Selasa, 26 Februari 2013

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 23


Ada kisah lain yang menarik. Kisah cinta selain dari para tokoh utama. Mereka merangkai cerita sendiri. Debo, si playboy yang bersahabat kecil dengan Ify, yang disebut-sebut sebagai princess smanhar; Cakka, playboy juga yang masih sangat mengharapkan kembalinya sang mantan; dan Gabriel, yang juga merupakan playboy yang tak tahu lagi seperti apa gaya pacarannya, yang sudah jatuh hati pada seorang gadis dari Malang.
Bagaimana kelanjutan kisah tiga playboy itu?

Part 23. Another Love Story

Aku ingin bercerita. Apa kamu akan mendengarkannya?

Pasti.

Kenapa begitu?

Akukan sahabatmu.

Apa setiap sahabat harus mendengarkan cerita sahabatnya?

Iyalah. Sahabat itu harus mau mendengarkan cerita ataupun keluhan sahabatnya. Bersahabat itukan berbagi. Jadi kita juga harus berbagi cerita masing-masing. Aku akan selalu siap mendengarkan ceritamu kapan saja. Dan juga pada sahabat-sahabatku nanti.

***

"Thanks kalian udah coba nenangin dia," kata Rio kala mereka duduk di pinggir lapangan basket.
Deva, Lintar, Rizky, Kiki, Zevana, Debo, serta Ify mengangguk-anggukkan kepala duduk lesehan di depan Rio. Acha dan Rio duduk di bangku, seakan seperti pemimpin. Ya, walau pada kenyataan memang Rio adalah 'pemimpin'.
"Ini idenya Debo," ucap Zeva menunjuk Debo. "Tapi karena sebagai cowok, Keke pasti canggung ngomong ke dia. Jadi Ify deh yang ditunjuk."
Ify mengangguk, "dia udah gue anggap adek sendiri kok. Kayak Acha," ucapnya tulus.
Rio menghela nafas, "Thanks ya De, Fy, kalian emang selalu ada buat gue," katanya tulus tersenyum tipis.
"Kitakan sahabat Yo," ucap Debo dan Ify kompak. Namun keduanya jadi sama-sama terkejut dan saling menoleh. Hanya sedetik. Karena berikutnya mereka langsung membuang muka.
Deva dan yang lain melihat itu dengan kening berkerut. Walau Acha dan Rio tak heran.
Rio tersenyum tipis lagi. "Kalian emang sahabat gue dari dulu. Dulu kita cuma bertiga, dan sekarang ditambah sama yang lain. Gue benar-benar bersyukur pernah kenal dan ketemu kalian semua."
Deva tertawa dan menepuk lutut Rio. "Lo kayak orang mau mati aja deh, Yo. Kita semua dari dulu emang bersyukur dan bahagia karena udah dipertemukan."
Rio mengangguk-angguk kecil, "kalian juga bersyukurkan sudah saling dipertemukan?" tanya Rio menoleh pada Debo dan Ify bergantian, membuat kedua orang itu terkejut karena tiba-tiba ditanya seperti itu.
Deva, Rizky, Lintar, Zeva, serta Kiki mengerutkan kening tak mengerti menatap Ify dan Debo bergantian. Kedua orang itu terdiam tak menjawab.
Acha menyenggol pelan Rio, menegur kakaknya itu karena telah mengorek luka lama. Tapi Rio hanya acuh saja. Toh itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Minggu depan mereka sudah akan try out terakhir. Masihkah kedua orang itu tetap seperti ini saja walau akan melepas masa putih abu-abu?
"Ehm. Eh, sorry, gue baru inget si Cahya nungguin gue di kelasnya. Gue kesana dulu ya," kata Debo beralasan sambil berdiri.
Ify meneguk ludah. "Gue ke toilet dulu," katanya ikut berdiri, dan segera pergi.
Debo yang belum beranjak, mendesah pelan tapi juga membalikkan tubuh dan melangkah menjauh. Berlawanan dengan arah Ify.
Semua yang tersisa di sana memandangi kedua orang itu bergantian.
"Mereka kenapa sih?" tanya Rizky tak bisa menahan diri untuk tak penasaran.
"Kalian nyadar nggak, mereka tuh nggak pernah teguran satu sama lain selama ini. Gue dari dulu heran kenapa mereka kayak orang musuhan, bahkan kayak nggak kenal," kata Deva ikut, "padahalkan kita sering ngumpul bareng."
"Dan juga... bukannya lo sahabatan sama Ify Debo dari dulu ya Yo? Berarti dari dulu mereka udah kenal, kan?" tanya Zeva juga tak tahu menahu.
Rio dan Acha saling pandang sejenak, lalu menghela nafas di detik yang sama.
"Memangnya kalian nggak tahu ya?" tanya Acha. Semua menggeleng kompak. "Em... karena Acha nggak tahu cerita jelasnya, lebih baik Kak Rio aja yang jelasin," kata Acha menunjuk Rio.
Rio agak tersentak, "ah nggak! Nggak ada bakat ngedongeng," tolak Rio mentah-mentah.
"Yah Yo... cerita dong, apaan sih?" desak Zeva memelas.
"Iya Yo, ringkas aja deh nggak usah panjang-panjang," kata Lintar ikutan. Yang lain juga begitu.
Rio terdiam agak lama. Ia menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya pelan. Semua menunggu dan mendengarkan dengan serius.
"Dulu... mereka pernah jadian."
"HA?!??"
Rio dan Acha sampai terloncat kecil mendengar jeritan spontan mereka. Bahkan Kiki, yan terkenal selalu bersikap tenang dand iam, juga ikutan menganga kaget.
"Jadian? Kapan?"
"Ify mantannya Debo?"
"Kok gue nggak tahu?"
"Sejak kapan mereka pacaran?"
"Putusnya kapan?"
"Mereka kenapa putus? Ada masalah ya?"
"Jangan-jangan Debo selingkuh ya Yo? Diakan playboy!"
"Atau jangan-jangan karena putus dari Ify, Debo jadi playboy?"
"DIEM WOY!!!"
Para murid yang duduk lesehan di depan Rio sontak menurut dan menutup mulut. Rio mendelik kesal ke arah mereka yang telah menyerbunya bertubi-tubi. Rio menghela nafas keras.
"Kalau kalian banyak ngoceh, gue nggak bakal lanjutin!" ancam Rio ketus.
"Eh, iya ya. Lanjut Yo, lanjut," ucap mereka segera menurut dan mengalah.
Rio menghela nafas panjang, lalu mulai menceritakan semua.
Entah mulai sejak kapan, Debo mulai merasakan hal berbeda kala melihat Ify. Tepatnya saat mereka menginjak bangku SMP. Saat mereka sedang mengalami masa puber dan awal-awal merasakan cinta monyet. Debo mengaku pada Rio bahwa ia mulai menyukai Ify. Dan Rio dengan santai memberitahukannya pada Ify saat itu. Ify sempat tak percaya walau pipinya memerah. Karena hal itu, Rio -dengan paksa- membawa Ify mendatangi Debo. Rio berkata Ify tak percaya bahwa Debo menyukainya. Debo awalnya salah tingkah, tapi mengaku. Ify yang memang juga rasakan hal sama, menerimanya. Mereka pacaran sejak kelas dua SMP. Semua berjalan bahagia dan baik. Tapi sampai kenaikkan kelas, tiba-tiba ada sosok lain datang. Riko namanya. Dia adalah teman SD Rio, Debo, dan juga Ify. Saat kelas enam dulu, Riko pernah mengaku menyukai Ify. Tapi karena mereka masih kecil, keduanya tak berani untuk berpacaran. Walaupun begitu, mereka sering diledeki teman-teman sekolah. Termasuk Rio dan Debo. Bahkan Rio sering kali mendorong Ify ke arah Riko. Dan saat itu tiba-tiba saja Riko ada di depan SMP mereka, yang langsung bertemu pada Ify. Riko mengaku datang untuk bertemu Ify karena rindu pada gadis cantik itu. Ia mengambil tangan Ify, menggenggamnya dan berkata bahwa ia ingin melanjutkan kisah cinta monyet mereka kala SD dulu. Dan tindakan itu tepat kala Rio serta Debo keluar dari sekolah. Mereka tersentak melihat Ify yang membeku dipegang tangannya oleh Riko. Debo langsung tersulut emosinya dan mendatangi dua orang itu. Perkelahianpun terjadi. Rio mencoba melerai. Tapi kemudian, Debo malah pergi begitu saja tanpa berkata apapun, Meninggalkan Ify yang menangis di sana. Setelah itu, keduanya tak pernah saling tegur. Mereka tak mau saling tatap. Di kelaspun Debo pindah tempat duduk jadi sangat jauh dari Ify. Jendela kamar mereka sama-sama tertutup rapat padahal rumah mereka berhadapan. Awalnya Ify mengira ini hanya waktu untuk saling menenangkan hati. Karena itu, setelah ia merasa semua mereda, Ify memberanikan diri bertemu Debo. Ia mencoba meminta maaf. Tapi ternyata Debo malah tak mendengarkan dan pergi begitu saja. Ify berkali-kali menjelaskan dan memohon, tapi Debo tetap keras kepala dan tak peduli. Itu adalah patah hati pertamya. Ia benar-benar merasa dikhianati. Karena, saat pertama kali hati tersakiti, lukanya sangat sulit untuk terobati. Semua juga tahu itu. Ifypun mengalah. Ia menyerah, dan akhirnya mengucapkan kalimat itu. Bahwa memang mereka harus berhenti di sini. Ify tak tahu, bahwa Debo sangat kehilangan sosoknya. Ia memang marah besar pada Ify, tapi rasa sayang pemuda itu juga tak kalah besar. Namun... ia meluapkan amarahnya itu dengan cara salah. Secara perlahan pemuda itu mulai berubah. Ia menjadi seorang playboy. Tak pernah serius menjalani hubungan. Ia tak mau tahu perasaan seorang perempuan. Tak peduli lagi. Hati pemuda itu sudah mati. Ify hanya memandanginya dari jauh. Tanpa pernah menegur sekalipun. Dan hal itu sampai berlanjut ke kelas tiga SMA sampai saat ini. Mereka tak pernah saling tegur sapa dan terus menghindar. Walau terus saja sekelas dan tak pernah terpisah, tapi mereka masih sama. Walau juga berkumpul di pertemanan yang sama, mereka seperti dua orang tak saling mengenal. Padahal dulu, Debo dan Ify adalah sepasang sahabat akrab yang dekat dan selalu bersama. Tapi kini keduanya telah berubah. Sama-sama 'keras'. Walau keduanya masih memiliki keinginan kembali bersama, tapi ego mereka terlalu tinggi hingga berusaha terlihat saling tak peduli.
Lintar, Zeva, Deva, Rizky, dan juga Kiki terdiam mendengarkan semua. Terkadang Zeva menutup mulut dengan telapak tangan. Mereka tak percaya dengan masa lalu dua sahabat mereka itu.
"Kita harus ngelakuin sesuatu, Yo. Mereka nggak bisa terus-terusan gini!" kata Deva memberi argumen.
Acha mengangguk-angguk setuju, "padahal dulu ya, mereka tuh dekeeeett banget. Kalau ngajak main Kak Rio, pasti datangnya berdua. Pokoknya, ada Debo ada Ify!"
"Tapi kita harus apa? Berapa kali gue coba buat mereka rukun," kata Rio putus asa.
Mereka terdiam. Sampai akhirnya senyuman lebar terngiang di wajah cantik Acha. Gadis itu menjetikkan jari dengan girang, membuat semua menoleh padanya dan mengangkat alis.
^^^
Gabriel, Cakka, dan Alvin menuruni tangga sekolah menuju kantin. Sampai mereka tak sengaja memandang ke ujung koridor, terlihat Ray berjalan dengan seorang siswi. Mereka diam sejenak, tak heran. Tapi...
Ketiga pemuda tampan itu menajamkan pandangan. Mereka membelalak kompak. Melihat siswi yang bersama Ray adalah Olivia, murid 12 IPS 2 itu. Mantan Ray yang superjutek dan pasti saja galak kalau Ray dekat-dekat dengannya. Tapi kini?
"Woy bro!" teriak Ray kala melihat ketiga sahabatnya itu. Ia menyeringai lebar, lalu menoleh pada Olivia dan berkata sesuatu. Setelah itu pemuda berambut lebat itu berlari mendatangi Gabriel dan yang lain yang masih tenganga tak percaya dan juga tak mengerti.
"Jangan lebar-lebar nanti lalat masuk," tegur Ray mengibaskan tangan di depan mulut ketiganya. Sontak, ketiga pemuda itu tersadar dan menatap Ray.
"Lo apain Olivia sampai luluh gitu? Wah... lo pelet ya jangan-jangan?" tuduh Cakka melototi Ray.
"Sembarangan lo!" sahut Ray balas melotot, "gue hebat, kan?" sombongnya sambil membusungkan dada dan menyisir rambut ke belakang.
Gabriel, Cakka, dan Alvin mendelik.
"Elo... jangan bilang udah...." kalimat Alvin terputus-putus sambil memicingkan mata ke arah Ray.
Ray tersenyum, lalu tertawa. "Iya bro. Gue balikan!"
"Serius lo?" mata Cakka kembali membelalak lebar. "Eh kok bisa? Kan dia pernah newain lo lagi selingkuh!"
Ray tersenyum menyeringai, "Gue udah insyaf jadi playboy!" ucapnya mantap membuat ketiga lain tenganga. Tapi detik berikutnya Gabriel dan yang lain malah tertawa geli, membuat Ray mendelik.
 "Yeee lo kira gue becanda? Beneran nih! Nggak gampang lo ternyata ninggalin dunia keplayboyan."
Gabriel, Cakka, dan Alvin makin tertawa ngakak.
"Ketawa aja terus. Lo pikir gue ngelawak? Pengorbanan gue berat bro! Ya... tapi hasilnya mantep sih. Oliv balik ke gue," kata Ray dengan akhir senyum lebar cemerlang.
Ketiganya jadi terdiam. Benar juga sih. Olivia bisa sampai luluh begini berarti Ray benar-benar serius.
"Em... oke oke. Gimana caranya elo yakinin dia?" tanya Cakka ingin tahu.
Ray tersenyum menyeringai lagi, sambil memasukkan kedua tangan di kantong celananya. Ia mulai berjalan. Gabriel, Alvin serta Cakka mengikuti di belakang dengan penasaran. Biasanya Gabriel yang berjalan paling depan. Tapi kali ini justru Ray.
"Gue yakinin dia mati-matian. Lo tahu sendirikan Oliv tuh juteknya minta ampun sama gue? Gue bahkan sampai mutusin semua cewek gue di depan dia. Dan lo harus tahu yang ini nih. Gue teriak gue sayang banget sama dia di kafe, men!" Ray cerita menggebu-gebu membuat Alvin, Cakka, dan Gabriel makin mendekat dengan antusias. "Hampir semua cewek yang lagi masa pendekatan sama gue ada di sono, dan mereka liat itu! Beuuhhh..." Ray menutup wajah dengan telapak tangan. Ia kemudian berbalik badan, menatap ketiga sahabatnya itu. "Finally, it's the end. With a happy ending love story," ucapnya bergaya lebay dengan senyuman lebar bahagia.
"Lo hebat," komentar Alvin takjub. Ray tertawa.
"Tuh Kka! Ray aja bisa, kenapa lo nggak?" kata Gabriel menepuk pundak Cakka membuat Cakka mengerjap dan tersentak.
"Alah, elo juga. Gimana sepupu gue mau sama lo, kalau elo masih ada di dunia ke-play-boy-an," kata Alvin menekankan kata akhir.
Gabriel menyeringai, "Sip! Gue bakal berusaha, Vin!" katanya penuh semangat sambil mengepalkan tangan, membuat Alvin agak mendelik.
"Kka, dengar ya. Perempuan tuh bakal luluh kalau elo nunjukkin ke dia lo bener-bener tulus sayang sama dia. Perempuan juga suka cowok yang mau berkorban demi dia. Gue rela ngelakuin apapun demi Olivia, karena gue bener sayang sama dia," ucap Ray memberi nasihat. "Lagipula, kadang kita memang harus mengorbankan banyak hal untuk dapatkan apa yang kita inginkan. Dan elo harus rela lakuin hal itu kalau mau balikan sama Oik."
Cakka terdiam dan tertegun. Tapi tak lama ia melengos panjang, "ada Agni. Susah," ucapnya lemas dan putus asa.
"Agni itu cewek!" tegur Ray menepuk lengan Cakka.
"Ya gue tahu! Sejak kapan gue raguin?" sahut Cakka agak ketus.
"Guekan udah ngomong sama lo. Kalau elo beneran tulus, cewek bakal luluh, bro. Dan kalau elo bener tulus sama Oik, Agni juga bakal luluh sama perjuangan lo," jelas Ray memberi semangat.
"Tapi... Agni tuh keras kepala," kata Cakka kembali lemas.
"Sekeras apa sih? Buktinya Irsyad bisa tuh luluhin dia," kata Alvin membuat semua tersentak.
"Oh, ya! Gue lupa. Irsyadkan pacarnya Agni!" kata Ray senang dan gembira. Ia lalu menoleh pada Cakka dengan mata berbinar. "Kalau gitu..."
"Ada Irsyad yang bakal bantuin lo luluhin Agni," sambung Alvin tersenyum.
Cakka tertawa senang, lalu tersenyum lebar. Ia bertos ria dengan Ray dan bersorak gembira.
"Ah! Gue harus kasih tahu Ozy!" ucap Cakka senang dan ingin beranjak, tapi segera ditahan Ray.
Ekspresi wajah Ray berubah seketika. "Nggak usah. Bikin capek elo."
"Kenapa?" tanya Cakka mengangkat alis.
"Gue padahal ngasih tahu pertama kali gue balikan sama Oliv ke dia. Tapi responnya datar aja," jawab Ray agak lesu. Cakka jadi terdiam.
Alvin menghela nafas, "udahlah. Nanti juga dia balik ceria lagi kok," ucapnya lalu kembali melangkah. 'Semoga aja,' sambungnya dalam hati tanpa ada yang tahu. Hanya pemuda itu. Tanpa berniat memberitahukan semua pada ketiga sahabatnya sendiri.
^^^
Gabriel melipat kedua tangan di atas meja, lalu menumpukan dagu di atasnya. Mata pemuda itu menatap hape yang tergeletak tak jauh di depannya. Ia diam. Terus diam. Sampai hape itu mendadak berdering, membuatnya agak meloncat kaget. Dengan cepat segera diraihnya smartphone itu. Tapi garis wajahnya mengendor seketika bukan sms yang ia inginkan yang datang.
Gabriel mendecak, tak berniat membuka apalagi membalas sms tak penting itu -ya tentu saja dari para perempuan loversnya-. Ia mendesah, dan kali ini bersandar di sandaran kursi belajarnya. Matanya kembali fokus menatap layar hape. Layar itu kembali nyala dan berdering, membuat Gabriel berdebar dan meraihnya.
Oh shit.
Sms itu lagi. Rasanya ingin sekali membanting hape ini. Kenapa sih yang diharapkan selalu saja tak pernah datang? Hape ini juga. Kenapa sms masuk malah dari yang tak diharapkan, sedangkan sms yang ditunggu entah sedang ada dimana.
Apakah ini karena sinyal? Ah bodoh. Ibukota begini kehilangan sinyal? Memangnya pedalaman apa.
Gabriel mendengus. Bertepatan kala hapenya berdering. Ia diam sejenak, memandangi hape itu sampai tak lama berhenti. Dengan malas diraihnya dan ditekan tombol kunci.
Sontak mata pemuda itu melebar dan segera menegakkan tubuh. Dibukanya segera sms masuk.

From: Alvin
Iya, dia lagi nyantai aja. Katanya, kalau lo mau sms, cepetan sms. Dia mau tidur. Kalau ga, ya terserah lo.
Tp knpa dia jd baik sama lo sih -_-

Gabriel refleks tersenyum lebar. Ia tertawa-tawa riang, lalu melangkah senang menuju ranjang dan menghempaskan tubuh di sana. Dengan segera ia membuat pesan baru. Tapi tak lama senyuman pemuda itu meluntur.
Nanti dulu. Mau sms apa nih?
Pemuda tampan itu memukul pelan kepalanya sendiri. Bodoh. Sekarang dia malah tak tahu harus memulai darimana. Ia mendesah, lalu mencoba mengetik. Tapi tak lama tangannya malah menghapus seluruh teks. Tak lama ia terdiam lagi. Mencoba mengetik, tapi tak lama dihapus kembali. Dan seperti itu terus menerus.
^^^
Sivia mengunyah snack di mulutnya sambil menonton layar televisi di depan sofa yang ia duduki. Perlahan, matanya agak bergerak. Melirik ke arah layar hape yang ditaruh di atas meja depan sofa. Ia menelan snack di mulutnya. Tapi lalu mendesah dan mencoba fokus menonton. Tapi tetap saja matanya tak bisa berhenti melirik ke arah hape.
Mana nih yang kata Alvin mau sms? Kok hapenya diam saja?
Em, wait. Untuk apa Sivia menunggu? Ah bodoh.
Sivia menggeleng sendiri dan kembali memandang ke layar televisi. Namun gadis itu malah jadi gelisah. Ditolehkan kepala pada Alvin yang duduk di meja makan sedang asik otp-an dengan Shilla. Sivia menghembuskan nafas, dan kembali melirik hape.
"Itung sampai sepuluh deh. Kalau nggak sms juga, aku tinggal tidur," gumam Sivia menatap hape. Ia menarik nafas dalam, lalu mulai menghitung sambil menatap hape dengan perasaan yang tanpa sadar jadi berharap.
"Sepuluh..."
^^^
"SEPULUH JAM JUGA NGGAK AKAN SELESAIIII!!!!" teriak Gabriel frustasi. Ia mengacak-acak rambutnya, lalu menghembuskan nafas keras menatap hape. "Kalau gini terus sampai kapan gue bakal sms dia? Bego!"
Gabriel segera mengetikkan sebuah sms.

To: Sivia
Hei! :)
Lg apa? Hehehe.

Gabriel membacanya sekali lagi. Em, oke... kenapa dia memberi tawa di akhir? Ah sudahlah. Nanti malah jadi makin lama. Dengan cepat Gabriel menekan tombol send sebelum jarinya malah menghapus kembali pesan itu.
Dan di tempat si penerima pesan....
"Dua.... sa...." kata Sivia menggantung. Ia memandangi hape. Namun tak ada yang terjadi. Gadis itu agak kecewa, "sa..." diulanginya lagi. Tapi tetap saja tak ada yang terjadi. Ia menggeram sendiri. "Sa....." Kembali tak ingin kata itu selesai diucap. Tanpa sadar ternyata ia telah berharap diam-diam.
Hape mendadak berdering, membuat wajah Sivia langsung merekah.
"Satu! Satu! Pas banget sih itungannya Via," katanya girang pada diri sendiri.
Alvin yang sedang menelpon jadi menoleh mendengar seruan riang itu. Ia mengangkat alis kala Sivia membuka sms masuk. Sivia seperti tersenyum geli, lalu mengetik balasan. Alvin melebarkan mata. Eh eh eh eh eeeehhh kok sepupunya itu terlihat senang? Itu sms dari Gabrielkah? Jangan bilang kalau Sivia.....
"Vin!"
Alvin terlonjak kala ditelpon Shilla sudah memanggil dengan kesal. Ia mengomel karena Alvin tak mendengarkan. Alvin mengeluh sekilas, tapi alu kembali menanggapi kekasihnya itu.
Tanpa sadar, Sivia malah jadi larut sendiri. Ia terkadang sengaja membalas lama, tapi entah kenapa dirinya malah tak bisa menahan diri untuk tidak bergegas membalas.
Berkilo meter dari tempatnya, Gabriel terus saja tertawa-tawa sambil tersenyum-senyum. Tak memedulikan sejumlah sms dan telpon yang ia reject berkali-kali dari para gadis yang setia menantinya. Gabriel telah memutuskan untuk menjauh. Tak peduli kini mereka mau apa. Karena sekarang yang diinginkan Gabriel adalah Sivia. Dan ia harus mendapatkan gadis itu bagaimanapun caranya. Gabriel akan mengikuti cara Ray. Ia akan berhenti bermain-main dengan perempuan. Karena kini, pemuda itu telah menyadari bahwa ia benar-benar telah 'jatuh' pada gadis berlesung pipi sepupu Alvin dari Malang itu. Gadis ini menarik. Berbeda dengan gadis biasanya. Walau mereka baru pertama kali bertemu, tapi wajah cantiknya tak pernah sedetikpun pergi dari benak Gabriel. Apa ini yang dikatakan mabuk cinta? Apa ini rasanya 'gila' saat jatuh cinta? Ternyata... mengasyikkan juga ya?
Malam itu Gabriel tertidur pulas dengan senyuman tercetak jelas di wajah tampannya. Walau saat ia membuka mata ataupun menutup mata, tetap saja wajah gadis itu yang terlihat. Aneh ya? Apalagi saat tertidur seperti ini, Gabriel dapat bertemu dengannya dalam mimpi. Mengatur kisah manis berdua sesuka hati. Dan kini, sebuah sms terakhir dari gadis itu mengantarkan Gabriel dalam mimpi indahnya bersama gadis cantik itu.

From: Sivia
Oke, selamat tidur jga. Bsok aku tunggu.

xxxxx
SIVIAAAAAAAA  ("¬_¬)--o)*з*)ː̖́. Apa itu maksud smsnya coba?! Щ(ºДºщ)
*Ehm, maaf. Penulis randomnya udah parah*
Oke, back to story ya.
Ecieeee love seasonnya udah pada bersemi semua. Walau part-part sebelumnya ada dua pasangan yang berkabung(?) sekarang ada empat pasangan yang berbunga-bunga ecieeee
Debo sama Ify kayaknya bakal disatuin lagi tuh. Ray balikan sama Oliv ecie ecieee. Cakka lagi niat mau usaha balikan. Dan..... huuuuffftt Gabriel udah tahap smsan sama Sivia. Oh, cie. (-_-)
Part depan.... hm oke. Part 24. Kayaknya aku pernah bahas ini deh di salah satu part. Bisa dibilang spesial part untuk salah satu couple. Bukan, bukan. Bukan couple yg lagi didemo utk cepetan muncul lagi karena lama ga muncul *ifyouknowwhatImean*. Tapi couple lainnya. Yg agak nyesek bagi saya *mungkinadayangtahu* So, wait aja. Maap kemaren-kemaren ngaret. Akunya kembali drop nih u,u doakan kesehatan saya ya, semoga cepet sembuh juga penyakitnya pergi-pergi jangan kembali lagi (AMIN AMIN AMIIIIN)
Jangan lupa follow @_ALders . Udah bakal ada kuisnya loh! ;)

@aleastri ({})

1 komentar: