Minggu, 03 Februari 2013

Bintang Super Mario Part 4


Part 4: Perang!

"Kenapa sih?" tanya Rio ketus, mendapatkan tatapan aneh dari Ify dan Gabriel.
Ify menggigit bibir, lalu menarik nafas dalam, mencoba menguasai diri. "Lo nggak punya nama lain? Apa kek gitu. Jelek banget nama lo," kata Ify tak suka.
"Terus lo pikir Alyssa adalah nama yang pantes untuk lo?" balas Rio tajam.
Ify membuka lebar mulutnya dengan geram, merasa kesal sekali dengan pemuda ini.
"Eh, ya udah ya udah. Gini aja," Gabriel kembali menengahi, "Elo... em... Rio, kalau mau main musik di sini, jangan saat istirahat atau jam pelajaran. Kecuali saat praktek musik. Atau di saat pulangan maupun jam ekskul. Tapi kalau elo mau, elo gabung aja di ekskul musik."
"Hah?! Gabung? NO! Ogah punya anggota begini," tolak Ify segera.
"Emang gue mau punya ketua kayak lo?" balas Rio tak mau kalah.
Gabriel menghela nafas, "Fy, lo nggak boleh gitu. Sejak kapan masuk ekskul musik harus bersyarat?  Bahkan yang nggak bisa musik bakal diajarin, kan? Nggak papalah," bujuk Gabriel membuat Ify terdiam.
"Fy? Oh. Jadi lo dipanggil Fi? Fifi? Eh, Fifi kok kayak nama anjing tetangga gue dulu ya. Em... atau Saufi? Saufi itu yang hewan penghasil susu itu, kan? Nggak pantes buat lo. Sapikan gemuk, lo cuma tulang doang gini," celetuk Rio tanpa dosa.
Ify melotot geram, "elo tuh..." Ify sudah ingin maju, mencakar wajah tampan Rio. Tapi Rio dengan segera melompat ke belakang Ozy, sementara Gabriel menahan lengan Ify yang sudah mengamuk.
"Fy udahlah Fy, elo kayak anak kecil deh," lerai Gabriel mencoba menarik Ify menjauh.
Ozy nampak kewalahan karena Ify mencoba menjangkau Rio yang berlindung di belakang punggungnya. Gabrielpun akhirnya berhasil menjauhkan Ify dari Ozy dan Rio.
"Dada Aly Sapi!" ejek Rio menjulurkan lidah, lalu segera menarik Ozy pergi dari sana. Ia berlari menerobos kerumunan orang-orang di pintu ruang musik yang refleks memberi jalan untuknya.
"ARRRGHHH COWOK RESE NYEBELIN!!!" teriak Ify mengamuk marah.

^^^

"Ini nih, cowok jelek itu," kata Ify menunjuk bakwan di piringnya. Acha yang memerhatikan, mengangguk saja.
"Gue, bakal..." Ify dengan kasar menusukkan garpunya ke tengah bakwan. "Lalu, bakal gue," dengan tanpa perasaan Ify mencabik-cabik bakwan itu, membuat Acha menatapnya takut dan ngeri.
"Dan lalu ya Cha, bakal gue..." Ify meraih bakwan itu, lalu melemparnya sejauh mungkin, membuat Acha menganga dan melotot.
"AW!"
Sebuah jeritan membuat Ify dan Acha terkejut. Ternyata bakwan itu mengenai wajah seseorang yang baru saja datang ke kantin sekolah ini. Ify dan Acha membelalak, lalu saling pandang, dan meneguk ludah kompak.
Pemuda yang mendapat lemparan tepat di wajahnya itu mengibaskan dan membersihkan bakwan, lalu menoleh kesal, mencari siapa yang berani melempar bakwan tersebut. Ify dan Acha segera membuang muka, belaga tak tahu menahu.
Melihat Ify dan Acha yang bersikap paling kentara seakan menyembunyikan diri, pemuda itu melotot geram dan mendekat.
"Woi lampir!" panggilnya menggebrak pelan meja Ify dan Acha membuat keduanya terkejut dan menoleh. Mereka makin terkejut melihat Rio yang menjadi korban.
"Pasti lo yang lempar bakwan ke gue, kan?" Rio menunduk, menatap piring Ify. Benar saja, ada beberapa gorengan termasuk bakwan di sana. Ia lalu mendelik ke arah Ify. "Elo dendam sama gue? Emang ngajak berantem atau perang?"
Ify mendelik geram, lalu berdiri menantang. "Perang. Orang kayak lo emang kayak kompeni yang harus dimusnahin!"
"Dasar sapi," ejek Rio kesal.
"Elo kebo," balas Ify asal.
"Apa lo bilang?"
"Kebo. Nggak denger? Telinga bersihin tuh!"
Acha menepuk keningnya sendiri, lalu segera berdiri di antara dua orang yang adu tatap tajam itu. "Eh, udah ya. Jangan berantem lagi. Di kantin nih, semua pada liat," kata Acha menenangkan.
Ify dan Rio tersentak, lalu mengedarkan pandangan. Benar saja. Kini hampir semua mata memerhatikan mereka.
Ify menghembuskan nafas keras, "biar aja Cha. Biar semua tahu, ada anak baru songong yang cari masalah di hari pertamanya!"
Rio mendelik geram, "Elo yang cari masalah sama gue."
"Eh, ngaca ya lo. Yang dari pagi ngacauin hari gue itu siapa?" balas Ify melotot, lalu tanpa segan menendang tulang kering Rio, membuat Rio berteriak sakit.
Acha menganga kaget, lalu segera menenangkan Ify. Karena ia tahu, gadis itu kalau sudah ngamuk tak bisa dikendalikan lagi. Bahkan tak peduli dengan reputasinya sebagai bintang sekolah yang punya banyak prestasi.
Rio kini tak diam, justru menginjak kaki Ify membuat Ify gantian berteriak. Ify lalu mengulurkan kedua tangan, mencabik-cabik seragam Rio, Rio malah gantian menarik rambut panjang Ify. Membuat kantin ramai seketika.
"Aduuuuhhh udah dong aduh astaga!" Acha jadi panik sendiri sambil melerai, lalu menoleh ke sekeliling dan melotot, "he! Bantuin gue. Malah nyorakin lagi!"
Beberapa tersentak, tapi menurut. Beberapa malah jadi lebih sering menyoraki. Jarang-jarang nih di sekolah ini, ada dua anak yang bertengkar seperti anak kecil merebutkan mainan.
Para siswa mencoba memisahkan Rio dan Ify yang terus saling melawan satu sama lain. Acha juga mencoba menarik Ify menjauh.
"Berenti!!! Berenti!!!" Seorang wanita dengan penampilan guru segera mendekat, dan ikut memisahkan dua anak muridnya itu. "Alyssa, STOP!"
Ify terkejut, dan refleks terdiam. Ia menoleh, dan membelalak melihat Miss Alya sudah menarik lengannya menjauh. Rio juga jadi diam. Beberapa yang memisahkan mereka menghela nafas lega karena sudah lelah mencoba memisahkan Rio dan Ify. Rambut Ify kini sudah acak-acakan, sementara seragam Rio juga kusut tak karuan.
"Kalian berdua," Alya menunjuk Ify dan Rio bergantian, "ke ruangan saya. SEKARANG!"
Ify dan Rio meneguk ludah. Sementara siswa lain dengan tanpa dosa bertepuk tangan senang. Acha hanya melengos saja.

^^^

Alya menghela nafas, menatap dua murid yang kini duduk di depan mejanya ini. Rambut Ify sudah dikuncir dan menunduk. Sementara Rio merapikan seragamnya dan juga sedikit menunduk.
"Saya nggak pernah tahu tuh, kalau kantin sekarang jadi arena tinju," kata Alya tajam, "dan setahu saya, sekolah ini SMA. Bukan Taman Kanak-kanak."
Ify menggigit bibir,  dan memainkan jemari-jemarinya gelisah. Alya menoleh ke arahnya.
"Alyssa, selama ini sikap kamu selalu baik. Dan kenapa sekarang berubah drastis?" tanya Alya membuat Ify tersentak.
"Eum.. em... dia Miss," tuduh Ify menunjuk Rio membuat Rio terkejut dan menoleh. "Dia mulai duluan."
"Eh, nggak bu. Dia ngelempar bakwan ke muka saya!" kata Rio membela diri.
"Saya nggak sengaja Miss. Dia aja yang sewotan. Dan juga ya Miss, tadi pas istirahat dia pakai ruang musik seenaknya!" adu Ify membuat Rio melotot geram ke gadis itu.
"Sudah sudah, bahkan di depan guru kalian juga masih bertengkar?" lerai Alya tak tahan. Ia lalu menoleh pada Rio, "kamu anak baru di kelas XI IPA 3, kan? Siapa namamu?"
'Please jangan sebut,' batin Ify membuang muka refleks. Rio melihat itu sekilas, tapi tak peduli dan memandang Miss Alya lagi.
"Rio bu," jawab Rio yang tanpa sadar melirik Ify, lalu mengerutkan kening. Melihat Ify memejamkan mata sejenak saat Rio mengucap namanya.
"Panggil saya Miss Alya," kata Alya tegas, Rio mengangguk menurut. "Kenapa kamu pindah?"
"Ikut orang tua," jawab Rio seadanya.
"Bukan karena kesalahan kamu, kan?" tanya Alya curiga.
"Ya nggaklah Miss. Saya ini anak kebanggaan sekolah loh," ucap Rio menyombongkan diri. Ify segera mencibir mendengarnya.
Alis Alya terangkat, "Oh ya? Dalam hal?"
"Basket sama nyanyi," jawab Rio tenang. "Saya dulu kapten basket, dan sering ikut lomba nyanyi kota."
"Sekolah lo nggak bener kenapa bisa milih orang begini," gumam Ify menggerutu, Rio mendelik ke arahnya.
Alya menatap keduanya bergantian, lalu mendesah. "Kalau begitu, kamu bergabung dengan ekskul musik saja ya."
Ify segera mendongak dan membelalak. Rio juga ikut tersentak.
"Oktober nanti akan ada pensi. Ekskul musik selalu tampil. Dan kali ini, saya akan langsung memilih sebagai pembina ekskul itu. Kalau kalian berdua, harus berduet nanti."
"HA?!"
"Miss, nggak salah?" tanya Ify tak percaya.
"Miss maaf ya, bukannya nolak tapi saya nggak lefel duet sama cewek begini," sahut Rio membuat Ify mendelik.
"Nggak akan Miss. Nanti dikira saya ngiringin topeng monyet lagi," kata Ify membalas.
"Atau gue dikira nyanyi buat manggil jelangkung kayak lo."
"Diem lo kebo."
"Lo sapi."
"Kebo!"
"Sapi!"
"Alyssaaaaa Riooooo," teriak Alya membuat mulut Ify dan Rio segera menutup. Guru muda itu menghembuskan nafas lelah, "Ini baru hari pertama kalian bertemu, dan kalian sudah jadi musuh besar seperti ini?"
Ify mendengus, lalu memajukan bibirnya, "dia ngeselin Miss."
"Elo juga," sahut Rio segera.
"Pokoknya Miss nggak mau tahu. Ini sebagai hukuman!" tegas Alya tak bisa dibantah.
"Tapi Miss..."
"Alyssa," potong Alya sebelum ucapan Ify usai, "kamu memang ketua, tapi saya pembinanya. Ini keputusan saya."
Ify terdiam, lalu menghela nafas keras dan sedikit merenggut.
"Sekarang kamu boleh pergi, kembali ke kelas," ucap Alya.
Ify dan Rio mendesah pelan, lalu sama-sama berdiri.
"Bukan kalian berdua, hanya Alyssa."
Rio tersentak, dan menoleh. Ify tersenyum senang dan menatap Rio seakan berkata, 'mampus lo!'. Rio hanya mencibir, lalu kembali duduk. Ify dengan suka cita keluar dari ruangan Miss Alya.
"Ada apa Miss?" tanya Rio mulai menerka-nerka. Diceramahi lagi kah? Atau makin ditambah hukuman? Apalagi Rio anak baru. Pasti deh dapat teguran keras karena hari pertama saja sudah buat heboh.
"Besok, saya ingin bertemu orangtuamu ya," kata Alya tenang sambil meraih sebuah amplop di atas mejanya.
Rio membelalak, "yah Miss... jangan dong. Baru juga hari pertama," kata Rio memelas.
"Tidak, bukan untuk membicarakan hal ini. Saya hanya ingin tahu kamu. Kamukan murid baru," kata Alya sambil menulis sesuatu di selembar kertas yang memang sudah disiapkan di laci mejanya. "Siapa nama lengkap kamu?"
Rio melengos pasrah, "Mario Bintang Haling."
"Mario, Bintang..." Alya tiba-tiba terdiam. Ia tersentak, dan mendongak. "Siapa?"
"Bintang Haling," jawab Rio santai.
Alya mengerutkan kening, "kok... saya pernah dengar nama itu ya," ucap Alya mencoba mengingat.
"Ha? Dimana Miss? Nama itu cuma saya yang punya kok!" ucap Rio yakin.
Alya terdiam. Ia bergumam sejenak, "oh, mungkin perasaan saya aja," kata Alya lalu kembali menuliskan nama Rio.
Rio hanya mengedikkan bahu. Walau agak penasaran. Kenapa sih orang sekolah ini selalu bereaksi aneh saat mendengar namanya? Dimulai dari cowok di ruang musik tadi, gadis sapi itu, dan juga Miss Alya. Memang ada apa dengan nama Rio ataupun Mario Bintang Haling?
"Ini, serahkan ke orangtuamu. Senin saya tunggu sampai jam sebelas," kata Alya menyerahkan amplop pada Rio.
Rio mendesah, tapi menurut saja menerimanya.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar