Part 7c. Kembali Pulang
"Miss
Alya sudah pulang. Dan menitipkan dua anak murid yang dia hukum ke saya. Karena
saya masih ada urusan," kata Bu Ira memulai, "tapi ternyata saat
mengecek, justru ada pertunjukkan ya?" tanyanya sarkatis.
Rio, Ify,
Ozy, serta Acha berdiri berderet sambil menunduk. Mereka segera dibawa ke
kantor kepsek.
"Mario,"
Bu Ira menoleh pada Rio, membuat Rio mendongak. "Kamu baru berapa hari di
sini? Rekor sekali atas masalah yang kamu buat."
Rio meneguk
ludah susah payah.
"Alyssa,"
kini Bu Ira menyebutkan nama Ify membuat Ify mendongak. "Murid kebanggan
sekolah, langsung jadi liar karena tak bisa mengendalikan emosi? Masih pantas
untuk dibanggakan?"
Ify
menggigit bibir dan memain-mainkan jemarinya dengan gelisah.
Bu Ira
mendesah, lalu membuang pandangan pada dua murid lagi. "Dan kalian.
Ngapain jadi ikut-ikutan?"
Ozy
berdehem, berusaha menjawab. "Maaf bu. Tapi saya sama Acha berusaha
ngelerai."
Acha segera
mengangguk, "kita nggak ikutan berantem kok bu."
"Tapi
tetap saja kalian terlibat," kata Bu Ira sinis. "Lagipula saya butuh
kalian untuk menghukum dua pendekar kita ini."
Entah
kenapa, ketika Bu Ira menyebutkan 'pendekar', rasanya Acha ingin tertawa.
Mengingat bagaimana Ify dan Rio tadi bertarung dengan sapu. Tapi Acha
merapatkan bibirnya, berusaha tidak meledakkan tawanya saat ini juga.
Bu Ira
menghukum keduanya. Ify menyapu di ruang olahraga, sementara Rio di botanical
garden. Jaraknya berada di ujung-ujung sekolah. Acha bersama Rio, sementara Ozy
bersama Ify. Tugas mereka mengawasi saja. Keempatnya keluar dari ruang kepala
sekolah, menuruni tangga dan sampai di persimpangan koridor. Tanpa berkata Ify
berbelok ke kanan, sementara Rio ke kiri. Mereka terpisah.
^^^
"Temen
lo bener-bener deh. Dikasih makan apa sih sama emaknya?" omel Rio sambil
menyapukan rumput-rumput di botanical garden.
Acha yang
sedang duduk di bangku taman tertawa kecil. "Dia emang gitu. Nggak suka
kalau ada yang ganggu. Dan kalau sekali marah, beeuuhh ngamuk kayak barongan.
Lo tahu barongan, kan?"
"Hm.
Yang mirip reog itu?" tanya Rio. Acha mengangguk. Rio terkekeh geli, lalu
kembali menyapu.
Acha
bersandar di senderan kursi, lalu menatap ke arah langit terik siang itu. Ia
diam sejenak, sebelum akhirnya mendesah panjang. "Gue heran deh.
Sebenarnya apa sih yang indah dari langit?"
Rio menoleh
dan mengerutkan kening, "Kenapa?"
Acha
menoleh sekilas ke arah Rio. "Langit. Apanya yang indah? Awannya? Warna
birunya? Pelangi? Atau apa?"
Rio
terdiam. Tapi lalu tersenyum tipis sambil ikut memandang ke arah langit.
"Langit itu indah tahu," ucap Rio membuat Acha menoleh. "Langit
itu rumahnya para bintang."
Acha
tersentak, dan tertegun.
"Di
saat kita sendiri, tak ada temen, kita liat aja langit. Karena langit selalu
punya sinar bintang. Bukan hanya bintang malam-"
"Tapi
juga matahari," potong Acha membuat Rio terkejut dan menoleh. "Langit
selalu punya hal indah yang nenangin jiwa. Dia juga bisa jadi teman. Kalau
malam ada bintang, kalau pagi ada matahari. Langit itu rumah. Langit itu
indah."
Rio
tercengang. Membatu di tempat menatap Acha yang kini tersenyum. "Kok...
kok elo..." kalimat Rio terputus-putus dengan nafas tertahan.
"Sama
ya? Persis?" tanya Acha juga sedikit tak percaya, "kok bisa gitu? Apa
kalian baca kutipan buku yang sama?" tebak Acha asal.
Tapi itu
sama sekali tak mengubah raut wajah Rio yang sudah menegang, "elo... elo
dapat kalimat itu dari siapa?"
Acha
terdiam. Tak menyangka mendapat ekspresi kaku Rio seperti itu. Ya. Acha tak
tahu. Kalimat yang ia ucap itu adalah puisi yang pernah Rio buat saat kelas SD
dulu. Puisi abal yang justru menjadi pemenang di sekolahnya. Puisi yang khusus
ia berikan untuk sahabat kecilnya.
"Elo
tahu darimana Cha?" desak Rio tak sabar karena belum mendapat jawaban.
"Em...
Ify."
Mata Rio
melebar. Jantungnya berhenti berdetak sejenak, dengan nafas tercekat.
"Ify? Ify siapa?" suara itu selirih badai, membuat Acha merasakan
tiba-tiba ada banyak emosi yang keluar begitu saja.
"Ify...
ya... Ify," jawab Acha jadi bingung sendiri.
"Ify
siapa Acha???" tanya Rio makin mendesak.
"Loh?
Diakan musuh lo dari hari Sabtu kemarin. Tadi juga baru ketemu, kan?" ucap
Acha membuat Rio terdiam. Tapi Acha segera tersadar dan menepuk keningnya
sendiri, "oh ya gue lupa. Ify itu panggilan buat Alyssa. Cuma orang
terdekatnya yang manggil dia begitu."
TUK
Acha
terkejut. Sapu di tangan Rio terjatuh begitu saja. Pemuda itu seakan membeku.
Hanya terdiam menatap Acha tak percaya. Tapi detik berikutnya, Acha jadi
terkejut kala Rio tiba-tiba berlari pergi.
^^^
Ify
menghela nafas sambil membereskan perlengkapan olahraga. "Anak basket
rapat dimana sih? Kok ruangannya kosong?"
Ozy
mengedikkan bahu, "kayaknya udah pulang deh. Sekolah juga udah sepi.
Paling yang sisa lagi nongkrong di kantin."
Ify
memajukan bibir bawahnya, tapi kembali merapikan ruangan olahraga. Ozy
melihat-lihat keadaan ruangan, lalu duduk di meja yang ada di depan kelas.
Sepertinya benar tim basket tadi rapat di sini. Karena ada selembar absen yang
ada di atas meja. Ozy meraihnya, dan membaca nama-nama anggota basket satu
persatu.
"Ha?"
Ify
terlonjak, dan menoleh. "Kenapa Zy?"
Ozy masih
menatap kertas absen itu dengan keningnya berkerut, lalu mendongak menatap Ify.
"Nggak. Iniloh, gue baru tahu nama lengkap Gabriel ada nama
tengahnya."
"Oh..."
ucap Ify manggut-manggut. "Gue juga loh. Kan Gabriel tuh kalau disebutin
namanya pasti Gabriel Damanik. Ya, kan?"
Ozy
mengangguk-angguk. "Tapi yang bikin gue kaget tuh, namanya hampir sama
kayak nama Rio!"
"Ha?"
Kini gantian Ify yang ber-HA ria. "Sama? Bagian mana?"
"Nama
belakangnya sama-sama nama keluarga. Dan nama tengahnya juga Bintang!"
DEG
Ify
terkejut, dan segera menoleh seutuhnya pada Ozy.
"Namanya
Rio itukan Mario Bintang Haling."
Mata Ify
sontak membelalak lebar. "Siapa?"
"Mario
Bintang Haling. Hampir sama ya? Kalau Gabrielkan Gabriel Bintang Dama..."
Kalimat Ozy memelan, dan berhenti. Ia mengernyit, melihat wajah Ify yang
mendadak menjadi pucat pasi.
Ify
membatu. Tapi kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak... nggak
mungkin..." gumamnya tak percaya. Wajahnya benar-benar shock.
"Sa?
Kenapa?"
Ify
melangkah mundur sambil menggeleng-gelengkan kepala, seperti orang linglung
yang frustasi. Nafasnya tersengal.
"Nggak
mungkin..." gumam Ify tersendat. Tapi ia segera berbalik, berlari keluar
dari ruang olahraga membuat Ozy terkejut.
^^^
Kisah
langit. Ditentukan oleh takdir. Sudah direncanakan sebelum manusia lahir di
dunia ini.
Kisah
langit. Penuh misteri. Tak tertebak. Kadang sukar dipahami. Kadang sukar
dipercayai.
Kisah
langit. Seperti drama, hanya lebih rumit. Sulit dijelaskan, tapi mampu
dirasakan.
Percayakah?
Rio seperti
kerasukan. Berlari sekencang mungkin. Ify tak kalah cepat. Ia terus berlari.
Dengan kelopak mata yang sudah basah dan berkaca. Rio dari arah timur,
sementara Ify dari arah barat. Dari jauh, keduanya sudah saling melihat. Makin
melajukan lari. Dan terhenti kala tepat bertemu di tengah persimpangan koridor.
Memang
terkadang sulit dipercaya. Terkadang terlalu drama. Tapi memang itulah
kenyataannya. Siapa sangka perpisahan yang terjadi bertahun-tahun dipertemukan
dengan cara yang tak pernah terduga?
Keduanya
saling berhenti berhadap-hadapan. Nafas mereka sama-sama tersengal. Mata
keduanya sama-sama menghangat. Saling menatap, masih terkejut tak memercayai
semua.
Di antara
nafas tersengalnya, Rio tersenyum. Ia mencoba membuka mulut, berkata dengan
penuh getaran.
"Super
Mario?"
Kali ini
sebutir beningan hangat menetes dari mata indah Ify, memecahkan tangisnya.
Dengan suara tak kalah gemetar ia menyahut.
"Bintang?"
Tanpa
berkata lagi, Rio langsung menarik tubuh Ify, mendekapnya erat. Air mata Ify
makin melaju meluncur ke pipi tirusnya. Dibenamkannya wajah ke dada Rio,
menangis di sana.
Rasa kesal
satu sama lain melebur begitu saja. Perkelahian dan emosi yang terjadi beberapa
hari ini mencair. Langsung pergi. Berganti jadi rindu meluap-luap yang sudah
meledak girang karena sang bintang sudah kembali. Menyinari hati masing-masing
dengan bahagia. Berpisah bukan berarti takkan bisa bertemu kembali.
Ify masih
sesenggukkan. Tapi ia lalu mendorong tubuh Rio menjauh, membuat Rio terkejut
dan pasrah menurut saja. Bahu Ify masih bergetar. Dan tak diduga, tangan gadis
itu melayang. Menampar pipi Rio keras membuat Rio terkejut lagi. Ia langsung
memegangi pipinya yang memanas, dan menatap Ify tak percaya.
"Fy-"
"Kenapa
baru datang sekarang?!" bentak Ify meraung marah. "Kamu kemana aja
hah?! Kamu pikir enak nunggu kamu terus? Ninggalin aku gitu aja, tanpa pernah
ngirim kabar! Kamu pikir kamu siapa bisa buat aku sampai kehilangan
gini?!"
Nada emosi
bercampur getaran isak menghiasi kata demi kata yang ia ucap, mengantarkannya
pada perasaan yang selama ini selalu terpendam dalam kotak rapat, yang sering
kali meronta-ronta ingin keluar. Rindu.
"Kenapa
kamu nggak bilang kalau kamu kembali? Kamu udah lupa sama aku?" tanya Ify
bergetar, diiringi air mata yang terus berkejaran jatuh.
"Rumah
kamu pindah, Fy. Aku nggak tahu harus cari kemana. Aku juga kehilangan,"
jawab Rio menjelaskan. Wajahnya penuh penyesalan. Karena selama ini sudah
bersikap kasar pada gadis ini.
Ify menutup
mulut dengan telapak tangan, dan makin menangis. Sekali lagi Rio mendekapnya
hangat. Walau kali ini tak membiarkan Ify menangis sendiri. Karena air matanya
juga ikut jatuh perlahan. Gadis ini memang satu-satunya perempuan yang bisa
membuatnya selalu meneteskan air mata. Atas rindu yang selalu saja menyesaki
rongga dadanya selama sembilan tahun ini.
Rio
merasakan pulang. Gadis ini seperti rumah baginya. Tempatnya berhenti.
Tempatnya kembali. Ia memang selalu percaya. Sejauh manapun langkahnya pergi,
selalu kembali pada gadis ini.
Luka
menganga itu perlahan mulai menutup. Saling mengobati. Sesak karena rindu itu
mulai menguap. Berganti menjadi perasaan lega bahagia satu sama lain.
Tanpa dua
orang itu tahu, sedari beberapa saat lalu ada tiga pasang mata memerhatikan
mereka dari jauh.
Acha yang
mengejar Rio terhenti sekitar sepuluh meter di belakang Rio, sementara Ozy yang
mengejar Ify juga berhenti cukup jauh dari Ify. Keduanya terdiam menatap
permandangan di persimpangan koridor. Mereka mengerutkan kening, benar-benar
tak mengerti. Padahal kedua orang itu baru setengah jam lalu bertengkar, dan
kini malah berpelukan. Namun saat mendengar suara protes Ify, Acha segera
tersadar. Karena Ify sudah menceritakan padanya tentang sahabat kecilnya dulu.
Acha
menutup mulutnya yang terbuka. Ia geleng-geleng kepala kecil, tak percaya.
Ternyata sahabat yang Ify rindukan, yang membuatnya selalu memerhatikan langit,
adalah... musuhnya sendiri? Ya Tuhan... kenapa begitu pas begini? Kebetulan
aneh. Kebetulan unik. Atau... bukan kebetulan? Tapi takdir yang sudah
direncanakan.
Ozy hanya
mematung. Padahal baru beberapa saat lalu kedua orang itu bertengkar. Membentak
satu sama lain, memukul, menjambak, dan bertarung. Tapi kini? Kedua orang itu
justru saling memeluk, meleburkan perasaan dalam air mata. Namun tak lama Ozy
tersenyum. Memang, mungkin tak semanis film. Tapi kisah Rio dan Ify membuat
hatinya terenyuh. Siapa sangka ya, orang yang sering kali kita benci dan maki,
ternyata adalah orang yang sangat kita rindukan?
Tiga pasang
mata itu hanya diam memerhatikan Ify dan Rio. Ya. Tiga pasang mata. Acha, Ozy,
dan... seorang pemuda yang berdiri kaku di koridor bagian utara, berjarak
sekitar tujuh meter dari persimpangan. Tubuhnya menegang, dengan jantung yang
seakan terpanah kuat. Ia mengepalkan tangan, merasakan sesak amat dahsyat dalam
dadanya bergetar tak nyaman. Tidak. Bukan akhir seperti ini yang ia harapkan.
Padahal ia baru saja berniat akan menjauhkan kedua orang itu agar tak saling
sadar. Tapi mengapa jadi seperti ini?
Harapan dan
angan indah yang ia rangkai menghambur begitu saja. Jatuh berserakan di dasar
hatinya. Jantungnya seakan terbelah dua. Pedih.
Dengan
kembali bertemunya Bintang-Super Mario itu, akankah ia bisa mendapatkan angan
yang coba ia gapai? Akankah sinar bintang yang ia rasakan itu perlahan pergi,
menyinari hati lainnya lagi? Apakah hidupnya kembali diwarnai hitam dan putih?
Pemuda itu,
Gabriel, mengalihkan wajah, dan memejamkan mata rapat. Mencoba meraba kesakitan
di organ dalamnya. Ada yang retak di sana. Mungkin sudah hancur berkeping-keping.
Apa yang sekarang harus ia lakukan? Merelakan? Atau mempertahankan?
*****
Hm....
begitulah :')
Ini mungkin
drama banget ya. Sok lari-lari kayak india, terus pelukan di persimpangan
koridor -_-
Pukpuk
Gabriel ya. Udah sini mending sama penulisnya aja ({}) *plak
Oke,
Bintang Super Mario-nya udah kembali. Terus lanjutannya gimana? Gabrielnya sama
siapa? Ify pilih siapa? Rionya gimana?
Makanya,
pantengin terus ya blog ini. Jangan lupa promote loh :p
Part depan,
adalah special part. Hahaha. Aku udah pernah ngasih kode ttg part8 di twitter.
Romantis sih... nggak juga. So sweet... em... mungkin. Ya entahlah. Kan
pendapat orang beda-beda ya. So, baca part depan ya! ;)
bbye!
@aleastri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar