Selasa, 12 Maret 2013

Bintang Super Mario Part 7c


Part 7c. Kembali Pulang

"Miss Alya sudah pulang. Dan menitipkan dua anak murid yang dia hukum ke saya. Karena saya masih ada urusan," kata Bu Ira memulai, "tapi ternyata saat mengecek, justru ada pertunjukkan ya?" tanyanya sarkatis.
Rio, Ify, Ozy, serta Acha berdiri berderet sambil menunduk. Mereka segera dibawa ke kantor kepsek.
"Mario," Bu Ira menoleh pada Rio, membuat Rio mendongak. "Kamu baru berapa hari di sini? Rekor sekali atas masalah yang kamu buat."
Rio meneguk ludah susah payah.
"Alyssa," kini Bu Ira menyebutkan nama Ify membuat Ify mendongak. "Murid kebanggan sekolah, langsung jadi liar karena tak bisa mengendalikan emosi? Masih pantas untuk dibanggakan?"
Ify menggigit bibir dan memain-mainkan jemarinya dengan gelisah.
Bu Ira mendesah, lalu membuang pandangan pada dua murid lagi. "Dan kalian. Ngapain jadi ikut-ikutan?"
Ozy berdehem, berusaha menjawab. "Maaf bu. Tapi saya sama Acha berusaha ngelerai."
Acha segera mengangguk, "kita nggak ikutan berantem kok bu."
"Tapi tetap saja kalian terlibat," kata Bu Ira sinis. "Lagipula saya butuh kalian untuk menghukum dua pendekar kita ini."
Entah kenapa, ketika Bu Ira menyebutkan 'pendekar', rasanya Acha ingin tertawa. Mengingat bagaimana Ify dan Rio tadi bertarung dengan sapu. Tapi Acha merapatkan bibirnya, berusaha tidak meledakkan tawanya saat ini juga.
Bu Ira menghukum keduanya. Ify menyapu di ruang olahraga, sementara Rio di botanical garden. Jaraknya berada di ujung-ujung sekolah. Acha bersama Rio, sementara Ozy bersama Ify. Tugas mereka mengawasi saja. Keempatnya keluar dari ruang kepala sekolah, menuruni tangga dan sampai di persimpangan koridor. Tanpa berkata Ify berbelok ke kanan, sementara Rio ke kiri. Mereka terpisah.

^^^

"Temen lo bener-bener deh. Dikasih makan apa sih sama emaknya?" omel Rio sambil menyapukan rumput-rumput di botanical garden.
Acha yang sedang duduk di bangku taman tertawa kecil. "Dia emang gitu. Nggak suka kalau ada yang ganggu. Dan kalau sekali marah, beeuuhh ngamuk kayak barongan. Lo tahu barongan, kan?"
"Hm. Yang mirip reog itu?" tanya Rio. Acha mengangguk. Rio terkekeh geli, lalu kembali menyapu.
Acha bersandar di senderan kursi, lalu menatap ke arah langit terik siang itu. Ia diam sejenak, sebelum akhirnya mendesah panjang. "Gue heran deh. Sebenarnya apa sih yang indah dari langit?"
Rio menoleh dan mengerutkan kening, "Kenapa?"
Acha menoleh sekilas ke arah Rio. "Langit. Apanya yang indah? Awannya? Warna birunya? Pelangi? Atau apa?"
Rio terdiam. Tapi lalu tersenyum tipis sambil ikut memandang ke arah langit. "Langit itu indah tahu," ucap Rio membuat Acha menoleh. "Langit itu rumahnya para bintang."
Acha tersentak, dan tertegun.
"Di saat kita sendiri, tak ada temen, kita liat aja langit. Karena langit selalu punya sinar bintang. Bukan hanya bintang malam-"
"Tapi juga matahari," potong Acha membuat Rio terkejut dan menoleh. "Langit selalu punya hal indah yang nenangin jiwa. Dia juga bisa jadi teman. Kalau malam ada bintang, kalau pagi ada matahari. Langit itu rumah. Langit itu indah."
Rio tercengang. Membatu di tempat menatap Acha yang kini tersenyum. "Kok... kok elo..." kalimat Rio terputus-putus dengan nafas tertahan.
"Sama ya? Persis?" tanya Acha juga sedikit tak percaya, "kok bisa gitu? Apa kalian baca kutipan buku yang sama?" tebak Acha asal.
Tapi itu sama sekali tak mengubah raut wajah Rio yang sudah menegang, "elo... elo dapat kalimat itu dari siapa?"
Acha terdiam. Tak menyangka mendapat ekspresi kaku Rio seperti itu. Ya. Acha tak tahu. Kalimat yang ia ucap itu adalah puisi yang pernah Rio buat saat kelas SD dulu. Puisi abal yang justru menjadi pemenang di sekolahnya. Puisi yang khusus ia berikan untuk sahabat kecilnya.
"Elo tahu darimana Cha?" desak Rio tak sabar karena belum mendapat jawaban.
"Em... Ify."
Mata Rio melebar. Jantungnya berhenti berdetak sejenak, dengan nafas tercekat. "Ify? Ify siapa?" suara itu selirih badai, membuat Acha merasakan tiba-tiba ada banyak emosi yang keluar begitu saja.
"Ify... ya... Ify," jawab Acha jadi bingung sendiri.
"Ify siapa Acha???" tanya Rio makin mendesak.
"Loh? Diakan musuh lo dari hari Sabtu kemarin. Tadi juga baru ketemu, kan?" ucap Acha membuat Rio terdiam. Tapi Acha segera tersadar dan menepuk keningnya sendiri, "oh ya gue lupa. Ify itu panggilan buat Alyssa. Cuma orang terdekatnya yang manggil dia begitu."
TUK
Acha terkejut. Sapu di tangan Rio terjatuh begitu saja. Pemuda itu seakan membeku. Hanya terdiam menatap Acha tak percaya. Tapi detik berikutnya, Acha jadi terkejut kala Rio tiba-tiba berlari pergi.

^^^

Ify menghela nafas sambil membereskan perlengkapan olahraga. "Anak basket rapat dimana sih? Kok ruangannya kosong?"
Ozy mengedikkan bahu, "kayaknya udah pulang deh. Sekolah juga udah sepi. Paling yang sisa lagi nongkrong di kantin."
Ify memajukan bibir bawahnya, tapi kembali merapikan ruangan olahraga. Ozy melihat-lihat keadaan ruangan, lalu duduk di meja yang ada di depan kelas. Sepertinya benar tim basket tadi rapat di sini. Karena ada selembar absen yang ada di atas meja. Ozy meraihnya, dan membaca nama-nama anggota basket satu persatu.
"Ha?"
Ify terlonjak, dan menoleh. "Kenapa Zy?"
Ozy masih menatap kertas absen itu dengan keningnya berkerut, lalu mendongak menatap Ify. "Nggak. Iniloh, gue baru tahu nama lengkap Gabriel ada nama tengahnya."
"Oh..." ucap Ify manggut-manggut. "Gue juga loh. Kan Gabriel tuh kalau disebutin namanya pasti Gabriel Damanik. Ya, kan?"
Ozy mengangguk-angguk. "Tapi yang bikin gue kaget tuh, namanya hampir sama kayak nama Rio!"
"Ha?" Kini gantian Ify yang ber-HA ria. "Sama? Bagian mana?"
"Nama belakangnya sama-sama nama keluarga. Dan nama tengahnya juga Bintang!"
DEG
Ify terkejut, dan segera menoleh seutuhnya pada Ozy.
"Namanya Rio itukan Mario Bintang Haling."
Mata Ify sontak membelalak lebar. "Siapa?"
"Mario Bintang Haling. Hampir sama ya? Kalau Gabrielkan Gabriel Bintang Dama..." Kalimat Ozy memelan, dan berhenti. Ia mengernyit, melihat wajah Ify yang mendadak menjadi pucat pasi.
Ify membatu. Tapi kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak... nggak mungkin..." gumamnya tak percaya. Wajahnya benar-benar shock.
"Sa? Kenapa?"
Ify melangkah mundur sambil menggeleng-gelengkan kepala, seperti orang linglung yang frustasi. Nafasnya tersengal.
"Nggak mungkin..." gumam Ify tersendat. Tapi ia segera berbalik, berlari keluar dari ruang olahraga membuat Ozy terkejut.

^^^

Kisah langit. Ditentukan oleh takdir. Sudah direncanakan sebelum manusia lahir di dunia ini.
Kisah langit. Penuh misteri. Tak tertebak. Kadang sukar dipahami. Kadang sukar dipercayai.
Kisah langit. Seperti drama, hanya lebih rumit. Sulit dijelaskan, tapi mampu dirasakan.
Percayakah?
Rio seperti kerasukan. Berlari sekencang mungkin. Ify tak kalah cepat. Ia terus berlari. Dengan kelopak mata yang sudah basah dan berkaca. Rio dari arah timur, sementara Ify dari arah barat. Dari jauh, keduanya sudah saling melihat. Makin melajukan lari. Dan terhenti kala tepat bertemu di tengah persimpangan koridor.
Memang terkadang sulit dipercaya. Terkadang terlalu drama. Tapi memang itulah kenyataannya. Siapa sangka perpisahan yang terjadi bertahun-tahun dipertemukan dengan cara yang tak pernah terduga?
Keduanya saling berhenti berhadap-hadapan. Nafas mereka sama-sama tersengal. Mata keduanya sama-sama menghangat. Saling menatap, masih terkejut tak memercayai semua.
Di antara nafas tersengalnya, Rio tersenyum. Ia mencoba membuka mulut, berkata dengan penuh getaran.
"Super Mario?"
Kali ini sebutir beningan hangat menetes dari mata indah Ify, memecahkan tangisnya. Dengan suara tak kalah gemetar ia menyahut.
"Bintang?"
Tanpa berkata lagi, Rio langsung menarik tubuh Ify, mendekapnya erat. Air mata Ify makin melaju meluncur ke pipi tirusnya. Dibenamkannya wajah ke dada Rio, menangis di sana.
Rasa kesal satu sama lain melebur begitu saja. Perkelahian dan emosi yang terjadi beberapa hari ini mencair. Langsung pergi. Berganti jadi rindu meluap-luap yang sudah meledak girang karena sang bintang sudah kembali. Menyinari hati masing-masing dengan bahagia. Berpisah bukan berarti takkan bisa bertemu kembali.
Ify masih sesenggukkan. Tapi ia lalu mendorong tubuh Rio menjauh, membuat Rio terkejut dan pasrah menurut saja. Bahu Ify masih bergetar. Dan tak diduga, tangan gadis itu melayang. Menampar pipi Rio keras membuat Rio terkejut lagi. Ia langsung memegangi pipinya yang memanas, dan menatap Ify tak percaya.
"Fy-"
"Kenapa baru datang sekarang?!" bentak Ify meraung marah. "Kamu kemana aja hah?! Kamu pikir enak nunggu kamu terus? Ninggalin aku gitu aja, tanpa pernah ngirim kabar! Kamu pikir kamu siapa bisa buat aku sampai kehilangan gini?!"
Nada emosi bercampur getaran isak menghiasi kata demi kata yang ia ucap, mengantarkannya pada perasaan yang selama ini selalu terpendam dalam kotak rapat, yang sering kali meronta-ronta ingin keluar. Rindu.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu kembali? Kamu udah lupa sama aku?" tanya Ify bergetar, diiringi air mata yang terus berkejaran jatuh.
"Rumah kamu pindah, Fy. Aku nggak tahu harus cari kemana. Aku juga kehilangan," jawab Rio menjelaskan. Wajahnya penuh penyesalan. Karena selama ini sudah bersikap kasar pada gadis ini.
Ify menutup mulut dengan telapak tangan, dan makin menangis. Sekali lagi Rio mendekapnya hangat. Walau kali ini tak membiarkan Ify menangis sendiri. Karena air matanya juga ikut jatuh perlahan. Gadis ini memang satu-satunya perempuan yang bisa membuatnya selalu meneteskan air mata. Atas rindu yang selalu saja menyesaki rongga dadanya selama sembilan tahun ini.
Rio merasakan pulang. Gadis ini seperti rumah baginya. Tempatnya berhenti. Tempatnya kembali. Ia memang selalu percaya. Sejauh manapun langkahnya pergi, selalu kembali pada gadis ini.
Luka menganga itu perlahan mulai menutup. Saling mengobati. Sesak karena rindu itu mulai menguap. Berganti menjadi perasaan lega bahagia satu sama lain.
Tanpa dua orang itu tahu, sedari beberapa saat lalu ada tiga pasang mata memerhatikan mereka dari jauh.
Acha yang mengejar Rio terhenti sekitar sepuluh meter di belakang Rio, sementara Ozy yang mengejar Ify juga berhenti cukup jauh dari Ify. Keduanya terdiam menatap permandangan di persimpangan koridor. Mereka mengerutkan kening, benar-benar tak mengerti. Padahal kedua orang itu baru setengah jam lalu bertengkar, dan kini malah berpelukan. Namun saat mendengar suara protes Ify, Acha segera tersadar. Karena Ify sudah menceritakan padanya tentang sahabat kecilnya dulu.
Acha menutup mulutnya yang terbuka. Ia geleng-geleng kepala kecil, tak percaya. Ternyata sahabat yang Ify rindukan, yang membuatnya selalu memerhatikan langit, adalah... musuhnya sendiri? Ya Tuhan... kenapa begitu pas begini? Kebetulan aneh. Kebetulan unik. Atau... bukan kebetulan? Tapi takdir yang sudah direncanakan.
Ozy hanya mematung. Padahal baru beberapa saat lalu kedua orang itu bertengkar. Membentak satu sama lain, memukul, menjambak, dan bertarung. Tapi kini? Kedua orang itu justru saling memeluk, meleburkan perasaan dalam air mata. Namun tak lama Ozy tersenyum. Memang, mungkin tak semanis film. Tapi kisah Rio dan Ify membuat hatinya terenyuh. Siapa sangka ya, orang yang sering kali kita benci dan maki, ternyata adalah orang yang sangat kita rindukan?
Tiga pasang mata itu hanya diam memerhatikan Ify dan Rio. Ya. Tiga pasang mata. Acha, Ozy, dan... seorang pemuda yang berdiri kaku di koridor bagian utara, berjarak sekitar tujuh meter dari persimpangan. Tubuhnya menegang, dengan jantung yang seakan terpanah kuat. Ia mengepalkan tangan, merasakan sesak amat dahsyat dalam dadanya bergetar tak nyaman. Tidak. Bukan akhir seperti ini yang ia harapkan. Padahal ia baru saja berniat akan menjauhkan kedua orang itu agar tak saling sadar. Tapi mengapa jadi seperti ini?
Harapan dan angan indah yang ia rangkai menghambur begitu saja. Jatuh berserakan di dasar hatinya. Jantungnya seakan terbelah dua. Pedih.
Dengan kembali bertemunya Bintang-Super Mario itu, akankah ia bisa mendapatkan angan yang coba ia gapai? Akankah sinar bintang yang ia rasakan itu perlahan pergi, menyinari hati lainnya lagi? Apakah hidupnya kembali diwarnai hitam dan putih?
Pemuda itu, Gabriel, mengalihkan wajah, dan memejamkan mata rapat. Mencoba meraba kesakitan di organ dalamnya. Ada yang retak di sana. Mungkin sudah hancur berkeping-keping. Apa yang sekarang harus ia lakukan? Merelakan? Atau mempertahankan?

*****

Hm.... begitulah :')
Ini mungkin drama banget ya. Sok lari-lari kayak india, terus pelukan di persimpangan koridor -_-
Pukpuk Gabriel ya. Udah sini mending sama penulisnya aja ({}) *plak
Oke, Bintang Super Mario-nya udah kembali. Terus lanjutannya gimana? Gabrielnya sama siapa? Ify pilih siapa? Rionya gimana?
Makanya, pantengin terus ya blog ini. Jangan lupa promote loh :p
Part depan, adalah special part. Hahaha. Aku udah pernah ngasih kode ttg part8 di twitter. Romantis sih... nggak juga. So sweet... em... mungkin. Ya entahlah. Kan pendapat orang beda-beda ya. So, baca part depan ya! ;)

bbye!
@aleastri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar