Part 1. Pangeran
itu punya nama Bintang?
Tahun 2012
Gadis
cantik berwajah tirus itu berdiri kala namanya dipanggil. Tepuk tangan riuh
dari segala penjuru aula mengantarnya menaiki panggung sekolah. Ia tersenyum
manis, dan kemudian duduk di belakang grand piano hitam yang berdiri anggun di
sudut panggung. Gadis itu menaruh jemarinya di atas tuts piano. Dengan
perlahan, musik merdu dan indahnya mulai terdengar. Kelincahan jemarinya menari
di atas tuts hitam putih itu mengantarkan para pendengar larut dan terpukau.
Musik pianonya yang sudah seperti pianis profesional benar-benar memukau.
Sampai para penonton tak menyadari, gadis itu sudah sampai di penghujung
aksinya.
Ia
tersenyum dan berdiri. Lalu membungkuk, yang segera mendapatkan tepukan ramai
memenuhi aula. Kedua orangtuanya yang duduk di barisan depan tersenyum bangga
menatap anak gadis mereka dapat memukau semua orang di aula ini.
"Yeee!
Alyssa," Si pembawa acara kembali naik ke atas panggung, mendatangi gadis
cantik itu. "Keren banget ya?" tanyanya pada penonton yang segera
disambut ramai.
"Dengan
permainan piano Alyssa tadi, saya juga akan mengumumkan. Bahwa mulai kenaikan
kelas ini, Alyssa adalah ketua ekskul musik di SMA Pelita."
Tepuk
tangan jadi makin ramai. Sorakan-sorakan para siswa yang juga ada di aula
sekolah mereka itu terdengar menyemangati Alyssa, nama gadis itu.
Pembawa
acara menjabat tangan Alyssa mengucapkan selamat. Setelah itu ia meminta Alyssa
mengucap beberapa kata untuk pensi sekolah kali ini, yang memang diperuntukkan
untuk mempromosikan masing-masing ekskul di SMA Pelita. Alyssa berkata singkat
saja, lalu mengingatkan adik kelas baru di kelas sepuluh boleh mendaftar
padanya jika tertarik dengan ekskul musik. Setelah itu gadis berwajah tirus
dengan behel tersebut tersenyum manis sekali lagi, dan menuruni panggung masih
diiringi tepukan para penonton.
^^^
Alyssa
Saufika Umari XI IA 1
........
Larissa
Safanah Arif XI IA 1
"Yeaayyy!!!"
teriak gadis berkulit putih melompat-lompat gembira sambil memeluk gadis
berwajah tirus di sampingnya.
"Fy!
Kita sekelas! Aaaa untunglah. Gue udah takut aja kita nggak bakal sekelas.
Nanti siapa yang bakal gue pinjam PRnya tanpa ngomel-ngomel lagi? Yang bakal
pasrah gue contekin pas ulangan tanpa nolak? Yang... hmpptt..."
Ocehan
gadis itu segera berhenti kala Ify, panggilan untuk Alyssa, membekap mulut sahabatnya
itu segera.
"Acha
please deh. Elo nggak bisa ya sehari aja gitu ngomong satu kalimat aja? Gue
capek dengernya woy!" omel Ify sambil melepaskan tangannya dari mulut
Larissa, atau biasa dipanggil Acha.
Acha manyun
sambil mengusap bibirnya. "Iya iya. Maaf. Ya udah yuk, kita ke kelas
sekarang," ajak Acha riang sambil menggandeng lengan Ify dan menariknya
pergi.
"Eh
eh... kita nggak liat nih siapa aja nama temen sekelas kita nanti?" tanya
Ify yang memang tadi hanya melihat namanya saja. Sementara Acha yang mencari
satu persatu namanya karena berada di absen bawah.
Acha
terdiam sejenak. Ia melirik ke arah Ify, lalu tersenyum. Senyuman yang agak
aneh terlihat di mata Ify. "Eng... kita ke kelas aja dulu deh. Yuk!"
Ify
mengerutkan kening. Hm... pasti ada sesuatu nih.
Sampai di
kelas XI IPA 1, kelas tersebut sudah ramai dan agak penuh. Acha segera menarik
Ify ke meja kosong, deretan kedua di samping jendela. Ify hanya pasrah saja.
Walau sebenarnya ia senang ada di samping jendela. Karena pasti ia akan bisa
melihat langit dari sana. Ah, langit. Temannya sedari dulu.
Acha
memulai cerita saat mereka sudah duduk. Gadis itu memang senang sekali
berceloteh ria. Sementara Ify, memang mendengarkan. Tapi kepalanya tertuju pada
sahabat dekat-namun-jauh si bumi. Langit. Kali ini sinar mentari pagi terlihat
cerah, membuat Ify tanpa sadar tersenyum. Ini yang dia suka dari langit. Langit
rumahnya matahari. Rumahnya para bintang.
"Ify!"
Ify sedikit
terkejut saat Acha tiba-tiba memukulnya. Ia menoleh, melihat wajah bertekuk
Acha.
"Ify
ih. Gue udah ngomong panjang lebar pasti nggak denger, kan? Lagi liatin langit
lagi? Idola lo yang nggak akan lo gapai itu?" sindir Acha mengerling ke
arah jendela.
"Yeee
salah. Gue liatin matahari tahu," sahut Ify memeletkan lidah.
"Lama-lama
mata lo bakal rusak ngeliatin matahari mulu. Mending liatin gue deh, lebih
kinclong dari matahari!" kata Acha mengibaskan rambut agak panjangnya. Ify
menyoraki sambil menoyor Acha, sementara Acha tertawa.
Tapi tanpa
sengaja, mata Ify berhenti pada pintu kelas. Sebenarnya tadi ia lihat sekilas
saja, tapi melihat siapa yang baru saja akan memasuki kelas, mata gadis itu
langsung berhenti seutuhnya.
Acha yang
melihat itu, mengerutkan kening dan ikut melihat ke arah fokus pandangan Ify.
Ia mengangkat alis, tak terlalu terkejut karena tadi melihat nama pemuda
jangkung itu di daftar absen kelas.
Ify
terpaku. Matanya melebar perlahan dengan nafas tercekat. Sementara pemuda yang
ditatapnya, dengan santai memilih kursi kosong. Berjarak satu barisan dari meja
Ify. Deretan kedua juga. Di samping Cakka, si ganteng idola sekolahnya. Ah
tapi. Serupawan apapun Cakka, sinar pemuda itu tetap tak terganti. Pemuda jangkung
itu. Pujaan hatinya sedari MOS dulu. Dan kini... sekelas dengannya?! Ya
Tuhan... ini mah anugerah banget. Anugerah terindah yang pernah Ify miliki.
Kayak lagunya Sheila On 7. Ify ngefans tuh dengan bandnya. Apalagi vokalisnya.
Ganteng. Eh tapi, tetep tak bisa gantikan ketampanan pemuda di samping Cakka
itu. Andai saja pemuda itu juga jadi vokalis band ya. Pasti fansnya membludak.
Dan Ify pasti akan sangat sangat sangaaaat mengidolakannya. Melebihi ia
mengidolakan Sheila On 7.
Eh... kok
pikiran Ify jadi ngelantur gini sih? Kenapa juga Sheila On 7 dibawa-bawa?
Tanpa
sadar, Ify geleng-geleng sendiri, membuat Acha mendelik ngeri ke arahnya.
"Fy!
Ify! Sadar woy!" kata Acha sambil mengguncang pelan bahu Ify.
Ify
mengerjap dan menoleh.
"Ya
ampun Fy... apa lo jadi stres karena terlalu bahagia sekelas sama..."
suara Acha memelan dratis, "Gabriel?"
Ify menelan
ludah, lalu nyengir. "Kok lo nggak ngomong sih?" bisiknya tercekat.
"Ya...
kalau gue ngomong. Nanti elo heboh. Dan gue berani taruhan deh. Pasti tadi lo bakal
mampir ke toilet dulu, ngaca sampai capek. Itukan makan waktu banget Fy.
Sementara gue nggak mau kehilangan meja dengan posisi terbaik," jelas Acha
panjang lebar.
"Posisi
terbaik?" tanya Ify mengerutkan kening.
"Iya.
Posisi terbaik itu adalah di tengah agak belakang. Yang bisa noleh kanan dan
kiri tanpa ketahuan," kata Acha tenang yang disambut tawa Ify, "tapi
liat deh. Mejanya udah diambil. Telat, kan? Gimana kalau nanti elo ke toilet?
Pasti kita dapat di pojokan depan atau pojokan belakang. Meja pojok deh
pokoknya. Di depan itu, depan guru. Sementara di belakang, temenannya sama
hantu doang. Nah, syukur-syukur nih kita dapat samping jendela. Lo juga bisa
pacaran sama langit dari sini. Ya, kan?"
Ify
tersenyum, dan mengangguk-angguk. Ia melihat ekspresi Acha, gadis itu seperti
tak merasa lelah walau telah berkata panjang lebar. Ify lalu menggerakkan
kepala sedikit, melihat ke arah Gabriel yang kini berbincang bersama Cakka.
Ah... tiap hari ia akan terus memandangi wajah tampan itu. TIAP HARI! Selama ini
Ify hanya bisa menatapnya saat ia bermain basket saja. Dan kini? Ify tak perlu
repot-repot meninggalkan makan siangnya di kantin demi melihat Gabriel. Cukup
melolongkan kepala sedikit, pemuda rupawan itu sudah terlihat. Hihihi.
Para siswa
yang dengan segera duduk di meja masing-masing membuat Ify dan Acha tersentak.
Ternyata wali kelas mereka sudah datang. Ify melebarkan mata, melihat wanita
muda dan masih terlihat cantik itu tersenyum ramah memasuki kelas. Ia memakai
kemeja putih polos dengan rok denim selutut. Tangannya membawa sebuah map merah
dengan tas jinjing putih. Wanita itu, pembinanya di ekskul musik.
"Pagi
semua," sapa wanita itu ramah yang disambut para muridnya. "Kalian
tahu nama saya, kan? Alya Maharani. Panggil aja Miss Alya. Saya adalah wali
kelas kalian, XI IPA 1."
Sontak,
para murid bersorak senang. Karena mereka tahu. Miss Alya masih muda, ia sangat
mengerti para anak muridnya. Jadi kalau dibujuk sedikit, guru ini pasti luluh.
Ah! Jadi kalau murid XI IA 1 mendapat masalah atau apapun, guru ini pasti akan
datang membantu sepenuhnya. Senangnya!
"Oke,
Miss absen satu-satu ya," kata Alya sambil membuka absen merahnya. Ia
menyebutkan nama murid satu persatu. Mereka mengacungkan tangan setiap namanya
dipanggil.
"Alyssa
Saufika," panggil Alya, lalu mendongak.
Ify
mengangkat tangan sambil tersenyum. Gabriel yang duduk sebaris dengannya,
menoleh. Alisnya terangkat baru melihat gadis itu ternyata sekelas dengannya.
"Kamu
anak kelas Miss? Wah... senangnya," kata Alya gembira karena Ify adalah
murid kesayangannya di ekskul musik. Apalagi kini gadis itu terpilih jadi ketus
ekskul. Ify balas tersenyum pada Alya.
Alya
melanjutkan mengabsen satu persatu. Ify diam-diam memutar mata, melirik ke arah
Gabriel. Kini pemuda itu menatap Alya, menunggu namanya disebut. Ify merasakan
nafasnya tertahan. Aduh pemuda ini. Tampannya kebangetan banget sih. Dia sedang
diam seperti ini saja rupawan. Auranya ituloh! Karismanya itu! Kinclong
banget!!!
"Gabriel
Bintang Damanik."
"Yes
Miss..."
Ify sontak
terkejut setengah mati. Ia membelalak, lalu melihat Gabriel yang kini
menurunkan tangan kembali. Ify terperangah. Ia merasa ada yang memukul dadanya
keras. Ia memang mengagumi Gabriel sedari dulu. Tapi yang ia tahu nama lengkap
Gabriel itu Gabriel Damanik. Ia tak pernah tahu. Bahwa... ada nama Bintang di
tengah nama pemuda itu.
Bintang...
Ify
mendadak merasakan dadanya sesak. Ia mengalihkan wajah, menatap langit cerah
dari jendela kelasnya.
"Fy..."
sebuah tepukan halus di pundaknya ditambah panggilan pelan dari Acha membuat
Ify tersentak dan menoleh. "Lo kenapa? Kok... mukanya serem..." tanya
Acha mengerutkan kening.
Ify
terdiam. Tapi tak lama ia segera memasang wajah biasa saja. "Ha? Serem apa?
Rese ah lo!" sahut Ify mencibir, "Gue... cuma kaget aja denger nama
lengkap Gabriel," kata Ify memelankan suara.
"Iya.
Gue juga baru tahu loh namanya dia itu ada nama Bintangnya. Yah, dia emang
bintang. Bintang di sekolah, dan... bintang di hati lo," ejek Acha
menunjuk dada Ify.
"Sssttt!!!"
kata Ify dengan pipi merona, takut ada yang mendengar karena kelas hening
mendengarkan suara Alya.
Acha
tertawa saja, lalu menoleh kembali ke arah Alya, menunggu namanya disebut.
******
Hehe. Ya
begitulah part1nya. Eum... agak bingung ya? Hehe. Ha? Kenapa? Ada yang nggak
muncul? Em... Rio? Atau siapa? Bintang?
Atau Aditya Junas?(???)
Udah bisa
ditebak, kan? Iya. Si Bintang yang di prolog itu Gabriel (aku males main
rahasia-rahasiaan atau kode-kodean, jadi kasih tau ajalah -_-)
Itu...
Alyanya nongol :3 wkwkwk. Udah bisa ditebak nggak? Hehehe.
Sebenarnya
Acha itu awalnya Sivia, tapi karena beberapa hal, aku ganti. Oh ya. Aku nulis
waktu Ify liat Gabriel sebenarnya sambil bayangin, bahwa... akulah Ify. Hahaha.
Sorry ya
Rio ga nongol. Masih di Manado nih, belum ada jadwal balik ke Jakarta. So,
tunggu aja sampai dia ke Jakarta ya :p (walau kabarnya dia udah mau datang)
Part depan
judulnya: Nostalgia. Hehe. InsyaAllah ga lama postnya.
Ayo promote
cerbung ini yaw ^^
salam kece!
@aleastri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar