Ada kisah lain yang menarik. Kisah cinta
selain dari para tokoh utama. Mereka merangkai cerita sendiri. Debo, si playboy
yang bersahabat kecil dengan Ify, yang disebut-sebut sebagai princess smanhar;
Cakka, playboy juga yang masih sangat mengharapkan kembalinya sang mantan; dan
Gabriel, yang juga merupakan playboy yang tak tahu lagi seperti apa gaya
pacarannya, yang sudah jatuh hati pada seorang gadis dari Malang.
Bagaimana kelanjutan kisah tiga playboy
itu?
Part 23. Another Love Story
Aku ingin bercerita. Apa kamu akan
mendengarkannya?
Pasti.
Kenapa begitu?
Akukan sahabatmu.
Apa setiap sahabat harus mendengarkan
cerita sahabatnya?
Iyalah. Sahabat itu harus mau mendengarkan cerita ataupun
keluhan sahabatnya. Bersahabat itukan berbagi. Jadi kita juga harus berbagi
cerita masing-masing. Aku akan selalu siap mendengarkan ceritamu kapan saja.
Dan juga pada sahabat-sahabatku nanti.
***
"Thanks kalian udah coba nenangin
dia," kata Rio kala mereka duduk di pinggir lapangan basket.
Deva, Lintar, Rizky, Kiki, Zevana, Debo,
serta Ify mengangguk-anggukkan kepala duduk lesehan di depan Rio. Acha dan Rio
duduk di bangku, seakan seperti pemimpin. Ya, walau pada kenyataan memang Rio
adalah 'pemimpin'.
"Ini idenya Debo," ucap Zeva
menunjuk Debo. "Tapi karena sebagai cowok, Keke pasti canggung ngomong ke
dia. Jadi Ify deh yang ditunjuk."
Ify mengangguk, "dia udah gue anggap
adek sendiri kok. Kayak Acha," ucapnya tulus.
Rio menghela nafas, "Thanks ya De,
Fy, kalian emang selalu ada buat gue," katanya tulus tersenyum tipis.
"Kitakan sahabat Yo," ucap Debo
dan Ify kompak. Namun keduanya jadi sama-sama terkejut dan saling menoleh.
Hanya sedetik. Karena berikutnya mereka langsung membuang muka.
Deva dan yang lain melihat itu dengan
kening berkerut. Walau Acha dan Rio tak heran.
Rio tersenyum tipis lagi. "Kalian
emang sahabat gue dari dulu. Dulu kita cuma bertiga, dan sekarang ditambah sama
yang lain. Gue benar-benar bersyukur pernah kenal dan ketemu kalian
semua."
Deva tertawa dan menepuk lutut Rio.
"Lo kayak orang mau mati aja deh, Yo. Kita semua dari dulu emang bersyukur
dan bahagia karena udah dipertemukan."
Rio mengangguk-angguk kecil, "kalian
juga bersyukurkan sudah saling dipertemukan?" tanya Rio menoleh pada Debo
dan Ify bergantian, membuat kedua orang itu terkejut karena tiba-tiba ditanya
seperti itu.
Deva, Rizky, Lintar, Zeva, serta Kiki
mengerutkan kening tak mengerti menatap Ify dan Debo bergantian. Kedua orang
itu terdiam tak menjawab.
Acha menyenggol pelan Rio, menegur
kakaknya itu karena telah mengorek luka lama. Tapi Rio hanya acuh saja. Toh itu
sudah bertahun-tahun yang lalu. Minggu depan mereka sudah akan try out
terakhir. Masihkah kedua orang itu tetap seperti ini saja walau akan melepas
masa putih abu-abu?
"Ehm. Eh, sorry, gue baru inget si
Cahya nungguin gue di kelasnya. Gue kesana dulu ya," kata Debo beralasan
sambil berdiri.
Ify meneguk ludah. "Gue ke toilet
dulu," katanya ikut berdiri, dan segera pergi.
Debo yang belum beranjak, mendesah pelan
tapi juga membalikkan tubuh dan melangkah menjauh. Berlawanan dengan arah Ify.
Semua yang tersisa di sana memandangi
kedua orang itu bergantian.
"Mereka kenapa sih?" tanya
Rizky tak bisa menahan diri untuk tak penasaran.
"Kalian nyadar nggak, mereka tuh nggak pernah teguran
satu sama lain selama ini. Gue dari dulu heran kenapa mereka kayak orang
musuhan, bahkan kayak nggak kenal," kata Deva ikut, "padahalkan kita
sering ngumpul bareng."
"Dan juga... bukannya lo sahabatan sama Ify Debo dari
dulu ya Yo? Berarti dari dulu mereka udah kenal, kan?" tanya Zeva juga tak
tahu menahu.
Rio dan Acha saling pandang sejenak, lalu menghela nafas di
detik yang sama.
"Memangnya kalian nggak tahu ya?" tanya Acha. Semua
menggeleng kompak. "Em... karena Acha nggak tahu cerita jelasnya, lebih
baik Kak Rio aja yang jelasin," kata Acha menunjuk Rio.
Rio agak tersentak, "ah nggak! Nggak ada bakat
ngedongeng," tolak Rio mentah-mentah.
"Yah Yo... cerita dong, apaan sih?" desak Zeva
memelas.
"Iya Yo, ringkas aja deh nggak usah
panjang-panjang," kata Lintar ikutan. Yang lain juga begitu.
Rio terdiam agak lama. Ia menarik nafas dalam, lalu
menghembuskannya pelan. Semua menunggu dan mendengarkan dengan serius.
"Dulu... mereka pernah jadian."
"HA?!??"
Rio dan Acha sampai terloncat kecil mendengar jeritan spontan
mereka. Bahkan Kiki, yan terkenal selalu bersikap tenang dand iam, juga ikutan
menganga kaget.
"Jadian? Kapan?"
"Ify mantannya Debo?"
"Kok gue nggak tahu?"
"Sejak kapan mereka pacaran?"
"Putusnya kapan?"
"Mereka kenapa putus? Ada masalah ya?"
"Jangan-jangan Debo selingkuh ya Yo? Diakan
playboy!"
"Atau jangan-jangan karena putus dari Ify, Debo jadi
playboy?"
"DIEM WOY!!!"
Para murid yang duduk lesehan di depan Rio sontak menurut dan
menutup mulut. Rio mendelik kesal ke arah mereka yang telah menyerbunya
bertubi-tubi. Rio menghela nafas keras.
"Kalau kalian banyak ngoceh, gue nggak bakal
lanjutin!" ancam Rio ketus.
"Eh, iya ya. Lanjut Yo, lanjut," ucap mereka segera
menurut dan mengalah.
Rio menghela nafas panjang, lalu mulai menceritakan semua.
Entah mulai sejak kapan, Debo mulai merasakan hal berbeda kala
melihat Ify. Tepatnya saat mereka menginjak bangku SMP. Saat mereka sedang
mengalami masa puber dan awal-awal merasakan cinta monyet. Debo mengaku pada
Rio bahwa ia mulai menyukai Ify. Dan Rio dengan santai memberitahukannya pada
Ify saat itu. Ify sempat tak percaya walau pipinya memerah. Karena hal itu, Rio
-dengan paksa- membawa Ify mendatangi Debo. Rio berkata Ify tak percaya bahwa
Debo menyukainya. Debo awalnya salah tingkah, tapi mengaku. Ify yang memang
juga rasakan hal sama, menerimanya. Mereka pacaran sejak kelas dua SMP. Semua
berjalan bahagia dan baik. Tapi sampai kenaikkan kelas, tiba-tiba ada sosok
lain datang. Riko namanya. Dia adalah teman SD Rio, Debo, dan juga Ify. Saat
kelas enam dulu, Riko pernah mengaku menyukai Ify. Tapi karena mereka masih
kecil, keduanya tak berani untuk berpacaran. Walaupun begitu, mereka sering
diledeki teman-teman sekolah. Termasuk Rio dan Debo. Bahkan Rio sering kali
mendorong Ify ke arah Riko. Dan saat itu tiba-tiba saja Riko ada di depan SMP
mereka, yang langsung bertemu pada Ify. Riko mengaku datang untuk bertemu Ify
karena rindu pada gadis cantik itu. Ia mengambil tangan Ify, menggenggamnya dan
berkata bahwa ia ingin melanjutkan kisah cinta monyet mereka kala SD dulu. Dan
tindakan itu tepat kala Rio serta Debo keluar dari sekolah. Mereka tersentak
melihat Ify yang membeku dipegang tangannya oleh Riko. Debo langsung tersulut
emosinya dan mendatangi dua orang itu. Perkelahianpun terjadi. Rio mencoba
melerai. Tapi kemudian, Debo malah pergi begitu saja tanpa berkata apapun,
Meninggalkan Ify yang menangis di sana. Setelah itu, keduanya tak pernah saling
tegur. Mereka tak mau saling tatap. Di kelaspun Debo pindah tempat duduk jadi
sangat jauh dari Ify. Jendela kamar mereka sama-sama tertutup rapat padahal
rumah mereka berhadapan. Awalnya Ify mengira ini hanya waktu untuk saling menenangkan
hati. Karena itu, setelah ia merasa semua mereda, Ify memberanikan diri bertemu
Debo. Ia mencoba meminta maaf. Tapi ternyata Debo malah tak mendengarkan dan
pergi begitu saja. Ify berkali-kali menjelaskan dan memohon, tapi Debo tetap
keras kepala dan tak peduli. Itu adalah patah hati pertamya. Ia benar-benar
merasa dikhianati. Karena, saat pertama kali hati tersakiti, lukanya sangat
sulit untuk terobati. Semua juga tahu itu. Ifypun mengalah. Ia menyerah, dan
akhirnya mengucapkan kalimat itu. Bahwa memang mereka harus berhenti di sini.
Ify tak tahu, bahwa Debo sangat kehilangan sosoknya. Ia memang marah besar pada
Ify, tapi rasa sayang pemuda itu juga tak kalah besar. Namun... ia meluapkan
amarahnya itu dengan cara salah. Secara perlahan pemuda itu mulai berubah. Ia
menjadi seorang playboy. Tak pernah serius menjalani hubungan. Ia tak mau tahu
perasaan seorang perempuan. Tak peduli lagi. Hati pemuda itu sudah mati. Ify
hanya memandanginya dari jauh. Tanpa pernah menegur sekalipun. Dan hal itu sampai
berlanjut ke kelas tiga SMA sampai saat ini. Mereka tak pernah saling tegur
sapa dan terus menghindar. Walau terus saja sekelas dan tak pernah terpisah,
tapi mereka masih sama. Walau juga berkumpul di pertemanan yang sama, mereka
seperti dua orang tak saling mengenal. Padahal dulu, Debo dan Ify adalah
sepasang sahabat akrab yang dekat dan selalu bersama. Tapi kini keduanya telah
berubah. Sama-sama 'keras'. Walau keduanya masih memiliki keinginan kembali
bersama, tapi ego mereka terlalu tinggi hingga berusaha terlihat saling tak
peduli.
Lintar, Zeva, Deva, Rizky, dan juga Kiki terdiam mendengarkan
semua. Terkadang Zeva menutup mulut dengan telapak tangan. Mereka tak percaya
dengan masa lalu dua sahabat mereka itu.
"Kita harus ngelakuin sesuatu, Yo. Mereka nggak bisa
terus-terusan gini!" kata Deva memberi argumen.
Acha mengangguk-angguk setuju, "padahal dulu ya, mereka
tuh dekeeeett banget. Kalau ngajak main Kak Rio, pasti datangnya berdua.
Pokoknya, ada Debo ada Ify!"
"Tapi kita harus apa? Berapa kali gue coba buat mereka
rukun," kata Rio putus asa.
Mereka terdiam. Sampai akhirnya senyuman lebar terngiang di
wajah cantik Acha. Gadis itu menjetikkan jari dengan girang, membuat semua
menoleh padanya dan mengangkat alis.
^^^
Gabriel, Cakka, dan Alvin menuruni tangga sekolah menuju
kantin. Sampai mereka tak sengaja memandang ke ujung koridor, terlihat Ray
berjalan dengan seorang siswi. Mereka diam sejenak, tak heran. Tapi...
Ketiga pemuda tampan itu menajamkan pandangan. Mereka
membelalak kompak. Melihat siswi yang bersama Ray adalah Olivia, murid 12 IPS 2
itu. Mantan Ray yang superjutek dan pasti saja galak kalau Ray dekat-dekat
dengannya. Tapi kini?
"Woy bro!" teriak Ray kala melihat ketiga sahabatnya
itu. Ia menyeringai lebar, lalu menoleh pada Olivia dan berkata sesuatu.
Setelah itu pemuda berambut lebat itu berlari mendatangi Gabriel dan yang lain
yang masih tenganga tak percaya dan juga tak mengerti.
"Jangan lebar-lebar nanti lalat masuk," tegur Ray
mengibaskan tangan di depan mulut ketiganya. Sontak, ketiga pemuda itu tersadar
dan menatap Ray.
"Lo apain Olivia sampai luluh gitu? Wah... lo pelet ya
jangan-jangan?" tuduh Cakka melototi Ray.
"Sembarangan lo!" sahut Ray balas melotot, "gue
hebat, kan?" sombongnya sambil membusungkan dada dan menyisir rambut ke belakang.
Gabriel, Cakka, dan Alvin mendelik.
"Elo... jangan bilang udah...." kalimat Alvin
terputus-putus sambil memicingkan mata ke arah Ray.
Ray tersenyum, lalu tertawa. "Iya bro. Gue balikan!"
"Serius lo?" mata Cakka kembali membelalak lebar.
"Eh kok bisa? Kan dia pernah newain lo lagi selingkuh!"
Ray tersenyum menyeringai, "Gue udah insyaf jadi
playboy!" ucapnya mantap membuat ketiga lain tenganga. Tapi detik
berikutnya Gabriel dan yang lain malah tertawa geli, membuat Ray mendelik.
"Yeee lo kira gue
becanda? Beneran nih! Nggak gampang lo ternyata ninggalin dunia
keplayboyan."
Gabriel, Cakka, dan Alvin makin tertawa ngakak.
"Ketawa aja terus. Lo pikir gue ngelawak? Pengorbanan gue
berat bro! Ya... tapi hasilnya mantep sih. Oliv balik ke gue," kata Ray
dengan akhir senyum lebar cemerlang.
Ketiganya jadi terdiam. Benar juga sih. Olivia bisa sampai
luluh begini berarti Ray benar-benar serius.
"Em... oke oke. Gimana caranya elo yakinin dia?"
tanya Cakka ingin tahu.
Ray tersenyum menyeringai lagi, sambil memasukkan kedua tangan
di kantong celananya. Ia mulai berjalan. Gabriel, Alvin serta Cakka mengikuti
di belakang dengan penasaran. Biasanya Gabriel yang berjalan paling depan. Tapi
kali ini justru Ray.
"Gue yakinin dia mati-matian. Lo tahu sendirikan Oliv tuh
juteknya minta ampun sama gue? Gue bahkan sampai mutusin semua cewek gue di
depan dia. Dan lo harus tahu yang ini nih. Gue teriak gue sayang banget sama
dia di kafe, men!" Ray cerita menggebu-gebu membuat Alvin, Cakka, dan
Gabriel makin mendekat dengan antusias. "Hampir semua cewek yang lagi masa
pendekatan sama gue ada di sono, dan mereka liat itu! Beuuhhh..." Ray
menutup wajah dengan telapak tangan. Ia kemudian berbalik badan, menatap ketiga
sahabatnya itu. "Finally, it's the end. With a happy ending love
story," ucapnya bergaya lebay dengan senyuman lebar bahagia.
"Lo hebat," komentar Alvin takjub. Ray tertawa.
"Tuh Kka! Ray aja bisa, kenapa lo nggak?" kata
Gabriel menepuk pundak Cakka membuat Cakka mengerjap dan tersentak.
"Alah, elo juga. Gimana sepupu gue mau sama lo, kalau elo
masih ada di dunia ke-play-boy-an," kata Alvin menekankan kata akhir.
Gabriel menyeringai, "Sip! Gue bakal berusaha, Vin!"
katanya penuh semangat sambil mengepalkan tangan, membuat Alvin agak mendelik.
"Kka, dengar ya. Perempuan tuh bakal luluh kalau elo
nunjukkin ke dia lo bener-bener tulus sayang sama dia. Perempuan juga suka
cowok yang mau berkorban demi dia. Gue rela ngelakuin apapun demi Olivia,
karena gue bener sayang sama dia," ucap Ray memberi nasihat.
"Lagipula, kadang kita memang harus mengorbankan banyak hal untuk dapatkan
apa yang kita inginkan. Dan elo harus rela lakuin hal itu kalau mau balikan
sama Oik."
Cakka terdiam dan tertegun. Tapi tak lama ia melengos panjang,
"ada Agni. Susah," ucapnya lemas dan putus asa.
"Agni itu cewek!" tegur Ray menepuk lengan Cakka.
"Ya gue tahu! Sejak kapan gue raguin?" sahut Cakka
agak ketus.
"Guekan udah ngomong sama lo. Kalau elo beneran tulus,
cewek bakal luluh, bro. Dan kalau elo bener tulus sama Oik, Agni juga bakal
luluh sama perjuangan lo," jelas Ray memberi semangat.
"Tapi... Agni tuh keras kepala," kata Cakka kembali
lemas.
"Sekeras apa sih? Buktinya Irsyad bisa tuh luluhin
dia," kata Alvin membuat semua tersentak.
"Oh, ya! Gue lupa. Irsyadkan pacarnya Agni!" kata
Ray senang dan gembira. Ia lalu menoleh pada Cakka dengan mata berbinar.
"Kalau gitu..."
"Ada Irsyad yang bakal bantuin lo luluhin Agni,"
sambung Alvin tersenyum.
Cakka tertawa senang, lalu tersenyum lebar. Ia bertos ria
dengan Ray dan bersorak gembira.
"Ah! Gue harus kasih tahu Ozy!" ucap Cakka senang
dan ingin beranjak, tapi segera ditahan Ray.
Ekspresi wajah Ray berubah seketika. "Nggak usah. Bikin
capek elo."
"Kenapa?" tanya Cakka mengangkat alis.
"Gue padahal ngasih tahu pertama kali gue balikan sama
Oliv ke dia. Tapi responnya datar aja," jawab Ray agak lesu. Cakka jadi
terdiam.
Alvin menghela nafas, "udahlah. Nanti juga dia balik
ceria lagi kok," ucapnya lalu kembali melangkah. 'Semoga aja,' sambungnya
dalam hati tanpa ada yang tahu. Hanya pemuda itu. Tanpa berniat memberitahukan
semua pada ketiga sahabatnya sendiri.
^^^
Gabriel melipat kedua tangan di atas meja, lalu menumpukan
dagu di atasnya. Mata pemuda itu menatap hape yang tergeletak tak jauh di depannya.
Ia diam. Terus diam. Sampai hape itu mendadak berdering, membuatnya agak
meloncat kaget. Dengan cepat segera diraihnya smartphone itu. Tapi garis
wajahnya mengendor seketika bukan sms yang ia inginkan yang datang.
Gabriel mendecak, tak berniat membuka apalagi membalas sms tak
penting itu -ya tentu saja dari para perempuan loversnya-. Ia mendesah, dan
kali ini bersandar di sandaran kursi belajarnya. Matanya kembali fokus menatap
layar hape. Layar itu kembali nyala dan berdering, membuat Gabriel berdebar dan
meraihnya.
Oh shit.
Sms itu lagi. Rasanya ingin sekali membanting hape ini. Kenapa
sih yang diharapkan selalu saja tak pernah datang? Hape ini juga. Kenapa sms
masuk malah dari yang tak diharapkan, sedangkan sms yang ditunggu entah sedang
ada dimana.
Apakah ini karena sinyal? Ah bodoh. Ibukota begini kehilangan
sinyal? Memangnya pedalaman apa.
Gabriel mendengus. Bertepatan kala hapenya berdering. Ia diam
sejenak, memandangi hape itu sampai tak lama berhenti. Dengan malas diraihnya
dan ditekan tombol kunci.
Sontak mata pemuda itu melebar dan segera menegakkan tubuh.
Dibukanya segera sms masuk.
From: Alvin
Iya, dia lagi nyantai
aja. Katanya, kalau lo mau sms, cepetan sms. Dia mau tidur. Kalau ga, ya
terserah lo.
Tp knpa dia jd baik sama
lo sih -_-
Gabriel refleks tersenyum lebar. Ia tertawa-tawa riang, lalu
melangkah senang menuju ranjang dan menghempaskan tubuh di sana. Dengan segera
ia membuat pesan baru. Tapi tak lama senyuman pemuda itu meluntur.
Nanti dulu. Mau sms apa nih?
Pemuda tampan itu memukul pelan kepalanya sendiri. Bodoh.
Sekarang dia malah tak tahu harus memulai darimana. Ia mendesah, lalu mencoba
mengetik. Tapi tak lama tangannya malah menghapus seluruh teks. Tak lama ia
terdiam lagi. Mencoba mengetik, tapi tak lama dihapus kembali. Dan seperti itu
terus menerus.
^^^
Sivia mengunyah snack di mulutnya sambil menonton layar
televisi di depan sofa yang ia duduki. Perlahan, matanya agak bergerak. Melirik
ke arah layar hape yang ditaruh di atas meja depan sofa. Ia menelan snack di
mulutnya. Tapi lalu mendesah dan mencoba fokus menonton. Tapi tetap saja
matanya tak bisa berhenti melirik ke arah hape.
Mana nih yang kata Alvin mau sms? Kok hapenya diam saja?
Em, wait. Untuk apa Sivia menunggu? Ah bodoh.
Sivia menggeleng sendiri dan kembali memandang ke layar
televisi. Namun gadis itu malah jadi gelisah. Ditolehkan kepala pada Alvin yang
duduk di meja makan sedang asik otp-an dengan Shilla. Sivia menghembuskan
nafas, dan kembali melirik hape.
"Itung sampai sepuluh deh. Kalau nggak sms juga, aku
tinggal tidur," gumam Sivia menatap hape. Ia menarik nafas dalam, lalu
mulai menghitung sambil menatap hape dengan perasaan yang tanpa sadar jadi
berharap.
"Sepuluh..."
^^^
"SEPULUH JAM JUGA NGGAK AKAN SELESAIIII!!!!" teriak
Gabriel frustasi. Ia mengacak-acak rambutnya, lalu menghembuskan nafas keras
menatap hape. "Kalau gini terus sampai kapan gue bakal sms dia?
Bego!"
Gabriel segera mengetikkan sebuah sms.
To: Sivia
Hei! :)
Lg apa? Hehehe.
Gabriel membacanya sekali lagi. Em, oke... kenapa dia memberi tawa
di akhir? Ah sudahlah. Nanti malah jadi makin lama. Dengan cepat Gabriel
menekan tombol send sebelum jarinya malah menghapus kembali pesan itu.
Dan di tempat si penerima pesan....
"Dua.... sa...." kata Sivia menggantung. Ia
memandangi hape. Namun tak ada yang terjadi. Gadis itu agak kecewa,
"sa..." diulanginya lagi. Tapi tetap saja tak ada yang terjadi. Ia
menggeram sendiri. "Sa....." Kembali tak ingin kata itu selesai
diucap. Tanpa sadar ternyata ia telah berharap diam-diam.
Hape mendadak berdering, membuat wajah Sivia langsung merekah.
"Satu! Satu! Pas banget sih itungannya Via," katanya
girang pada diri sendiri.
Alvin yang sedang menelpon jadi menoleh mendengar seruan riang
itu. Ia mengangkat alis kala Sivia membuka sms masuk. Sivia seperti tersenyum
geli, lalu mengetik balasan. Alvin melebarkan mata. Eh eh eh eh eeeehhh kok
sepupunya itu terlihat senang? Itu sms dari Gabrielkah? Jangan bilang kalau
Sivia.....
"Vin!"
Alvin terlonjak kala ditelpon Shilla sudah memanggil dengan
kesal. Ia mengomel karena Alvin tak mendengarkan. Alvin mengeluh sekilas, tapi
alu kembali menanggapi kekasihnya itu.
Tanpa sadar, Sivia malah jadi larut sendiri. Ia terkadang
sengaja membalas lama, tapi entah kenapa dirinya malah tak bisa menahan diri
untuk tidak bergegas membalas.
Berkilo meter dari tempatnya, Gabriel terus saja tertawa-tawa
sambil tersenyum-senyum. Tak memedulikan sejumlah sms dan telpon yang ia reject
berkali-kali dari para gadis yang setia menantinya. Gabriel telah memutuskan
untuk menjauh. Tak peduli kini mereka mau apa. Karena sekarang yang diinginkan
Gabriel adalah Sivia. Dan ia harus mendapatkan gadis itu bagaimanapun caranya.
Gabriel akan mengikuti cara Ray. Ia akan berhenti bermain-main dengan
perempuan. Karena kini, pemuda itu telah menyadari bahwa ia benar-benar telah
'jatuh' pada gadis berlesung pipi sepupu Alvin dari Malang itu. Gadis ini
menarik. Berbeda dengan gadis biasanya. Walau mereka baru pertama kali bertemu,
tapi wajah cantiknya tak pernah sedetikpun pergi dari benak Gabriel. Apa ini
yang dikatakan mabuk cinta? Apa ini rasanya 'gila' saat jatuh cinta?
Ternyata... mengasyikkan juga ya?
Malam itu Gabriel tertidur pulas dengan senyuman tercetak
jelas di wajah tampannya. Walau saat ia membuka mata ataupun menutup mata,
tetap saja wajah gadis itu yang terlihat. Aneh ya? Apalagi saat tertidur
seperti ini, Gabriel dapat bertemu dengannya dalam mimpi. Mengatur kisah manis
berdua sesuka hati. Dan kini, sebuah sms terakhir dari gadis itu mengantarkan
Gabriel dalam mimpi indahnya bersama gadis cantik itu.
From: Sivia
Oke, selamat tidur jga.
Bsok aku tunggu.
xxxxx
SIVIAAAAAAAA ("¬_¬)--o)*з*)ː̖́. Apa itu maksud smsnya
coba?! Щ(ºДºщ)
*Ehm, maaf. Penulis randomnya udah parah*
Oke, back to story ya.
Ecieeee love seasonnya udah pada bersemi semua. Walau
part-part sebelumnya ada dua pasangan yang berkabung(?) sekarang ada empat
pasangan yang berbunga-bunga ecieeee
Debo sama Ify kayaknya bakal disatuin lagi tuh. Ray balikan
sama Oliv ecie ecieee. Cakka lagi niat mau usaha balikan. Dan..... huuuuffftt
Gabriel udah tahap smsan sama Sivia. Oh, cie. (-_-)
Part depan.... hm oke. Part 24. Kayaknya aku pernah bahas ini
deh di salah satu part. Bisa dibilang spesial part untuk salah satu couple.
Bukan, bukan. Bukan couple yg lagi didemo utk cepetan muncul lagi karena lama
ga muncul *ifyouknowwhatImean*. Tapi couple lainnya. Yg agak nyesek bagi saya
*mungkinadayangtahu* So, wait aja. Maap kemaren-kemaren ngaret. Akunya kembali
drop nih u,u doakan kesehatan saya ya, semoga cepet sembuh juga penyakitnya
pergi-pergi jangan kembali lagi (AMIN AMIN AMIIIIN)
Jangan lupa follow @_ALders . Udah bakal ada kuisnya loh! ;)
@aleastri ({})
lanjutanya?
BalasHapus