Part 4: Perang!
"Kenapa
sih?" tanya Rio ketus, mendapatkan tatapan aneh dari Ify dan Gabriel.
Ify
menggigit bibir, lalu menarik nafas dalam, mencoba menguasai diri. "Lo
nggak punya nama lain? Apa kek gitu. Jelek banget nama lo," kata Ify tak
suka.
"Terus
lo pikir Alyssa adalah nama yang pantes untuk lo?" balas Rio tajam.
Ify membuka
lebar mulutnya dengan geram, merasa kesal sekali dengan pemuda ini.
"Eh,
ya udah ya udah. Gini aja," Gabriel kembali menengahi, "Elo... em...
Rio, kalau mau main musik di sini, jangan saat istirahat atau jam pelajaran.
Kecuali saat praktek musik. Atau di saat pulangan maupun jam ekskul. Tapi kalau
elo mau, elo gabung aja di ekskul musik."
"Hah?!
Gabung? NO! Ogah punya anggota begini," tolak Ify segera.
"Emang
gue mau punya ketua kayak lo?" balas Rio tak mau kalah.
Gabriel
menghela nafas, "Fy, lo nggak boleh gitu. Sejak kapan masuk ekskul musik
harus bersyarat? Bahkan yang nggak bisa
musik bakal diajarin, kan? Nggak papalah," bujuk Gabriel membuat Ify
terdiam.
"Fy?
Oh. Jadi lo dipanggil Fi? Fifi? Eh, Fifi kok kayak nama anjing tetangga gue
dulu ya. Em... atau Saufi? Saufi itu yang hewan penghasil susu itu, kan? Nggak
pantes buat lo. Sapikan gemuk, lo cuma tulang doang gini," celetuk Rio
tanpa dosa.
Ify melotot
geram, "elo tuh..." Ify sudah ingin maju, mencakar wajah tampan Rio.
Tapi Rio dengan segera melompat ke belakang Ozy, sementara Gabriel menahan
lengan Ify yang sudah mengamuk.
"Fy
udahlah Fy, elo kayak anak kecil deh," lerai Gabriel mencoba menarik Ify
menjauh.
Ozy nampak
kewalahan karena Ify mencoba menjangkau Rio yang berlindung di belakang
punggungnya. Gabrielpun akhirnya berhasil menjauhkan Ify dari Ozy dan Rio.
"Dada
Aly Sapi!" ejek Rio menjulurkan lidah, lalu segera menarik Ozy pergi dari
sana. Ia berlari menerobos kerumunan orang-orang di pintu ruang musik yang
refleks memberi jalan untuknya.
"ARRRGHHH
COWOK RESE NYEBELIN!!!" teriak Ify mengamuk marah.
^^^
"Ini
nih, cowok jelek itu," kata Ify menunjuk bakwan di piringnya. Acha yang
memerhatikan, mengangguk saja.
"Gue,
bakal..." Ify dengan kasar menusukkan garpunya ke tengah bakwan.
"Lalu, bakal gue," dengan tanpa perasaan Ify mencabik-cabik bakwan
itu, membuat Acha menatapnya takut dan ngeri.
"Dan
lalu ya Cha, bakal gue..." Ify meraih bakwan itu, lalu melemparnya sejauh
mungkin, membuat Acha menganga dan melotot.
"AW!"
Sebuah
jeritan membuat Ify dan Acha terkejut. Ternyata bakwan itu mengenai wajah
seseorang yang baru saja datang ke kantin sekolah ini. Ify dan Acha membelalak,
lalu saling pandang, dan meneguk ludah kompak.
Pemuda yang
mendapat lemparan tepat di wajahnya itu mengibaskan dan membersihkan bakwan,
lalu menoleh kesal, mencari siapa yang berani melempar bakwan tersebut. Ify dan
Acha segera membuang muka, belaga tak tahu menahu.
Melihat Ify
dan Acha yang bersikap paling kentara seakan menyembunyikan diri, pemuda itu
melotot geram dan mendekat.
"Woi
lampir!" panggilnya menggebrak pelan meja Ify dan Acha membuat keduanya
terkejut dan menoleh. Mereka makin terkejut melihat Rio yang menjadi korban.
"Pasti
lo yang lempar bakwan ke gue, kan?" Rio menunduk, menatap piring Ify.
Benar saja, ada beberapa gorengan termasuk bakwan di sana. Ia lalu mendelik ke
arah Ify. "Elo dendam sama gue? Emang ngajak berantem atau perang?"
Ify
mendelik geram, lalu berdiri menantang. "Perang. Orang kayak lo emang
kayak kompeni yang harus dimusnahin!"
"Dasar
sapi," ejek Rio kesal.
"Elo
kebo," balas Ify asal.
"Apa
lo bilang?"
"Kebo.
Nggak denger? Telinga bersihin tuh!"
Acha
menepuk keningnya sendiri, lalu segera berdiri di antara dua orang yang adu
tatap tajam itu. "Eh, udah ya. Jangan berantem lagi. Di kantin nih, semua
pada liat," kata Acha menenangkan.
Ify dan Rio
tersentak, lalu mengedarkan pandangan. Benar saja. Kini hampir semua mata
memerhatikan mereka.
Ify
menghembuskan nafas keras, "biar aja Cha. Biar semua tahu, ada anak baru
songong yang cari masalah di hari pertamanya!"
Rio
mendelik geram, "Elo yang cari masalah sama gue."
"Eh,
ngaca ya lo. Yang dari pagi ngacauin hari gue itu siapa?" balas Ify
melotot, lalu tanpa segan menendang tulang kering Rio, membuat Rio berteriak
sakit.
Acha
menganga kaget, lalu segera menenangkan Ify. Karena ia tahu, gadis itu kalau
sudah ngamuk tak bisa dikendalikan lagi. Bahkan tak peduli dengan reputasinya
sebagai bintang sekolah yang punya banyak prestasi.
Rio kini
tak diam, justru menginjak kaki Ify membuat Ify gantian berteriak. Ify lalu
mengulurkan kedua tangan, mencabik-cabik seragam Rio, Rio malah gantian menarik
rambut panjang Ify. Membuat kantin ramai seketika.
"Aduuuuhhh
udah dong aduh astaga!" Acha jadi panik sendiri sambil melerai, lalu menoleh
ke sekeliling dan melotot, "he! Bantuin gue. Malah nyorakin lagi!"
Beberapa
tersentak, tapi menurut. Beberapa malah jadi lebih sering menyoraki.
Jarang-jarang nih di sekolah ini, ada dua anak yang bertengkar seperti anak
kecil merebutkan mainan.
Para siswa
mencoba memisahkan Rio dan Ify yang terus saling melawan satu sama lain. Acha
juga mencoba menarik Ify menjauh.
"Berenti!!!
Berenti!!!" Seorang wanita dengan penampilan guru segera mendekat, dan
ikut memisahkan dua anak muridnya itu. "Alyssa, STOP!"
Ify
terkejut, dan refleks terdiam. Ia menoleh, dan membelalak melihat Miss Alya
sudah menarik lengannya menjauh. Rio juga jadi diam. Beberapa yang memisahkan
mereka menghela nafas lega karena sudah lelah mencoba memisahkan Rio dan Ify.
Rambut Ify kini sudah acak-acakan, sementara seragam Rio juga kusut tak karuan.
"Kalian
berdua," Alya menunjuk Ify dan Rio bergantian, "ke ruangan saya.
SEKARANG!"
Ify dan Rio
meneguk ludah. Sementara siswa lain dengan tanpa dosa bertepuk tangan senang.
Acha hanya melengos saja.
^^^
Alya
menghela nafas, menatap dua murid yang kini duduk di depan mejanya ini. Rambut
Ify sudah dikuncir dan menunduk. Sementara Rio merapikan seragamnya dan juga
sedikit menunduk.
"Saya
nggak pernah tahu tuh, kalau kantin sekarang jadi arena tinju," kata Alya
tajam, "dan setahu saya, sekolah ini SMA. Bukan Taman Kanak-kanak."
Ify
menggigit bibir, dan memainkan
jemari-jemarinya gelisah. Alya menoleh ke arahnya.
"Alyssa,
selama ini sikap kamu selalu baik. Dan kenapa sekarang berubah drastis?"
tanya Alya membuat Ify tersentak.
"Eum..
em... dia Miss," tuduh Ify menunjuk Rio membuat Rio terkejut dan menoleh.
"Dia mulai duluan."
"Eh,
nggak bu. Dia ngelempar bakwan ke muka saya!" kata Rio membela diri.
"Saya
nggak sengaja Miss. Dia aja yang sewotan. Dan juga ya Miss, tadi pas istirahat
dia pakai ruang musik seenaknya!" adu Ify membuat Rio melotot geram ke
gadis itu.
"Sudah
sudah, bahkan di depan guru kalian juga masih bertengkar?" lerai Alya tak
tahan. Ia lalu menoleh pada Rio, "kamu anak baru di kelas XI IPA 3, kan?
Siapa namamu?"
'Please
jangan sebut,' batin Ify membuang muka refleks. Rio melihat itu sekilas, tapi tak
peduli dan memandang Miss Alya lagi.
"Rio
bu," jawab Rio yang tanpa sadar melirik Ify, lalu mengerutkan kening.
Melihat Ify memejamkan mata sejenak saat Rio mengucap namanya.
"Panggil
saya Miss Alya," kata Alya tegas, Rio mengangguk menurut. "Kenapa kamu
pindah?"
"Ikut
orang tua," jawab Rio seadanya.
"Bukan
karena kesalahan kamu, kan?" tanya Alya curiga.
"Ya
nggaklah Miss. Saya ini anak kebanggaan sekolah loh," ucap Rio
menyombongkan diri. Ify segera mencibir mendengarnya.
Alis Alya
terangkat, "Oh ya? Dalam hal?"
"Basket
sama nyanyi," jawab Rio tenang. "Saya dulu kapten basket, dan sering
ikut lomba nyanyi kota."
"Sekolah
lo nggak bener kenapa bisa milih orang begini," gumam Ify menggerutu, Rio
mendelik ke arahnya.
Alya
menatap keduanya bergantian, lalu mendesah. "Kalau begitu, kamu bergabung
dengan ekskul musik saja ya."
Ify segera
mendongak dan membelalak. Rio juga ikut tersentak.
"Oktober
nanti akan ada pensi. Ekskul musik selalu tampil. Dan kali ini, saya akan
langsung memilih sebagai pembina ekskul itu. Kalau kalian berdua, harus berduet
nanti."
"HA?!"
"Miss,
nggak salah?" tanya Ify tak percaya.
"Miss
maaf ya, bukannya nolak tapi saya nggak lefel duet sama cewek begini,"
sahut Rio membuat Ify mendelik.
"Nggak
akan Miss. Nanti dikira saya ngiringin topeng monyet lagi," kata Ify
membalas.
"Atau
gue dikira nyanyi buat manggil jelangkung kayak lo."
"Diem
lo kebo."
"Lo
sapi."
"Kebo!"
"Sapi!"
"Alyssaaaaa
Riooooo," teriak Alya membuat mulut Ify dan Rio segera menutup. Guru muda
itu menghembuskan nafas lelah, "Ini baru hari pertama kalian bertemu, dan
kalian sudah jadi musuh besar seperti ini?"
Ify
mendengus, lalu memajukan bibirnya, "dia ngeselin Miss."
"Elo
juga," sahut Rio segera.
"Pokoknya
Miss nggak mau tahu. Ini sebagai hukuman!" tegas Alya tak bisa dibantah.
"Tapi
Miss..."
"Alyssa,"
potong Alya sebelum ucapan Ify usai, "kamu memang ketua, tapi saya
pembinanya. Ini keputusan saya."
Ify
terdiam, lalu menghela nafas keras dan sedikit merenggut.
"Sekarang
kamu boleh pergi, kembali ke kelas," ucap Alya.
Ify dan Rio
mendesah pelan, lalu sama-sama berdiri.
"Bukan
kalian berdua, hanya Alyssa."
Rio
tersentak, dan menoleh. Ify tersenyum senang dan menatap Rio seakan berkata,
'mampus lo!'. Rio hanya mencibir, lalu kembali duduk. Ify dengan suka cita
keluar dari ruangan Miss Alya.
"Ada
apa Miss?" tanya Rio mulai menerka-nerka. Diceramahi lagi kah? Atau makin
ditambah hukuman? Apalagi Rio anak baru. Pasti deh dapat teguran keras karena
hari pertama saja sudah buat heboh.
"Besok,
saya ingin bertemu orangtuamu ya," kata Alya tenang sambil meraih sebuah
amplop di atas mejanya.
Rio
membelalak, "yah Miss... jangan dong. Baru juga hari pertama," kata
Rio memelas.
"Tidak,
bukan untuk membicarakan hal ini. Saya hanya ingin tahu kamu. Kamukan murid
baru," kata Alya sambil menulis sesuatu di selembar kertas yang memang
sudah disiapkan di laci mejanya. "Siapa nama lengkap kamu?"
Rio
melengos pasrah, "Mario Bintang Haling."
"Mario,
Bintang..." Alya tiba-tiba terdiam. Ia tersentak, dan mendongak.
"Siapa?"
"Bintang
Haling," jawab Rio santai.
Alya
mengerutkan kening, "kok... saya pernah dengar nama itu ya," ucap
Alya mencoba mengingat.
"Ha?
Dimana Miss? Nama itu cuma saya yang punya kok!" ucap Rio yakin.
Alya
terdiam. Ia bergumam sejenak, "oh, mungkin perasaan saya aja," kata
Alya lalu kembali menuliskan nama Rio.
Rio hanya
mengedikkan bahu. Walau agak penasaran. Kenapa sih orang sekolah ini selalu
bereaksi aneh saat mendengar namanya? Dimulai dari cowok di ruang musik tadi,
gadis sapi itu, dan juga Miss Alya. Memang ada apa dengan nama Rio ataupun
Mario Bintang Haling?
"Ini,
serahkan ke orangtuamu. Senin saya tunggu sampai jam sebelas," kata Alya
menyerahkan amplop pada Rio.
Rio
mendesah, tapi menurut saja menerimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar