Keke
memakan sarapannya dengan gelisah. Ia tak juga tenang di meja makan. Pikirannya
melayang-layang. Mengingat ucapan Rio kemarin. Rina menatap Keke heran. Keke
memang tinggal bersama keluarga dari adik Mamanya sejak menjadi murid SMA
Bintang. Karena lebih dekat dari sekolah. Sementara rumahnya dulu jauh dari
sekolahnya, membutuhkan waktu lama. Rina juga tak keberatan. Karena selama ini
ia sendiri di rumah. Suaminya bekerja di luar kota, sementara anak sulungnya
kuliah dan asrama. Jadi kehadiran Keke membuat rumah ini berisi kembali. Tak
sepi terus menerus.
Suara deru
motor dari depan rumah membuat Keke tersentak. Mendadak, tubuhnya membeku. Tapi
lalu ia merutuk dalam hati.
"Eum...
tante... Keke pergi dulu ya," pamit Keke mengambil ranselnya.
Rina yang
sekarang sedang sibuk dengan layar iPadnya, menoleh. Keke mencium tangannya,
lalu berbalik. Rina kembali memusatkan perhatian pada layar iPad, karena ada
sebuah pekerjaan yang harus ia kerjakan.
Keke
melangkah dengan jantung bergetar heboh menuju pintu rumah. Ia lalu membuka
pintu, dan keluar. Gadis itu terpana. Melihat kini ada empat buah sepeda motor
besar menunggu di depan pagar. Keke tak bisa menahan diri untuk tidak melongo.
Ia memang sering melihat empat pemuda itu memakai motor besar ke sekolah, tapi
tak pernah sekompak ini. Biasanya salah satu membawa motor, dan ada yang
membawa mobil atau menebeng dengan yang lain. Namun hari ini, keempatnya
membawa motor masing-masing.
Keke
meneguk ludah, lalu menutup pintu dan melangkah mendekat. Cakka menyambutnya
dengan cengiran lebar. Alvin juga melemparkan senyum selamat pagi. Rio hanya
acuh tak peduli di atas motornya. Sementara Gabriel menatap Keke tak sabar
karena langkah gadis itu lambat.
Keke
membuka pagar, dan keluar masih dengan perasaan tak menyangka.
"Nih,"
Cakka menyodorkan helm yang ia bawa.
Keke
tersenyum kaku, lalu menerimanya. Dan memakainya. Namun ia sedikit bingung
harus naik ke motor yang mana.
"Elo
sama gue. Cepet," perintah Gabriel membaca pikiran Keke.
Keke
tenganga sesaat. Tapi melihat mata tajam Gabriel, membuatnya menurut. Keke
duduk menyamping, membuat Gabriel mendecak.
"Elo
pikir gue tukang ojek? Duduk yang bener! Jangan nyamping!" perintah
Gabriel ketus, membuat Keke sedikit sebal.
Keke
mendesah pelan, lalu menurut kembali. Ia memang hanya bisa pasrah. Dikelilingi
empat preman sekolah, bisa apa dia? Melawan? Sama saja cari mati kalau begitu.
Setelah
melihat Keke sudah duduk manis, dengan jemarinya yang menggenggam erat pegangan
di belakang jok, Gabriel menipiskan bibir dan menyalakan mesin lagi. Ia lalu
memimpin tiga lainnya menarik gas pergi, membelah jalanan pagi Jakarta.
***
SMA Bintang
gempar. Jam tujuh tepat, sekolah sudah ramai. Jadi banyak saksi mata yang
melihat kejadian itu.
Motor hijau
Cakka dan motor hitam merah Alvin berada di depan. Di susul oleh motor hitam
Gabriel dan motor putih Rio. Keempatnya mengendarai empat motor besar walau ada
yang bermerek berbeda. Tapi tetap saja terlihat keren di mata para siswi. Namun
itu permandangan biasa. Yang membuat gempar tentu saja, motor hitam Gabriel.
Biasanya Gabriel selalu sendiri. Dan kini, seorang siswi berseragam SMA Bintang
sedang duduk di belakangnya dengan wajah sengaja ditutup kaca helm. Gadis itu
menyembunyikan wajah, karena sadar ia langsung jadi pusat perhatian begitu Gabriel
menghentikan motor.
Dengan
canggung Keke turun dari motor. Gabriel dan yang lain melepas helm mereka,
menaruh di atas motor. Lalu juga membuka jaket yang mereka pakai. Sementara
Keke masih diam di tempat, dengan helm yang enggan ia buka. Karena kalau sampai
wajahnya terlihat, semua orang pasti akan makin heboh.
"Elo
mau jadi power rangers pake' helm mulu?" tanya Alvin becanda.
Keke
tersenyum masam, tapi lalu dengan enggan melepas helmnya. Dan benar saja. Para
mata memandang membelalak, dan tak sedikit yang menganga. Kening mereka
berkerut, tak mengenali sosok Keke, walau beberapa sedikit tahu wajah Keke.
"Ayo,"
Gabriel memimpin di depan. Yang lain mengikuti. Keke masih ragu untuk
melangkah. Namun ia tersentak saat Rio menarik pergelangan tangannya, dan memaksanya
melangkah di samping Gabriel, di depan tiga orang lainnya.
Gabriel
seperti biasa, melangkah tenang dan santai. Alvin melemparkan senyuman pada
beberapa yang menyapanya. Rio selalu saja cuek tak peduli. Sementara Cakka
sibuk melambaikan tangan pada beberapa siswi yang menyapa pagi.
Keke
sedikit menunduk, menyadari kini ia menjadi sorot utama. Beberapa siswi awalnya
menyapa cowok-cowok ganteng itu, tapi setelah itu melemparkan tatapan iri ke
arah Keke. Keke berjalan kikuk setengah mati, meneguk ludah panik. Gabriel
membaca gerakkan itu. Ia mengangkat alis, dan mendekat ke Keke sambil memindai
para mata yang menatap gadis itu tajam. Tingkah Gabriel justru membuat para
siswa makin ingin gigit besi. Keke juga makin merutuk. Bukannya merasa aman, ia
justru merasa makin di ujung jurang! Oke, mungkin FourG melindunginya dari
sekolah lawan, tapi begini sama saja melemparkan Keke menjadi korban di sekolah
sendiri!
Kelas 10B
masih berjalan seperti biasa. Ada yang menyapu piket, ada yang mengerjakan
tugas, dan ada juga yang sibuk bergosip. Tapi kala Keke dan keempat pemegang
sekolah itu menampakkan diri, sontak semua terdiam. Beberapa bahkan menganga
parah. Oik merasakan hatinya langsung mencelos jatuh.
Hening.
"Pulang
nanti elo nggak usah kemana-mana, tunggu kita," perintah Gabriel dengan
nada otoritas.
"Tapi
kak..." protes Keke terhenti, kala mendapat tatapan tajam Gabriel.
"Elo
lagi dalam bahaya. Mau lo jadi sandera anak Pangeran?" tanya Gabriel
sinis.
Keke
mengerucutkan bibirnya kecil, tapi lalu hanya menunduk. 'Gue emang aman dari
cowok-cowok Pangeran, tapi sama aja jadi umpan cewek-cewek Bintang!' batinnya
menggerutu.
Gabriel
hanya mendesah, namun tak berkata apapun lagi dan melangkah pergi. Rio sempat
melemparkan tatapan lama pada Keke, tapi lalu mengikuti.
"Tunggu
kita ya," pesan Alvin sebelum mengekor.
"Bye
Ke!" pamit Cakka ceria, dan ikut menyusul.
Keke
menghembuskan nafas, lalu berbalik. Dan melebarkan mata kala melihat tatapan
tak percaya dari teman-temannya. Keke hanya melengos, lalu melangkah menuju
kursinya dan duduk di sana. Acha masih menatapnya dengan mulut terbuka lebar
dan mata membelalak.
Tapi detik
berikutnya, dipimpin teriakan Oik memanggil nama Keke, semua murid segera
mengerubungi meja Keke, membuat Keke terkejut dan menoleh kanan kiri
kebingungan karena teman-temannya langsung melemparkan beribu pertanyaan
tentang kejadian tadi.
"Aduuuhhh
diem dulu deh. Gimana gue mau jawab?" ucap Keke kesal dan bernada tinggi,
membuat suara-suara gaduh itu perlahan menghilang.
"Oke
deh oke. Kita diem. Cerita gih," kata Oik membenarkan posisi duduknya yang
berhimpit dengan Nadya di kursi Nadya.
Keke
menghela nafas panjang, "panjang ceritanya," ucapnya malas.
"Nggak
papa!" jawab para murid serempak. Kini bukan hanya para siswi, tapi
beberapa siswa juga ikut tertarik.
Keke
menggeram kecil dengan sebal, "Pokoknya intinya, mulai sekarang gue bakal
selalu bareng sama FourG!"
"HA?!"
Keke
sedikit mengkerut kala mendengar jeritan dari segala arah itu.
"Serius
lo? Kok bisa? Kenapa?" tanya yang lain bertubi-tubi.
Keke
melengos, "ada kemungkinan gue diincer anak Pangeran, dan karena nggak mau
hal itu terjadi, mereka mau jaga gue!" jelas Keke sedikit sebal.
Lagi-lagi
semua memekik tak percaya.
"Keren
banget..." desah Oik kagum, membuat Keke mendelik.
"Jadi...
maksudnya... FourG bakal ngelindungin elo?" tanya Lintar.
Keke
mendecak kecil dan memainkan bibirnya, tapi lalu mengangguk pelan. Membuat
semua mendesah tak percaya dan juga takjub.
"Gila
ih! Ini udah kayak di komik-komik Jepang aja sih!" komentar Acha geleng-geleng.
"Ke!"
Oik menepuk dan memegang pundak Keke, membuat Keke mengerutkan kening
menatapnya. Oik memandangnya serius, "menurut gue, mulai detik ini, elo...
bakal jadi princess sekolah!"
"Ha?"
kini giliran Keke yang memekik. Semua berkoar setuju dan mengiyakan.
"Bener
banget, Ke! Bayangin deh, elo bakal dijaga empat pentolannya SMA Bintang. Dan
salah satu dari mereka adalah bosgengnya nih sekolah! Pangeran sekolah pula!
Itu berarti... elo bakal jadi cewek yang punya kedudukan tinggi di sekolah ini!"
kata Nova panjang lebar dan menggebu-gebu.
"Wih
keren nih. Elo bakal dijaga pasukannya Gabriel! Beuuhh," kata Patton
terkagum.
"Kayak
ftv!"
"Bukan,
drama Korea!"
"So
sweetnya ngalahin komik Jepang!"
"Keren,
Ke!"
Keke
menganga, tapi lalu menghembuskan nafas panjang. Mereka pikir ini keren? Keren
apanya? Adanya Keke malah akan terus mendapat kesialan dan tekanan batin
bertubi-tubi!
***
Sambil
melahap mie ayamnya, Keke menceritakan tentang kronologi kejadian pada Acha,
sahabat terdekatnya. Acha yang sedang mengunyah mie, terdiam dan tertegun
mendengar cerita Keke. Mereka di pojokan kantin yang kini cukup sepi, jadi tak
ada yang mendengar. Keke menceritakan dari awal ia bertemu Gabriel-Rio,
digendong Rio, dan semuanya. Mata Acha melebar sepanjang Keke bercerita.
"Ya
ampun Ke... itu romantis banget!" komentar Acha kala cerita Keke selesai,
"Lebih menggetarkan daripada film-film!"
Keke
melengos, sepertinya salah ia bercerita pada Acha. Karena gadis ini sama saja
seperti yang lain.
"Tapi...
kasian elo juga sih. Bakal banyak tekanan nih," lanjut Acha mengelus
dagunya. Keke menghembuskan nafas lega karena akhirnya ada yang mengerti
keadaannya.
"Elo
juga sih Ke! Ngapain sih pergi jauh-jauh dari sekolah? Ke arah SMA Pangeran
lagi! Nyetop taksi di gerbang aja emang nggak bisa?" omel Acha membuat
Keke bersungut.
"Kemarin
tuh gue mau ke supermarket. Dan pas banget anak Pangeran datang!" sahut
Keke mencak-mencak.
Acha
mendecak, lalu memain-mainkan sendok dan garpunya di mangkuk. Ia berpikir
keras. "Emang sih, jalan satu-satunya ya elo harus dilindungin FourG kalau
nggak mau ada hal macem-macem. Tapi kalau gini caranya, elo malah jadi
tersudutkan kalau di sekolah!"
Keke
mengangguk cepat, menyetujui kalimat itu, "tadi pagi aja, cewek-cewek tuh
natap gue kayak mau ngebunuh gue! Dari kelas satu sampai kelas tiga,"
keluh Keke lalu bergidik. "Dan elo tahu nggak sih Cha, gue tuh udah kayak
pembantunya Kak Gabriel! Diperintah ini-itu mulu. Gue nurut aja, karena gue
juga takut kalau dia udah marah. Diakan serem."
Acha
terkikik geli melihat muka cemberut Keke saat menceritakan Gabriel. "Kalau
elo ngelawan, elo bakal mati Ke!"
Keke
mengerucutkan bibir, dan menghembuskan nafas panjang. Sementara Acha
menepuk-nepuk pundaknya, mencoba menyabarkan hati Keke.
Huaaahhh!!! Pingin jadi Keke!!!!! Lanjut-lanjut!!! Couple-couple diobral-diobral, kak...
BalasHapus