Sabtu, 28 April 2012

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 4


Walaupun sudah di peringatkan Shilla, ternyata Alvin tetap stay cool, dan malah jadi bagian dalam gengstar smanra, membuat Shilla heran tak percaya. Acha sempat mengomel pada Rio yang tak bisa menjaga sikap di depan Keke. Dan Acha mengeluh tentang para preman teman-teman Rio yang sering berkumpul di rumahnya.
Dan kemudian, bagaimana tentang para most wanted girl sendiri? Perempuan-perempuan yang sering di sebut Princess sekolah itu.

Part 4. Princess Sekolah

Apakah kalau dewasa nanti kita akan merasakan jatuh cinta?

Hahaha. Kamu kebanyakan nonton sinetron pasti.

Hehehe. Dulu, saat Mama masih hidup, ia sering menonton sinetron sambil menyuapiku makan. Aku jadi ikut menonton. Hei! Kamu belum jawab pertanyaanku.

Em... menurutku sih pasti. Perasaan cinta itu pasti akan ada. Seperti Bunda dan Ayahku. Mereka saling mencinta, kan? Itu karena mereka sudah dewasa. Mungkin, kalau kita dewasa nanti, kita juga akan merasakaan hal yang sama.

Ah. Aku jadi tidak sabar menjadi dewasa. Aku ingin merasakannya. Merasakan jatuh cinta.

Sudahlah. Pasti suatu saat nanti rasa itu akan datang juga.

***

Keadaan di kelas 12 IPS 3 SMA Nusantara tetap sama seperti biasa. Selalu saja ribut dan heboh. Cakka sedang sibuk mengeluarkan gombalan mautnya ke Angel. Ozy sibuk saling melempar kertas dengan Cahya dan Nyopon. Shilla sedang asyik dengan blackberrynya. Zahra sibuk berdandan ria. Ada yang berdebat tentang pelajaran, ada yang mencoret-coret papan tulis, ada yang ber-webcam ria, ada yang saling kejar-kejaran seperti anak SD, dan yang lainnya. Ya itulah 12 IPS 3. Jam kosong memang surganya mereka.
Yang tidak ikut heboh, seperti biasa, penghuni meja pojok belakang. Ia hanya diam dengan tenang dan sibuk dengan hape di tangannya. Pangeran sekolah itu memang tidak pernah ambil pusing dengan tingkah teman-temannya itu. Gabriel…
“Yel…”  panggil Alvin sambil menyenggol lengan Gabriel. Gabriel menoleh dengan pandangan bertanya. “Maksud kalian tadi apa?” tanya Alvin.
Gabriel mengerutkan kening, tidak mengerti.
”ituloh… yang kalian bilang, Shilla princess di sini,” jelas Alvin mengingat ucapan Cakka saat menyapa Shilla tadi.
Mulut Gabriel membulat, membentuk huruf O, “ya gitu. Shilla princess smanra, primadona, dan juga pemegang kekuasaan di kalangan cewek. Biasa lah vin, cewek. Suka ngedamprat gitu. Dan Shilla, paling hobby ngedamprat, dan hampir semua cewek tunduk sama dia.”
“maksudnya, kayak kamu gitu. Ketua preman?”
Gabriel mengangguk, “semacam itulah. Shilla juga terkenal player. Tapi, cowok yang jalan bareng dia selalu cowok ‘istimewa’. Cowok cakep, atau yang terkenal gitu. Dan juga, cowok yang nggak banyak tingkah kayak anak dua itu,” kata Gabriel sambil menunjuk Cakka dan Ozy yang duduk di depan mereka. Ozy yang masih heboh dengan kertas di tangannya, dan Cakka yang kini sudah duduk kembali di mejanya sambil membantu Ozy.
“princess?” gumam Alvin heran sambil menatap Shilla dari jauh. Lalu menggeleng pelan.
“napa vin? emang di sekolah elo dulu, nggak ada princess atau primadona gitu? di setiap sekolah juga ada kan, ada yang primadona, ada yang playboy, ada si pintar, si bego, si cupu, si nakal, dan yang lain. Emang di sekolah elo nggak ada apa?” kata Gabriel panjang lebar.
“ada sih. Tapi… princessnya beda banget sama dia,” kata Alvin sambil memandang punggung Shilla.
“oh, ya? emang siapa?” tanya Gabriel yang mulai tertarik. Ia memang termasuk playboy seperti Cakka. Jadi kalau sudah mendengar tentang perempuan cantik, telinganya pasti menjadi tajam.
“sepupuku, Sivia,” jawab Alvin sambil mengalihkan pandangan dari Shilla.
“Sivia?” Gabriel mulai menerawang wajah Sivia. Em… dari namanya saja, Gabriel sudah punya firasat anak itu manis, “anaknya kayak apa vin?”
“kenapa kamu semangat banget nanyanya?” tanya Alvin mendelik curiga.
Gabriel tertawa kecil, “ya… sebagai pemuja wanita, gue punya feeling tu anak pasti manis.”
Alvin tertawa renyah, “em…. Sivia itu…. cerewet, iseng, jahil, rambutnya panjang kayak kuntilanak, ketawanya mirip banget sama nenek sihir, kalau marah mengerikan kayak emak lampir,” kata Alvin sambil membayangkan wajah Sivia. ( fanfiction ini di buat jauh sebelum Sivia potong rambut)
“vin… serem amat sih. Yang bagus-bagus dong.” protes Gabriel.
Alvin tersenyum, lalu menarik nafas dalam dan menghembuskannya cepat, “Sivia. Bisa di bilang girls-most-wanted-school. Sering banget di tembak cowok. Tapi, Sivia nggak pernah nerima satupun. Ya… itulah Sivia. Anti pacaran. Sivia sih, anaknya polos, rada telmi, ramah, nggak pernah ngedamprat siapapun. Pinter.”
“kok beda banget sama elo ya?” tanya Gabriel memotong. Alvin menoleh dengan tatapan tajam. Gabriel Cuma nyengir.
“bedakan sama princess di sini. Sivia anti pacaran, nggak pernah ngedamprat, dan ramah. Sedangkan si Shilla, player, suka damprat, dan… centil,” lanjut Alvin dengan suara memelan.
“centil?” tanya Gabriel heran.
Alvin mengangguk, “menurutku sih. Aku emang kurang suka aja cewek kayak gitu. Udah banyak aku temuin di Malang. Eh, di sini malah ketemu kayak gitu juga.”
Gabriel tertawa mendengar jawaban Alvin, “elo pasti most wanted di sana ya?”
Alvin mengangkat bahu, “mungkin,” jawab Alvin cuek.
“tapi elo belum tahu Shilla,” kata Gabriel lalu menoleh ke Shilla. Alvin mengangkat alis. Gabriel diam lama sambil menatap punggung Shilla.
“yah… elo bakal tahu sendiri entar,” kata Gabriel cuek.
“maksudnya yel?” tanya Alvin belum mengerti.
“Shilla itu beda. Beda banget.” jawab Gabriel lalu kembali menekan tombol hapenya.
“halah. Palingan juga kayak cewek-cewek di sma ku dulu.” sahut Alvin sedikit acuh.
“udah gue bilang. Elo bakal tahu sendiri,” kata Gabriel tak peduli .
Alvin sedikit mengernyitkan kening, lalu menoleh ke arah Shilla. Alvin hanya diam sambil menatap punggung Shilla. Memangnya kenapa dengan Shilla?
^^^
Sudah beberapa minggu ini, Alvin sekolah di SMA Nusantara. Dia sering berkumpul dengan Gabriel, Cakka, Ozy dan Ray. Dia juga sudah termasuk boys-most-wanted-jomblo. Banyak yang mengajaknya berkenalan. Tapi, Alvin bersikap biasa pada semua. Termasuk Shilla. Shilla sering mengajak Alvin ngobrol, tapi Alvin hanya menjawab seadanya. Alvin juga sudah kenal dengan Irsyad dan Sion. Alvin juga sekarang sudah fasih mengganti aku-kamu dengan gue-elo. Perlahan, ia mulai akrab dengan lingkungan Jakarta dan orang-orangnya.

“eh, ada princess ,” goda Cakka saat melihat Shilla melewati Cakka, Alvin, Ozy, Ray, dan Gabriel yang sedang berkumpul di tangga menuju lantai dua, tempat mereka biasa.
“Shil, kok sendiri? mana Zahra sama Angel?”tanya Gabriel. Shilla berhenti dan menoleh.
“mereka lagi ngecengin cowok-cowok yang lagi main basket noh,” kata Shilla menggerakkan kepala ke arah lapangan basket.
“elo nggak ngikut?” tanya Ray.
“ikutan? ih… pain. Berteriak histeris untuk para pemain basket biasa kayak mereka? suara gue terlalu anggun untuk mereka,” kata Shilla angkuh.
“beh… songong mampus elo! emang yang lagi main siapa?”tanya Ozy.
“anak kelas 11. Nggak tahu siapa. Nggak kenal gue. Kalian, tumben nggak main?” tanya Shilla.
“lagi males aja. kasian kan, nanti suara anggun elo keluar untuk kita?” kata Cakka setengah menyindir.
Shilla mendelik. “siapa juga yang bakal teriakin kalian?” tanya Shilla sewot.
“yee… emang iya, kan? Pertandingan kemaren lawan SMA Pelita, elo teriak-teriak mimpin temen-temen elo, iya, kan?” sahut Ozy.
“yee… itu mah karena gue anak cheers. Dan gue kapten. Jelas lah gue mimpin buat neriakin elo pada,” jawab Shilla sambil menoyor kepala Ozy.
“oh, kirain,” kata Ozy sambil cengengesan.
“ge-er ,” kata Shilla lalu berlalu, tapi lengannya di tahan Gabriel. Shilla menoleh, “napa?”
“elo kapten cheers, kan?” tanya Gabriel, Shilla mengangguk. “ingetin temen-temen elo. Minggu depan kita bakal tanding lagi. kalian dampingin kita, kan?”
“itu mah gue juga tahu. Iya, ya. kita pasti ngasih yang terbaik, kok,” jawab Shilla.
“jangan bikin malu ya Shil. Nanti di kira lawan kita, elo nenek sihir yang terdampar di smanra lagi,“ ejek Ray.
“sialan elo,” kata Shilla sambil melotot geram.
“dan juga, elo jangan ngabisin suara sia-sia. Sisain buat kita nanti. Kita kan bakal tanding di stadion, mungkin nggak seluruh anak smanra nonton, jadi elo wajib ngasih semangat buat kita,” pesan Ozy.
“iya, ya. bawel.” sahut Shilla sebal.
“ehem. Ngomong-ngomong. Tu tangan nggak di lepas-lepas tuh?” tanya Alvin datar yang dari tadi diam.
Shilla menoleh ke lengannya. Gabriel tersenyum lalu melepas genggaman di lengan Shilla perlahan.
Cakka tersenyum kecut,  “hem… curi-curi kesempatan elo, yel.”
Gabriel tersenyum simpul, tapi Shilla hanya bersikap biasa.
“eh, tapi… jangan-jangan elo jealous vin!” tuduh Ozy tiba-tiba.
Alvin tersentak kaget. Shilla juga sempat terkejut, tapi lalu tidak bisa menahan agar wajahnya tidak menggambarkan kegembiraan karena sebuah harapan muncul karena kalimat Ozy itu.
“nggak lah,” elak Alvin membuat raut wajah Shilla mengendor seketika.
“oh, ya? napa tadi elo negur? kita mah biasa aja atuh. Kaya kaga tahu Gabriel aja. lagian juga, ngapain perhatiin lengannya Shilla. Elo jealous ya vin?” goda Ozy.
Alvin menjitak kepala Ozy,  “gue bilang nggak. Ya nggak.”
Shilla mendecak, “udahlah. Capek dengerin debat preman gaje kayak kalian,” ucap Shilla lalu kembali melenggang pergi.
Alvin menatap kepergiannya, tapi hanya diam. Gabriel melihat mata Alvin yang terus menatap Shilla. Gabriel mengernyitkan kening sedikit. Hatinya mulai curiga dengan Alvin.
^^^
“ceile! Jadi sekarang sama Eldwin?” goda Riko setelah mendengar cerita Shilla tentang ia yang di ajak jalan Eldwin, wakil osis smanra.
Shilla tersenyum malu, “Cuma jalan aja kok…”
Riko tertawa, “katanya sekarang elo deket sama Alvin ya? Anak baru itu?”
Shilla tersentak. Matanya melebar perlahan. Dan dengan cepat, panas menjalar tubuhnya sampai membuat pipinya bersemu merah.
Riko tertawa kembali melihat sikap malu-malu Shilla. “Tapi kayaknya Alvin cuek gitu Shil,” kata Riko setelah tawanya mereda.
Shilla terdiam, lalu mendesah panjang dan manyun.  “Tahu tuh! Anaknya emang gitu. Cuek. Kayak Iyel kalau di depan orang-orang. Cool.”
“Ya tapikan Iyel itu juga kadang biasa aja. Si Alvin itu keliatan banget cool nya,” sahut Riko.
Shilla mendesah kembali dan memajukan bibirnya beberapa senti. Riko tersenyum.
“Tumben Shil. Biasanya, kalau di cuekin gitu, elo langsung jadi males deketin. Sekarang kok…” kalimat Riko menggantung sambil menatap Shilla curiga.
Shilla membelalakan mata sekilas, tapi lalu menunduk malu. “Ya… nggak tahulah… Gue… kayaknya… beneran suka sama dia…” jawab Shilla tersipu, lalu mendongak dan tersenyum tersipu.
Riko tersenyum, lalu mengusap rambut Shilla penuh sayang. “Akhirnya ada juga cowok yang luluhin hati si princess ini.”
Shilla tersenyum kembali, lalu menunduk malu.
“Eh, gue balik dulu ya,” pamit Riko. Shilla mendongak.
“Semoga berhasil sama Alvin!” bisik Riko menggoda. Shilla tersenyum.
Riko lalu mulai melangkah pergi sambil melambai pada Shilla. Shilla balas melambai sambil tersenyum senang. Dalam hati ia sangat mengamini ucapan Riko itu.
^^^
Alvin sedang berjalan di koridor sendiri. Tapi langkahnya memelan, dan dengan perlahan ia berhenti. Saat melihat dua orang berdiri di depan mading sekolah. Shilla, dan seorang laki-laki. Alvin tidak mengenal siapa anak laki-laki itu. Yang jelas, cowok itu tampan dan tinggi. Kacamatanya membuat dia terlihat manis. Bajunya rapi dan di masukkan ke dalam celana abu-abunya yang sudah di setrika rapi. Tidak ada kerutan sama sekali. Sudah di tebak dari cara berpakaiannya, cowok itu pasti bintang sekolah. Seseorang yang sering memenangkan lomba di bidang akademik.
Alvin memerhatikan mereka dari jauh. Shilla tersenyum malu pada cowok itu. Cowok itu balas tersenyum sambil mengusap rambut Shilla penuh sayang. Shilla menunduk malu.  Lalu cowok itu berbalik sambil melambai ke arah Shilla. Shilla balas melambai dan tersenyum.
Alvin menghela nafas melihat ‘adegan’ itu. Entah mengapa, ia merasa kesal dengan sikap Shilla terhadap cowok yang tidak di kenal itu. Kalimat Gabriel saat itu terngiang kembali di pikirannya.
“… Shilla juga terkenal player. Tapi, cowok yang jalan bareng dia selalu cowok ‘istimewa’. Cowok cakep, atau yang terkenal gitu….”
Darah Alvin mendidih seketika. Berarti benar Shilla itu memang player. Centil! Umpat Alvin dalam hati. Alvin merasa kesal dengan sifat Shilla. Untuk apa sih dia mendekati cowok-cowok yang di bilang ‘istimewa’? Apa ia tidak memiliki malu karena di anggap cewek centil yang selalu hinggap di cowok-cowok keren nan tampan?
Alvin menghela nafas keras, lalu berjalan ke arah Shilla yang masih tersenyum malu memikirkan kalimat Riko tadi.
“cowok baru lagi?” tanya Alvin yang sudah ada di belakang Shilla.
Shilla menoleh, matanya melotot kaget melihat Alvin sudah berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celananya.
“Alvin?!” kata Shilla kaget.
Alvin menarik salah satu ujung bibirnya, “kenapa? Kaget tiba-tiba gue ada di sini?”
Shilla terdiam, lalu menelan ludah, “elo… nggak dengar apapun kan?”
Alvin terdiam sejenak, ”apa pembicaraan elo sama dia terlalu pribadi sampai gue nggak boleh dengar apapun?”
“elo nggak dengar apapun kan?” Shilla mengulang pertanyaannya. Dan berharap semoga Alvin mengangguk.
“gue nggak dengar apapun kok.” jawab Alvin akhirnya.
Shilla menghela nafas lega. “bagus deh,” kata Shilla sambil tersenyum lebar.
“kayaknya tu anak pinter,” kata Alvin sambil menatap bayangan anak laki-laki itu yang semakin menjauh.
Shilla tersenyum, “emang.”
“jadi sekarang incaran elo anak yang pinter gitu?” tanya Alvin sinis.
Shilla tersentak, senyumnya memudar perlahan. Ia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
“Shilla, Shilla. Nggak tulus banget sih elo. Deketin cowok Cuma karena  kelebihan doang. Matre.”
Kalimat Alvin membuat Shilla terkejut. Mulutnya setengah menganga.
“apa elo bilang vin?” tanya Shilla mencoba menahan emosi.
Alvin menghela nafas, “matre Shilla. Emang harus gue ulang? elo kan emang gitu. Kemarin, temennya Irsyad yang konglomerat elo embat. Elang, gitarist terkenal yang di bilang orang-orang cakep, elo embat, sekarang, si jenius smanra, elo embat juga. Elo mandang cowok dari kelebihan doang ya? Nggak pernah nerima apa adanya. Menurut gue kayak gitu juga termasuk matre,” ucap Alvin datar.
Shilla benar-benar tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Alvin. Seseorang yang diam-diam Shilla kagumi, ternyata malah menyebut Shilla yang bukan-bukan. Shilla menggigit bibir bawahnya, dan ternyata benar. Ini nyata. Kalimat itu benar-benar terlontar dari mulut Alvin
“Vin, jaga mulut elo, ya,” kata Shilla mencoba menahan emosi. Beningan hangat dengan mendadak mengumpul di pelupuk matanya.
Alvin mengela nafas pendek. “Shilla, Shilla. Elo bisa nyadar nggak sih? elo kayak gitu, malah kayak piala bergilir. Ke sana ke mari di golongan cowok ternama!”
PAKK!
Sebuah tamparan pas melesat di pipi putih Alvin.
"Vin! Elo, kalau nggak tahu apa-apa nggak usah ngoceh! Elo tahu apa sih?! Jaga mulut lo vin! Gue bukan cewek serendah itu!" bentak Shilla meradang, lalu berlari pergi. Menahan butiran hangat yang siap mengalir.
Alvin terdiam, lalu memegang pipinya yang mulai memerah.
^^^
“Oh, bagus ya kalian! Malah santai di sini,” omel Ify saat melihat Rio, Deva, Debo dan Lintar sedang duduk santai di bawah sebuah pohon di samping kelas mereka. Padahal yang lainnya sedang sibuk kerja bakti. Mereka berempat malah bersantai ria.
“Paan sih Fy?” tanya Lintar tenang.
“Kerja woi! Hari ini kita kerja bakti. Enak banget kalian duduk santai di situ!” omel Ify kesal sambil berkacak pinggang.
Murid yang lain menatap Ify kagum. Beraninya Ify membentak para preman smanhar. Dan tidak ada rasa takut sama sekali di wajahnya.
“Males, Fy,” jawab Deva santai.
“Ayo kerja! Cuma nyapu-nyapu doang atau ngumpulin daun kering, apa susahnya sih!?!?” omel Ify kesal.
Rio, Deva, Debo dan Lintar saling pandang, tapi lalu menghela nafas dan kembali bersandar.
“Rio! Deva! Lintar! Debo!” panggil Ify setengah teriak. Dan dengan nada berbeda di salah satu nama yang ia sebut. Diam-diam hati Ify bergetar meneriakkan nama itu. Tapi ia berusaha sekuat tenaga melupakan hal itu.
Rio, Deva, Debo dan Lintar sama-sama mendecak kesal tapi tidak juga beranjak. Walau salah satu dari mereka mulai merasakan sesuatu saat Ify menyebutkan namanya. Ia menggigit bibir, mencoba mengenyahkan perasaan itu.
“Kerja!” perintah Ify belum hilang kesabaran.
“Entar, deh,” kata Deva sambil bersandar.
“Cepet! Sekarang! Gue lempar sapu nih!” ancam Ify sambil mengacungkan sapu lidi yang ada di tangannya.
Rio, Deva, Debo, dan Lintar terlonjak kaget. “Eh, eh, iya,ya,” kata mereka segera beranjak.
Rio, Deva, Debo dan Lintar berdiri dengan cepat. Yang lain menatap Ify takjub. Hebat memang cewek satu ini. Selalu tenang menghadapi siapapun. Para preman smanhar saja di lawannya tanpa takut.
“Ify mah kalau ngancam pasti bener,” gerutu Deva sebal.
“Iya. Waktu itu aja, dia ngancem mau lempar kita pakai tutup tempat sampah, eh, di lempar beneran,” tambah Lintar.
“Untung aja waktu itu nggak ada yang kena,” kata Deva. Semua mengangguk setuju.
“Gitu bilang Princess sekolah,” gerutu Deva. “Galak!”
“Iya. Gue sampai sekarang masih bingung napa si nenek lampir itu dapet gelar Princess sekolah, ya,” kata Lintar bingung. Rio dan Debo tidak mau ikut-ikutan.
"Oke, dia emang cantik, pianis prof, terkenal, sering banget di tembak cowok, murah senyum, pinter, tapi…” kata Deva menggantung.
“Galaknya minta ampun!” kata Lintar dan Deva serempak dengan kesal.
“Gue mah setuju aja waktu gelar Princess sekolah di kasih ke Acha,” kata Lintar. Deva mengangguk setuju.
“Ify sama Acha memang Princess di sekolah ini. Mereka juga punya banyak banget kesamaan,” lanjut Deva.
“Iya. Sama-sama selalu nolak cowok, padahal banyak banget yang ngantri.”
“Dan satu lagi, Lin.”
“Sama-sama galak!!!” kata Lintar dan Deva kompak lagi.
Bletak!!
Dua jitakan di tujukan masing-masing untuk Lintar dan Deva.
“Aduh!” sekarang mereka mengaduh kompak.
“Adek gue itu,” kata Rio geram.
“He he he. Peace yo, peace,” kata Lintar dan Deva cengengesan.
^^^
Kini Gabriel, Alvin, Ozy, Cakka, dan Ray sedang duduk di bangku panjang di depan kelas 12 IPS 1. Hanya Alvin yang berdiri sambil bersandar di dinding. Ia menunduk, sambil menggigit bibirnya. Hatinya sesak. Merasa bodoh dengan apa yang di lakukannya tadi terhadap Shilla.
“Vin, pipi elo merah,” kata Ozy sambil memerhatikan pipi kanan Alvin.
Alvin tersentak, lalu segera menutup pipinya dengan telapak tangannya dan mengalihkan wajah.
“Kenapa?” tanya Gabriel. Alvin hanya diam tidak menjawab.
“Ada cap jarinya loh, vin,” kata  Ray sambil mencoba menggapai pipi Alvin. Alvin makin menutupi pipinya.
“Di tampar ya?” tanya Cakka. Alvin hanya diam. “Biasanya, yang suka nampar itu cewek. Elo di tampar siapa vin?”
“Jangan bilang di tampar Bu Winda gara-gara elo nolak dia,” celetuk Ozy. Mengingat saat guru muda itu selalu memerhatikan Alvin dan sering melempar senyum manis ke arah Alvin.
Alvin hanya menghela nafas dan tetap tidak menjawab.
“Eh, princess,” kata Cakka tiba-tiba, membuat semua menoleh.
Alvin tersentak. Melihat Shilla sedang melangkah mendekat dengan Angel dan Zahra di belakangnya. Mata Shilla merah dan lembab. Menandakan ia baru saja menangis. Alvin menatap Shilla. Shilla balas menatap Alvin, lalu segera membuang muka dan berjalan cepat.
“Eh, Shil,” panggil Cakka. Tapi Shilla melangkah dengan cepat tanpa menoleh.
“Shilla habis nangis ya?” tanya Ray pada Angel dan Zahra yang masih berdiri di tempat.
Angel dan Zahra tidak menjawab, malah menoleh ke Alvin.
“Elo apain dia?” tanya Angel dingin. Alvin diam, tidak menjawab sambil tidak membalas tatapan tajam Angel.
“Elo tahu, Shilla nangis di toilet lama tadi. Matanya sampai bengkak. Gue tahu, Shilla itu memang cengeng. Tapi dia juga nangis pasti ada sebabnya. Dan gue tanya salah satu murid di koridor, dia nangis setelah berantem sama elo,” kata Angel menatap Alvin makin tajam.
Gabriel, Cakka, Ray, dan Ozy  tersentak, lalu menatap Angel dan Alvin bergantian dengan tatapan tidak percaya.
“jadi, elo di tampar Shilla vin ?” Gabriel menarik kesimpulan duluan.
“vin! jawab! elo apain Shilla sampai Shilla kayak gitu!” bentak Angel mulai emosi.
“Gue… gue ngatain dia matre,” jawab Alvin pelan. “Dan bilang kalau dia piala bergilir.”
Jawaban Alvin membuat semua menganga kaget. Gabriel mengepalkan tangannya. Kalau tidak mengingat Alvin sudah seperti saudaranya, pasti ia akan melayangkan tinjuan ke Alvin.
Angel juga mengepalkan kedua tangannya dengan geram. “Untung tadi Shilla udah nampar elo,” kata Angel sinis, lalu berjalan kembali menyusul Shilla, di ikuti Zahra di belakangnya.
“Vin! Elo gila! Maksud elo apa ngatain Shilla gitu?!” tanya Cakka tidak percaya, tapi juga kesal.
Alvin diam sambil sedikit menunduk. Gabriel menghela nafas panjang.
“vin, gue udah bilang kan. Elo belum tahu Shilla, vin. Elo narik kesimpulan terlalu cepat. Apa elo tahu, Shilla itu beneran matre atau nggak? apa elo tahu Shilla itu seperti piala bergilir atau nggak? elo itu Cuma ngeliat vin. Elo nggak pakai hati elo. Cuma pakai mata elo,” nasehat Gabriel  menghilangkah emosi sesaatnya tadi.
Alvin mendongak. “Gue tahu, yel. Gue tahu gue salah. Tadi gue juga nggak tahu kenapa kalimat itu terlontar dari mulut gue.”
“memangnya ada paan sih vin?” tanya Ozy penasaran.
Alvin menghembuskan nafas, “tadi gue liat Shilla sama cowok barunya,”
“heh? siapa?” kini Ray  yang bertanya. Alvin menjelaskan ciri-ciri orang tersebut.
“Astaghfirullahallazim!!! Alvin!!! Elo kira itu cowoknya Shilla?”tanya Ozy histeris tidak percaya. Alvin sedikit mengerutkan kening, tidak mengerti dengan reaksi Ozy.
“Udah keliatan jelas dari gambaran elo. Dia itu Riko. Dia emang pintar, sering juara dalam lomba pelajaran. Dan elo harus tahu, Riko, adalah sepupu Shilla,” jelas Gabriel datar, sukses membuat Alvin terkejut.
“Dan juga vin. Elo harus tahu, Shilla nggak pernah pacaran. Dia emang sering jalan bareng cowok. Tapi, kalau cowok itu nembak Shilla, Shilla selalu nolak. Dan, elo harus tahu, saat gue jalan bareng Shilla, Shilla nggak pernah minta di beliin apapun. Gue nawarin dia aja, dia nolak vin.” lanjut Gabriel. Ray, Ozy, serta Cakka menoleh dan sangat tertarik dengan pembicaraan ini.
Gabriel terdiam. Padahal ia sudah berjanji takkan menceritakan hal ini. Tapi mau bagaimana? Daripada Shilla terus menerus di pandang buruk oleh orang lain yang tak tahu menahu? Gabriel harus menceritakan dan menjelaskannya.
Gabriel menarik nafas dalam, lalu menatap Alvin lekat. “Vin, orang tua Shilla udah cerai. Shilla ikut nyokapnya. Tapi, padahal Shilla pengen bareng bokapnya yang ada di Belanda. Shilla pernah curhat ke gue, Shilla rindu bokapnya vin. Shilla selalu nerima ajakan cowok untuk jalan bareng dia, itu karena dia rindu bokapnya. Shilla kakak pertama, dua adiknya cewek semua. Nggak ada laki-laki lagi di keluarganya. Shilla nggak pernah mau pacaran, karena dia belum pernah dapat sosok seperti bokapnya. Shilla nyari sosok pengganti bokapnya di pendampingnya nanti. Karena itu, Shilla selalu menerima ajakan cowok-cowok ternama dan bukan sembarangan. Karena dia yakin, bokapnya adalah orang ternama,” jelas Gabriel panjang lebar.
“Singkatnya, Shilla masih cari sosok seperti bokapnya vin. Makanya dia nggak pernah nerima cowok manapun, karena dia belum dapatkan itu. Jangan kira, Shilla ngelakuin semua karena kesenangan dia, vin, ” kata Gabriel lagi.
“Dan ini juga gue kasih tahu untuk elo semua, Kka, Zy, Ray. Mungkin selama ini kalian kira Shilla Cuma baik sama gue, dan kalian nggak. Bukan gitu. Shilla memang anaknya jutek di depan orang-orang. Tapi Shilla bakal menjadi Shilla di depan orang yang akrab sama dia. Shilla, udah gue anggep adek sendiri. Karena dari SMP, gue udah bersahabat sama Shilla.”
Ozy, Ray dan Cakka menganga kaget. Terkejut dengan penjelasan Gabriel. Bersahabat dengan Shilla dari SMP? Bagaimana bisa? Selama ini mereka tidak pernah memperlihatkan kalau mereka bersahabat dekat. Shilla sudah di anggap adik oleh Gabriel pula. Bagaimana bisa? Pasangan pangeran dan putri sekolah itu saling mengenal dan dekat sejak SMP. Padahal selama ini, Shilla hanya bersikap biasa pada Gabriel seperti pada Ray dan yang lainnya. Gabriel juga begitu. Tapi ternyata di balik semua, Shilla dan Gabriel bersahabat dekat dan sangat akrab.
“elo, sahabatan sama Shilla dari SMP? kok elo nggak ngomong?” tanya Ray masih terkejut.
Gabriel hanya tersenyum tipis, lalu menoleh ke Alvin sambil memasukkan kedua tangan di dalam saku celananya.
“Untung elo udah gue anggap sahabat, vin. Kalau nggak, udah habis elo buat adek gue nangis kayak gitu.” kata Gabriel datar. “Gue harap, kejadian ini cuma sekali aja terjadi.  Gue nggak mau liat adek gue itu nangis lagi,”kata Gabriel sambil menatap Alvin lalu mulai melangkah pergi.
Alvin terdiam. Lalu menggigit bibirnya. Ia juga menyesal mengucapkan kalimat buruk itu.

xxxxx

Uhuk uhuk. Begitulah fanfiction yang sejenis dengan sinetron gagal tayang ini -_-
Kayaknya udah ketebak banget ya siapa yang di panggil Ify dengan nada berbeda itu? Yeah. Penulis sok ini emang maunya sok misterius, tapi kayaknya gagal banget -____-
Ya sudahlah. Part depan bahas tentang another love story a.k.a. cerita selingan dari para pemain pendukung (lo sangka pelem pakai pemain pendukung segala). Please, stay in my blog *pasang muka memelas*
Komen ya komen ya komen ya ----> facebook.com/mrz.mikas (Aleastri Blinkstar Miossa) twitter.com/aleastri (jgn lupa pake' hastag #PMB :D)
Terima kasih :)

2 komentar: