah sudah dekat. Keke menurut, walau ia menatap Rio cemas.

Mereka segera masuk ke dalam sekolah yang sudah ramai para siswa dari kelas sepuluh sampai dua belas, ikut membela sekolah mereka.

Rio membawa Keke masuk ke koridor sekolah. Ia lalu mulai memelankah langkahnya. Kekepun juga ikut memelankan langkah sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah. Tangan mereka masih saling menggenggam satu sama lain.

"Kak, kakak nggak papa?" tanya Keke cemas dan panik, memandang Rio yang nafasnya masih ngos-ngosan.

"Nggak papa kok," jawab Rio segera. Ia lalu membawa Keke ke kelasnya. "Elo, tetep di kelas lo. Jangan kemana-mana, gue bakal pergi lagi," pesan Rio menegaskan dalam-dalam ucapannya.

"Kakak mau kemana lagi?" tanya Keke cemas.

"Ya mau ngelawan merekalah! Lo pikir gue bakal diam aja sedangkan teman-teman gue lagi bertarung?" tanya Rio sarkatis, membuat Keke terdiam. Mereka sudah sampai di ambang kelas Keke.

Kelas yang semula ribut karena kecemasan tentang sekolah mereka, mendadak hening. Pak Deni yang harusnya mengajar tidak hadir di tempat. Mungkin juga memikirkan taruhan siswanya itu. Walaupun para guru tak pernah bisa bertindak lanjut.

Para mata langsung tersorot pada dua tokoh di pintu itu. Dan mereka membelalak kala melihat tangan Rio yang menggenggam jemari Keke.

"Ingat ya, elo jangan kemana-mana," pesan Rio membuat Keke menoleh.

Keke mengangguk, "hati-hati ya kak," ucapnya. Rio hanya tersenyum tipis, lalu beranjak dan berlari pergi menuju gerbang sekolah kembali.

Keke menghela nafas pelan. Melafalkan doa dalam hati semoga Gabriel dan Rio baik-baik saja.

"Ke!"

Keke menoleh, lalu dengan gusar melangkah mendekat. Para murid di dalam kelasnya mulai mendekati Keke.

"Kenapa Ke?" tanya Acha cemas.

Keke menghela nafas sambil duduk di kursinya. Ia hanya menjawab dengan ekspresi lelah dan masih sedikit shock.

"Ke! Gimana rasanya?" tanya Oik duduk di depan Keke.

Keke mengangkat alis tinggi, "maksudnya?"

"Gimana rasanya digandeng sama Rio? Kyaaa bahagia banget ya, Ke?" tanya Oik menggebu-gebu, membuat semua menganga.

"Oik! Keke tuh tadi lagi terancam! Kok malah nanya itu sih," protes Acha sebal. Oik hanya nyengir kuda. Acha kembali menoleh pada Keke. "Elo nggak kenapa-kenapa kan, Ke? Tadi kedapetan anak Pangeran?" tanyanya khawatir.

Keke menarik nafas, lalu mengangguk sambil menghembuskannya. Membuat semua membelalak dan mulai prihatin.

"Terus gimana?" tanya Patton penasaran.

"Tadi untung aja ada Kak Gabriel. Dan tadi, gue ditarik Kak Rio ngejauh dari sana," cerita Keke yang disambut mulut 'o' lebar dari teman-temannya.

"Wih... beruntung banget elo, Ke," ucap Oik dengan nada envy.

"Oik!!!" kini bukan hanya Acha. Nova, Nadya, dan beberapa teman lain juga ikut gemas melihat Oik yang masih saja memikirkan cowok-cowok ganteng itu.

Oik menyeringai, "ya kan hampir semua cewek tuh berangan untuk bisa deket sama FourG! Makanya.... em... Keke beruntung.... Hihihi."

Acha menggeram dan melemparkan tinju kecil ke arah Oik, lalu menoleh lagi ke arah Keke. Kini wajahnya serius. "Ke, elo harus hati-hati. Ini udah yang kedua kalinya. Mulai sekarang, jangan jauh-jauh dari sekolah ini ataupun FourG, kalau elo masih pakai seragam sekolah ini. Ngerti lo?"

Keke mengangkat alis, tapi lalu mengangguk menurut. Walau heran juga. Tumben sekali Acha cerdas. Biasanya gadis satu ini selalu bertingkah ceroboh dan telmi.

"Eh, oh ya Ke. Mana tugas dari Pak Deni? Tadi kita disuruh ngerjain itu, karena Pak Deni harus ke kantor," kata Lintar, selaku ketua kelas, mengingatkan.

Keke melebarkan mata, lalu menepuk keningnya sendiri. "Astaga! Kayaknya tadi jatuh atau ketinggalan gitu deh. Gue panik sih! Tadi gue juga mukul anak Pangeran."

"HA?!"

Keke menarik diri sejenak, mendengar pekikan dari teman-temannya itu.

"Apa Ke? Elo... mukul anak Pangeran?" tanya Nova tak percaya dengan mata melotot.

Keke meneguk ludah, "ya habis... tadi Kak Gabriel itu hampir dipukul dari belakang! Gue nggak bisa diam aja dong! Ya makanya... gue... eum... ya... gitu," jelas Keke terpotong-potong sambil memain-mainkan jari-jarinya.

"Gila lo, Ke! Elo cari mati apa ya?" tanya Nadya tak percaya. Keke menipiskan bibirnya dan menunduk.

"Ckckck. Demi Kak Gabriel, elo nekat ngelawan musuh?" tanya Lintar membuat Keke mendongak dan mendelik. Para murid juga mulai tersadar dengan ucapan itu, dan menatap Keke dengan mata melebar.

"Ih apa sih lo! Bukan itu juga maksudnya!" elak Keke, "sekarang gini deh. Kalau tadi Kak Gabriel kenapa-kenapa, nanti yang bakal ngelindungin gue siapa dong? Kak Rio kan datangnya tadi belakangan. Gue juga mikirin diri sendiri kali!"

Para murid manggut-manggut percaya. Sementara Keke mencuatkan bibirnya. Alasan itu sebenarnya baru beberapa detik lalu ia dapat. Karena ia juga baru sadar. Tadi, karena tak ingin Gabriel terkena pukulan, Keke nekat mendorong Gabriel dan menendang lawannya itu. Astaga bodohnya. Bagaimana kalau preman sekolah yang tadi Keke pukul itu membalas Keke dengan kejam? Bisa habis Keke!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar