Sabtu, 15 Desember 2012

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 14B

Alvin sedang berdiri di depan pintu belakang mal tersebut. Ya, belakang mal tersebut adalah tempat dimana Acha dan Ozy jadian dulu. Tempat ini sedang sepi. Hanya ada Alvin seorang diri dan beberapa orang yang baru keluar dari mal tersebut. Alvin berdiri sambil menunggu Acha dan Ozy yang masih di dalam. Entah mereka sedang apa.
Alvin mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah kalung. Entah mengapa hari ini Alvin ingin sekali membawanya. Kalung bermatakan gembok kecil dengan tulisan 'AR' pemberian Bunda dulu. Alvin menatap kalung kenangan itu. Mengingatkannya pada kehidupan dulu. Pada Bunda, Io, dan juga... Raissa.
Raissa adalah Acha. Acha adalah Raissa.
Kalimat itu terus menggema di benak Alvin. Alvin mencoba mengenyahkannya. Tapi tak bisa. Kalimat itu terus mengeras, makin nyaring dalam telinga Alvin. Walaupun ia masih tak mengerti. Kenapa semua jadi seperti kisah dalam novel saja?
Tanpa sengaja, seseorang menabrak Alvin dari belakang. Membuat Alvin yang masih melamun tersentak dan melepaskan kalung yang ada di tangannya sampai terjatuh.
"Eh, maaf," kata orang itu sambil menoleh.
Alvin diam sejenak, lalu menipiskan bibir, "kalau jalan liat-liat," ucapnya datar.
"Maaf, nggak sengaja," kata orang itu meminta maaf sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada.
"Hm. Nggak papa kok," sahut Alvin. Orang yang menabraknya itu meminta maaf sekali lagi, lalu berjalan pergi.
Alvin mendecak pelan, dan menyadari kalungnya terjatuh. Ia lalu berbalik ingin mengambil kalungnya. Namun dirinya terkejut.
Acha sudah berdiri di belakangnya, dengan tangan menggenggam kalung itu. Acha menutup mulutnya dengan salah satu tangannya yang tak menggenggam kalung itu. Perlahan, air matanya mulai mengalir, menatap tak percaya kalung bergembok itu.
"Acha," kata Alvin kaget melihat Acha yang sudah menangis.
Acha perlahan mendongak, menatap Alvin dengan mata nanar. "Jadi... benar? Jadi feeling aku emang benar. Padahal... kamu juga ngerasa hal yang sama, kan? Tapi kenapa cuma diam?" tanya Acha bergetar.
Alvin terdiam dan tertegun.
"Kita udah nunggu kamu lama... Dan saat kembali, kenapa kamu nggak ngabarin kita? Kita kangen sama kamu," lanjut Acha terisak. Hidungnya memerah dengan beningan hangat terus meluncur dari matanya. "Kenapa kamu belaga nggak kenal sama aku? Kenapa?!" tanya Acha bergetar bercampur emosi.
Alvin terperangah. Ia ingin mengucapkan sesuatu, tapi entah mengapa tenggorokkannya tercekat. Semua sudah jelas. Mereka telah dipertemukan. Penantian duabelas tahun itu terjawab. Firasatnya benar.
Jantung Alvin seakan berhenti berdetak. Masih sedikit tak percaya bahwa memang itulah kenyataan. Tapi kalimat yang di ucap Acha dengan getaran dahsyat dan ribuan emosi, membuatnya makin tercekat.
"Raissa kangen sama Koko Apin..."
Alvin makin tak mampu bersua. Matanya mulai ikut menghangat.
"Raissa kangen..." Acha kembali menutup mulut dengan telapak tangan, kini dengan bahu yang bergetar heboh seiring isaknya.
Alvin terpaku. Tapi tak lama ia maju, menarik lembut Acha dalam dekapannya. "Koko juga kangen..." bisiknya tercekat, sambil mengeratkan pelukannya. Acha membalas pelukan Alvin, sambil terus menangis dalam dekapan Alvin.
"He!" panggil seseorang sambil menepuk punggung Alvin.
Alvin melepaskan pelukannya, dan menoleh.
BUK
Tinjuan Ozy sukses membuat Alvin langsung tersungkur ke bawah. Acha terkejut dan melotot kaget.
"Ozy!" ucap Acha tertahan tak percaya.
"Gue udah percaya sama lo Vin! Tapi lo malah nusuk gue dari belakang!" marah Ozy meradang, "maksud lo apa sih meluk-meluk Acha?!"
Alvin menghela nafas pelan, sambil mengusap bibirnya yang mulai memar. Tapi ia tak menyahut dan diam saja.
"Zy, kamu tuh salah paham," kata Acha masih sesenggukkan, mencoba menjelaskan.
Ozy menoleh ke arah Acha, dan tersentak. Baru menyadari wajah kuyuh dan basah Acha, menandakan ia menangis. Ozy kembali menoleh dan menatap tajam Alvin, "elo apain Acha sampai Acha nangis kayak gini!?" bentak Ozy makin emosi.
Acha mendecak sebal pada tingkah Ozy. Ia menoleh pada Alvin yang masih terduduk diam. Acha melangkah mendekat, dan membantu Alvin berdiri, membuat Ozy terkejut.
"Acha! Kok kamu..." geram Ozy menggantung. Kesal bercampur heran tak mengerti.
Acha menghela nafas dan sedikit merenggut, "makanya, dengerin dulu! Nggak usah asal mukul dong!" omel Acha gantian marah, membuat Ozy mengerutkan kening tak mengerti.
Alvin malah tersenyum sambil merangkul pundak Acha, membuat Ozy ingin menonjoknya lagi lebih keras.
"Zy, ini toh sikap lo sama calon kakak ipar?" tanya Alvin santai saat Ozy ingin membentaknya.
Ozy terdiam. Raut wajahnya berubah seketika. Sementara Acha menyenggol pinggang Alvin sambil menunduk malu. Alvin malah tertawa kecil.
"Ca...lon kakak ipar?" tanya Ozy terbata tak mengerti.
Alvin mengangguk tenang. "Kalau tadi elo kenalin Acha sebagai cewek elo, kenalin, ini Acha. Adek gue."
Ozy melotot kaget dengan mulut menganga. Ia lalu menoleh ke arah Acha meminta penjelasan. Tanpa dimintapun, Acha sudah menjelaskan semua dengan singkat. Membuat mulut Ozy makin lama makin terbuka tak percaya.
"Jadi ya gitu. Ngerti, kan?" kata Acha menutup ceritanya.
Ozy masih menganga parah dan tak menjawab. Masih mencoba menyusun logika atas kejadian ini semua.
"Sa, duduk yuk. Capek nih berdiri mulu," ajak Alvin mengeluh, lalu menarik Acha ke bangku yang berada di dekat mereka. Acha tersenyum menurut, meninggalkan Ozy yang masih bengong.
Setelah sadar, Ozy segera menyusul Acha dan Alvin, lalu ingin duduk di samping Acha.
"Ngapain lo?" tanya Alvin ketus sebelum Ozy benar-benar duduk.
"Mau duduk," jawab Ozy seadanya.
"Nggak boleh di situ! Sini, samping gue!" perintah Alvin.
"Yah Vin... diakan cewek gue. Masa nggak boleh?" tanya Ozy memelas.
"Nggak! Sebagai balasan atas tonjokan lo tadi," jawab Alvin kesal.
Ozy menipiskan bibir, lalu mendengus dan melangkah ke samping Alvin, "kalau bukan dianggap kakak sama Acha, nggak bakal gue nurut," gumam Ozy pelan.
"Apa?!" tanya Alvin galak, mendengar suara Ozy. Ozy sempat tersentak. Tapi lalu nyengir dan duduk di samping Alvin. Acha tertawa kecil.
"Awas aja lo Zy, kalau sampai gue tahu elo buat Raissa nangis," ancam Alvin.
"Raissa?" tanya Ozy mengernyitkan kening.
"Nama kecilku," jawab Acha, membuat Ozy manggut-manggut.
"Iye ye Vin. Kan gue udah janji," jawab Ozy menoleh pada Alvin lagi.
"Ko, panggil Acha aja deh. Udah kebiasaan dipanggil Acha semenjak SD," kata Acha pada Alvin.
"Ko? Apalagi itu?" tanya Ozy heran.
"Koko Apin! Nama kecilnya koko," jelas Acha lagi, Ozy kembali manggut-manggut.
"Kamu juga panggilnya Koko Alvin aja ya," pinta Alvin. Acha mengangguk dan tersenyum. "Oh ya. Gimana kabar Bunda sama Ayah?"
"Ha? Bunda Ayah?" tanya Ozy lagi.
"Elo bisa diam dulu nggak sih Zy! Bunda ayah itu panggilan orangtua Acha," jawab Alvin sebal.
"Oh... elo juga manggil gitu?"
Alvin hanya mengangguk sambil menoleh kembali pada Acha.
"Baik aja ko. Mereka lagi ada di Manado. Ada kerjaan di sana," jawab Acha.
"Kalau... Io?" tanya Alvin perlahan, sambil segera membungkam mulut Ozy yang mau bertanya lagi.
Acha diam sejenak, lalu tersenyum tipis, "berubah..."
Alvin mengangkat alis, dan terdiam.
"Ya... koko liat sendiri, kan? Kalian sudah ketemu, kan?"
Alvin menghela nafas sambil memandang ke depan, lalu mengangguk pelan.
"Oh ya. Waktu smanra sama smanhar berantem, koko nggak dipukul Kak Rio, kan?" tanya Acha mengingat kala selesai tanding itu smanra memang taruhan dengan smanhar di luar stadion.
Alvin tersenyum tipis, "hampir aja Cha. Tapi kayaknya waktu itu Io sadar kalau koko itu Apin. Dia hampir mukul koko, tapi dia langsung hentikan pertarungan."
Ozy mengangkat alis mendengar itu. Teringat lagi pada perkelahian mereka dengan smanhar. Pantas saja, saat itu Rio langsung berteriak berhenti, dan ada Alvin di depannya. Ternyata Rio sudah menyadari.
"Kak Rio pasti udah tahu kalau itu koko. Tapi Kak Rio nggak mau ngenalin koko," ucap Acha lirih, Alvin mendesah pelan. "Kak Rio itu memang selalu mentingin ego. Kak Rio nggak mau damai sama smanra hanya karena nggak mau kalah dari Gabriel, musuh Kak Rio dari dulu. Ya karena itu, Kak Rio nggak bisa lepas kangen sama koko ataupun ngobrol sama koko. Karena kalau Gabriel ataupun smanra tahu, Kak Rio pasti dianggap kalah."
Alvin menggigit bibir, dan lalu menghela nafas berat. "Apa sebegitu pentingnya ego dibanding sahabatnya sendiri?" tanya Alvin lirih.
Acha terdiam. Menatap Alvin yang memandang jauh ke depan dan menerawang. Sebenarnya ia juga lelah. Karena kakak kandungnya itu selalu saja tak pernah mau kalah. Selalu saja tak mau terlihat lemah di depan orang lain. Permusuhannya dengan Gabriel saja berlangsung sudah lebih dari tiga tahun. Mereka tak pernah berdamai sampai SMA seperti ini. Dan kebetulan sekali, Rio menjadi pentolan di sekolahnya, dan Gabrielpun juga menjadi orang yang disegani di sekolah. Mereka sama-sama ketua preman. Andai saja Rio mau berdamai, pasti kini mereka akan berkumpul lagi. Alvin, Rio, dan Acha.
Acha menghela nafas, lalu menyenderkan kepalanya di bahu Alvin. Alvin tersenyum tipis, lalu merangkul Acha lembut dan mengusap-usap pundak Acha, walau sebenarnya ia juga perlu usapan pundak seseorang. Karena mereka mengalami perasaan yang sama.
"EHEM!" Ozy membersihkan tenggorokkannya dan berbatuk keras, agar dua orang itu sadar bahwa daritadi di samping mereka masih ada seorang manusia bernama Ozy! Dan tolong ya diingat, Ozy itu berstatus sebagai PACAR ACHA.
Alvin dan Acha mengangkat alis, dan melirik.
"Batuk? Beli obat sono," kata Alvin tak peduli. Sementara Acha tertawa kecil dan menegakkan tubuhnya kembali.
Ozy merenggut, "Vin! Cowoknya itu gue! Kok jadi elo yang mesra-mesraan gitu sih!" keluh Ozy memerotes. Alvin dan Acha tertawa.
"Masih mending gue, ngerestuin elo. Daripada Rio? Udah kena tonjok, nggak bakal dapat ijin ketemu Acha juga!" ucap Alvin membuat Ozy terdiam.
Ozy lalu menyeringai lebar, "iya ding. Ampun koko..."
Acha tertawa kecil.
"Eh, tapi elo bener nggak ngasih tahu siapapun, kan?" tanya Ozy memastikan.
"Gue juga sama kayak elo. Harus sembunyi-sembunyi kalau mau ketemu Acha. Dan sekarang, gue belum bisa kasih tahu Rio ataupun Gabriel. Berarti kita berdua senasib. Ngapain gue kasih tahu yang lain?"
Ozy nyengir, "asik deh. Jadi kalau dijulukin penghianat, ada temennya!"
Alvin menoyor kepala Ozy geram. Ozy tertawa.
^^^
Alvin, Acha, serta Ozy melangkah masuk ke dalam rumah putih bertingkat dua itu. Alvin menyuruh keduanya duduk dan menunggu di ruang tamu, dan lalu ia melangkah masuk ke dalam.
Ozy dan Acha duduk menunggu di sofa ruang tamu Alvin. Mereka mengedarkan pandangan, memandangi ruang tamu luas Alvin itu. Tak lama, seorang perempuan melangkah keluar dengan membawa sebuah baki yang berisikan dua gelas es sirup, membuat Ozy dan Acha menoleh.
Mata Ozy membelalak, melihat Sivia sedang melemparkan senyum ramah dan menaruh dua gelas itu di atas meja.
"Hei, aku Sivia. Sepupu Alvin," kata Sivia ramah sambil menjulurkan tangan ke depan Acha, "Raissa, kan?"
Acha mengangkat alis sejenak, tapi lalu tersenyum dan membalas uluran tangan Sivia. "Panggil Acha aja," ucap Acha sambil melepaskan jabatannya, "kok tahu namaku Raissa?"
Sivia tersenyum kembali, "Alvin udah sering cerita kok. Dan tadi dia bilang, Raissa ada di depan, dan aku disuruh buatin minum," jelas Sivia, "oh ya. Gimana kamu udah tahu kalau Alvin itu Apin?" tanya Sivia tertarik sambil duduk di sofa membentuk sudut dengan Acha dan Ozy.
"Aku nggak sengaja liat kalungnya Koko Alvin. Kalung yang sepasang sama Kak Rio dan dikasih Bunda," jelas Acha membuat Sivia manggut-manggut.
Sivia lalu tanpa sengaja menoleh pada Ozy yang nampak menyembunyikan wajah. Sivia mengerutkan kening, dan mencoba melihat wajah Ozy.
"Ini temennya Koko Alvin yang juga tahu tentang masalah ini. Namanya Ozy," kata Acha memperkenalkan Ozy.
Ozy diam-diam merutuk, kenapa Acha harus memperkenalkannya? Ozy meneguk ludah, lalu perlahan melihatkan wajahnya pada Sivia sambil mencoba tersenyum.
Sivia diam sejenak, dan lalu tak lama melotot. "Kamu!?"
Acha dan Ozy tersentak. Acha mengerutkan kening tak mengerti sambil menoleh pada Ozy. Sementara Ozy nyengir gugup.
"Kamu yang temennya si cowok kurang ajar itu, kan? Kamu adakan waktu itu?" tanya Sivia mulai tersulut lagi emosinya karena teringat akan kejadian saat Gabriel ingin menciumnya kala itu.
Ozy meringis, "iya. Tapi... kan bukan gue yang waktu itu bermasalah sama elo. Elo jangan marah sama gue juga dong," kata Ozy dengan wajah memelas, karena seram sekali kalau teringat saat Sivia mengamuk marah.
Sivia masih memasang wajah marah, tapi lalu tak lama menghembuskan nafas. "Oh. Jadi kamu yang namanya Ozy?"
Ozy mengangguk.
"Oh," kata Sivia mengerti sambil melirik Acha. Alvin memang juga menceritakan bahwa Ozy menyukai orang yang ia anggap Raissa. Mungkin kini kedua orang itu sudah menjalin kasih.
"Kamu nggak sama kan kayak cowok kurang ajar itu?" tanya Sivia memastikan dengan wajah galak, membuat Ozy sedikit ciut.
Sementara Acha mengerutkan kening lagi. 'Cowok kurang ajar' siapa sih?  
"Ya nggaklah. Walau dia ketua gue, tapi gue nggak sama kok sama dia," ucap Ozy menenangkan.
"Ha? Ketua? Cowok begitu jadi ketua?" tanya Sivia sinis, "nggak salah?"
Ozy nyengir, lalu menggeleng. Sementara Acha menyikut pelan Ozy, meminta penjelasan. Tapi belum juga Ozy menjawab, Alvin sudah menunjukkan diri. Tak sendiri, ada Pak Anton di sampingya. Melihat itu, Acha segera berdiri menyambut.
"Raissa?" tanya Pak Anton dengan wajah berbinar.
Wajah Acha merekah. Ia lalu mendekat, dan memeluk hangat Pak Anton. "Apa kabar Om?" tanya Acha sambil melepaskan pelukannya.
"Baik," jawab Pak Anton senang, lalu mengelus rambut gelombang Acha, "kamu udah dewasa ya. Cantik banget."
"Iya dong. Cowoknya aja ganteng," ceplos Ozy. Mungkin karena sudah bawaan narsis, jadi kalimat itu spontan keluar, membuat semua tersentak.
Sivia dan Alvin membelalakkan mata, dan mendelik ke arah Ozy yang kini jadi nyengir. Pak Anton mengangkat alis melihat Ozy, dan melirik Acha. Acha menunduk malu.
"Oh... ini pacarnya Raissa? Temennya Alvin, kan?" tanya Pak Anton yang memang pernah melihat Ozy bersama Alvin.
Ozy tersenyum, lalu mengangguk. "Iya Om. Nama saya Ozy."
Pak Anton memerhatikan Ozy dari atas ke bawah. Senyum Ozy yang bersahabat itu membuatnya terlihat sebagai laki-laki yang baik. Pak Anton tersenyum sekilas, lalu menoleh lagi pada Raissa.
"Om mau tanya-tanya sama kamu. Yuk ke dalam," kata Pak Anton senang sambil menuntun Acha lebih masuk ke dalam rumah.
Saat Pak Anton dan Acha sudah tak ada, Ozy mendecak pelan.
"Vin! Kok gue nggak di ajak sih?" protes Ozy sebal.
Alvin menoleh, "bokap gue kan juga kangen sama Acha. Salah kalau dia mau bareng Acha?"
Ozy terdiam, lalu mengerucutkan bibir dan duduk kembali. Ia meminum es sirup yang tadi dibawa Sivia, sementara Alvin duduk di tempat Acha tadi.
"Kalian bakal rahasiain ini?" tanya Sivia tiba-tiba, membuat Alvin dan Ozy menoleh. "Sampai kapan?"
Alvin dan Ozy terdiam. Lalu mereka saling pandang. Mengerti maksud pertanyaan itu.
Ozy mendecak samar, dan menghela nafas, "jujur. Sebenarnya gue nggak suka pacaran gaya begini. Gue mau juga ngenalin ke Ray, Cakka, Gabriel, dan semua. Kalau gue udah punya pacar!"
Alvin mendelik, "elo mau mamerin Acha gitu? Elo pikir Acha apaan?"
"Bukan gitu Vin," ucap Ozy segera, "Acha itu cewek pertama yang buat gue bertekuk lutut. Gue cuma mau ngenalin dia ke sahabat-sahabat gue. Kalau... ini nih, cewek spesial pemilik hati gue! Mereka sahabat gue Vin, udah gue anggap sodara. Gue mau Acha juga kenal saudara-saudara gue."
Sivia dan Alvin mengangkat alis, tertegun. Alvin sedikit tak percaya. Tapi ia makin yakin, bahwa Ozy bisa menjaga Acha.
"Gue juga mau ketemu Rio. Ketemu keluarga Acha. Gue mau nunjukin kalau gue bakal jaga Acha sepenuh hati. Gue mau buktiin, kalau gue serius sama Acha," lanjut Ozy bersungguh-sungguh.
Sivia tersenyum kecil, "So sweet banget sih."
Ozy mengangkat alis dan menoleh, "oh iya dong," raut wajahnya langsung berubah sambil mengelus rambutnya dan tersenyum lebar, membuat Sivia langsung menyesal mengucap kalimat itu.
"Tapi Zy, kalau ada yang tahu tentang ini, semua bakal berantakan. Posisi elo sebagai anggota gengstar sekolah, dan Acha sebagai adek dari musuh elo, bener-bener nggak ngedukung," kata Alvin yang dibantu anggukan Sivia. "Kalau Rio atau anak smanra tahu ini, mereka pasti bakal marah dan nentang abis-abisan hubungan elo. Dan mereka pasti nggak bakal biarin elo bisa ketemu Acha. Terutama Rio," lanjut Alvin membuat garis wajah Ozy mengendor.
Sivia mendesah pelan, "kalian sabar aja dulu. Aku yakin kok, pasti ada cara buat nyelesein semua," kata Sivia menenangkan. "Menurut aku, sekarang jangan kasih tahu siapapun dulu. Kalau kalian masih mau ketemu Acha."
Alvin dan Ozy terdiam. Mereka lalu menghela nafas panjang dan tak berkomentar. Sivia menatap keduanya, dan mulai memikirkan cara apa yang bisa membuat masalah ini usai. Sebenarnya kedatangan Sivia ke Jakarta ya ini. Ia ingin membantu Alvin bertemu dengan Io. Sivia sudah tahu dari awal Alvin cerita tentang Rio, si kapten basket smanhar itu. Sivia sudah tahu bahwa memang Rio adalah orang yang selama ini Alvin cari. Tapi karena mendengar keadaan yang sama sekali jauh dari harapan, Sivia ingin membantu Alvin. Bagaimanapun juga, Alvin adalah sepupu terdekatnya yang sudah ia anggap kakak sendiri. Melihat Alvin sedih, tentu membuat hatinya ikut miris.
"Em... kita ngerahasiain ini dari semua murid smanra?" tiba-tiba Alvin besua lagi, membuat Ozy dan Sivia menoleh.
Ozy mendesah, dan mengangguk pelan. "Mau nggak mau Vin."
Alvin diam sejenak, dan berujar pelan. "Tapi... kayaknya bakal ada satu orang lagi yang tahu."
"Siapa?" tanya Sivia dan Ozy hampir berbarengan.
Alvin tersenyum samar, "nanti kalian juga bakal tahu," jawabnya misterius.

xxxxx

Panjang nggak sih? Part ini banyak aku tambahin dialog loh. Maaf ye kalau kepanjangan dan jadinya malah ngebosenin ._.
Kalau boleh jujur, sebenarnya.... saya mau punya pacar kayak Ozy :3 gentle dan tulus banget >.<
Alvin sok misterius banget nggak mau nyebut nama orang yang bakal dia kasih tahu.  Alah. Padahal semua juga tahu kan nanti Alvin mau cerita ke siapa? Yap! Ke penulis yang kece ini B-) *plak
Part depan? Salah satu part kesukaan saya :D Semoga masih nunggu ya. Komennya juga di tungguin terus loh sama saya ;)
makasih udah baca :)
twitter.com/aleastri | facebook.com/mrz.mikas



3 komentar: