Takdir menemukan mereka.
Klimaks kisah ini sudah sampai. Pertemuan yang tak pernah di duga itu. Benang
cerita ini mulai terajut dan bertemu satu sama lain. Pertemuan awal yang
sekilas tapi sudah mampu menumbuhkan getaran berbeda. Pertemuan yang selama ini
di nanti, ternyata masih di ragukan.
Dan... seperti apa
penyelesaian dari benang-benang ini? Apakah akan jadi sebuah untaian kusut?
Atau jadi selembar kain yang indah? Let's see...
Part 8b. Harapan vs
Nusantara
Para pendukung masing
sekolah sudah berkoar-koar menyemangati dan bernyanyi yel-yel mereka. Para
anggota cheers juga menyemangati sambil memainkan pom-pom mereka.
"Gabrieeel!!!
Alviiinn!!!" teriak Shilla menyemangati dari pinggir lapangan sambil
memainkan pom-pomnya.
"Oper! Oper!
Oper!" Ray berteriak tidak kalah heboh dengan tim cheers sekolahnya.
"Kak Rio! Kak Rio!
Kak Rio!" teriak Acha menyemangati kakak tunggalnya di tengah gemuruh
suara penonton.
"RIOOOO!!!"
teriak Dea histeris. Em... maksudnya sih memberi semangat.
Terdengar samar juga
suara Ify meneriakan nama Debo di antara ramainya suara stadion. Walau dalam
hati Ify berharap setengah mati agar Debo tidak mendengar ia meneriakan
namanya. Aneh. Keke juga meneriakan nama Rio dari bangku penonton. Nova tak mau
kalah dan meneriakan nama Lintar sekencang mungkin.
Kedudukan sudah 39-34
untuk smanhar. Bola di tangan Alvin. Alvin segera berlari dan mendrible ke arah
ring, lalu mengoper ke arah Ozy yang sedang kosong. Dengan sigap, Ozy
menangkapnya dan segera mendrible sambil berlari ke arah ring lawan. Ozy
melompat, dan...
"Masuk!!!"
teriak Shilla histeris saat Ozy berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Seluruh pendukung smanra
berteriak heboh. Cakka mengacak-acak rambut ikal Ozy dengan senang.
"Yeay!" teriak
Acha girang sambil bertepuk tangan memandangi Ozy yang kini tertawa.
Zevana mendelik,
"Cha! Tadi itu kita kebobolan! Kok malah seneng!"
Acha terdiam sesaat, tapi
lalu menyeringai lebar, "yang ngeshoot manis sih."
"Hmppt! Dasar!"
sahut Ify sambil memukul Acha dengan pom-pomnya. Acha hanya cengengesan.
Pertandingan masih
berlangsung panas. Bola di tangan Ozy lagi. Kali ini ia berlari gesit
menghindari lawan, dan melemparkan pada Alvin yang kosong. Alvin yang berada di
dekat ring, segera melompat, ingin memasukkan bola. Tapi seorang lain juga ikut
melompat, melemparkan bola itu jauh-jauh dari ring, menjaga pertahanannya.
Shilla bersorak kecewa dengan heboh karena Alvin gagal memasukkan bola.
Sementara Alvin sendiri malah terdiam, memandang siapa yang tadi menolakkan
bolanya ke dalam ring. Laki-laki itu juga menatap Alvin, tapi sekilas saja,
karena ia kembali bermain. Alvin menghela nafas, mencoba tetap konsentrasi
bermain.
Acha mengerutkan kening,
melihat siapa yang tadi di gagalkan kakaknya untuk memasukkan bola. Acha juga
makin heran saat kakaknya sempat bertatapan dengan pemuda oriental itu. Acha
terus memerhatikan pemuda dengan mata agak sipit yang kini tengah bermain
kembali. Entah kenapa, Acha merasa pernah bertemu pemuda itu. Bahkan
mengenalnya, dengan akrab dan dekat. Tapi... mana mungkin. Diakan tim smanra.
Dari dulu, kakaknya selalu melarang Acha dekat-dekat dengan murid SMA
Nusantara, karena itu adalah musuh Rio. Jadi tak mungkin Acha mengenal lelaki
putih itu. Tapi kenapa, ada perasaan lain bergerak di hatinya? Seperti sebuah
rindu yang menyeruak, dan memaksa Acha untuk mendatangi pemuda itu, memeluknya
erat. Ia seperti seseorang yang selama ini Acha rindukan dan cari. Tapi...
siapa?
Acha mendecak sendiri,
tak paham dengan pikiran anehnya itu. Ia menghela nafas, tapi lalu kembali
mencoba ceria menyemangati sang kakak yang masih memimpin tim smanhar.
Di tengah pertandingan,
Sion dan Rio berebut bola. Bola di tangan Rio. Sering kali Sion mencoba
mengambil kesempatan tapi selalu gagal. Rio terlalu gesit untuk menghindari
penjagaan Sion. Tapi Sion tetap menjaga ketat Rio. Rio mendrible bola, lalu
dengan gesit segera berlari menghindar dan melompat ke arah ring lawan.
"Gooolll!!!"
pekik Dea heboh sambil melompat-lompat girang.
"Eh, gila. Kakak lo
tadi cakep banget Cha!" kata Zevana histeris.
Acha tertawa, lalu
memandang ke arah kakak semata wayangnya itu. Rio sedang menoleh ke arah bangku
penonton. Lalu tersenyum, membuat para perempuan membelalak, tapi lalu melting
tak karuan. Acha mengikuti arah pandang Rio, mendapati Keke sedang balas
senyuman Rio itu dengan tersipu. Acha terkikik kecil. Ternyata kakaknya itu
bisa romantis juga, ya? Sudah jelas dengan sikap Rio itu, kalau gol tadi di
persembahkan untuk Keke. Ah manisnya.
Sion mengumpat dalam
hati, kesal dengan Rio yang berhasil menghindarinya. Ini sudah sekian kalinya
dalam pertandingan kali ini. Sion menatap tajam Rio yang sedang bertos ria
dengan Deva. Sion mendengus, lalu berjalan menuju Rio yang kini sendiri. Rio
menoleh saat Sion melangkah mendekat.
BUK!
Sion meninju perut Rio
saat sudah ada di depan Rio, membuat Rio terlonjak. Jarak mereka dekat,
sehingga tidak ada yang memerhatikan bahwa Sion sedang memukul Rio. Apalagi
sekarang Cakka dan Debo sedang berebut bola dengan seru. Bola akhirnya di dapat
Cakka dan mengarah ke ring smanhar, menjauhi tempat Rio berada. Rio meringis,
lalu terduduk sambil memegangi perutnya yang terasa perih. Debo yang tanpa
sengaja melihat itu, segera berlari datang.
"Eh nggak usah kasar
ya!" kata Debo mendorong tubuh Sion.
Peristiwa itu menarik
perhatian, membuat para pemain segera datang mendekat. Kiki dan Lintar membantu
Rio berdiri kembali. Para penonton terdiam sambil memandang ke sudut lapangan
tempat Rio berada. Alvin tersentak saat melihat Rio yang nampak masih kesakitan.
"Nggak
sengaja," jawab Sion cuek.
"Eh, sialan
lo!" kata Debo emosi dan maju ingin meninju Sion.
"Eh, eh, udah
Bo," kata Deva segera menahan.
"Apa?!" bentak
Sion menantang sambil ikut maju. Debo jadi tersulut dan mulai bertengkar dengan
Sion.
Pertandinganpun ricuh.
Bisik-bisik penonton
mulai terdengar sambil memandangi pinggir lapangan terjadinya perkelahian. Keke
berdiri sambil menatap cemas Rio dari bangku penonton. Ify menutup mulut dengan
telapak tangan. Ingin maju melerai, tapi entah mengapa kakinya terpaku di
tempat. Ia hanya berteriak dalam hati, menyuruh Debo berhenti berkelahi seperti
itu. Wasit segera berlari datang dan melerai.
"Yon! Udah!"
lerai Gabriel menarik tubuh Sion yang sibuk bergulat dengan Debo.
Karena terlalu menyegani
Gabriel, Sion menurut dan melepaskan Debo dengan emosinya yang masih memuncak.
Rio yang sudah mulai
hilang rasa sakitnya, malah jadi terikut emosi dan balas meninju Sion.
"Elo bisa kan kalau nggak pakai otot?!"
Sion meringis, lalu menatap
Rio tajam. "Nggak bisa!" jawabnya lalu menepis tangan Gabriel yang
menahannya, dan ingin membalas tinjuan Rio.
"Yon!" bentak
seseorang yang tiba-tiba segera berdiri di depan tubuh Rio dan mendorong tubuh
Sion menjauh. "Nyantai!" marah orang itu tak terima.
Gabriel, Sion, Cakka, dan
juga Ozy sedikit menganga heran dan tak percaya mengapa Alvin berdiri di depan
Rio, seakan melindungi lawan. Sedangkan Rio menjadi terdiam dan tertegun
menatap punggung Alvin di depannya. Bahkan Shilla yang mendengar dari pinggir
lapangan ikut mengerutkan kening tak mengerti.
"Kenapa pakai mukul
sih?!" bentak Alvin emosi, tak terima Rio di pukul begitu saja oleh Sion.
"Vin! Kok elo malah
marah sama Sion? Lawan kita itu kan mereka!" sahut Cakka menunjuk ke arah
tim smanhar, benar-benar tak mengerti dengan sikap Alvin.
Alvin tersentak, lalu
terdiam. Ia merutuk diri dalam hati. Bodoh. Kenapa mendadak emosinya jadi
tersulut? Dan kenapa ia harus marah karena Sion memukul Rio? Rio kan musuh
sekolahnya.
"Sudah. Cukup. Kedua
tim di diskualifikasi!" tegas wasit membuat semua tersentak.
"Nggak bisa gitu
dong, Pak. Kapten kami di pukul," bela Debo tidak terima.
"Pak, tim saya cuma
emosi," kata Gabriel mencoba membujuk.
Wasit menggelengkan
kepala tegas, "pertandingan selesai!"
Priiitt
Wasit sudah meniup
peluitnya, menutup pertandingan. Semua penonton berseru kecewa. Kedua pelatih
masing sekolah segera menghampiri wasit dan mencoba membujuk. Tapi wasit tetap
menggeleng tegas dan menghentikkan pertandingan. Kedudukan sama. 42-42. Seri.
"Ayo balik,"
pimpin Gabriel lalu berbalik dan melangkah. Semua menurut tanpa di komando dua
kali.
Alvin melirik ke arah
Rio. Rio juga meliriknya, tapi kemudian membuang muka. Alvin menghela nafas,
dan segera menyusul teman-temannya.
"Vin! Elo kenapa?
Tadi kena pukul nggak?" tanya Shilla panik sambil menghampiri Alvin.
Alvin hanya menggeleng
pelan dan tersenyum tipis, lalu melangkah ke dalam ruang ganti. Shilla
mengerutkan kening, dan kembali menoleh ke arah kapten tim smanhar. Rio kini
sedang menatap kepergian Alvin, membuat Shilla makin heran. Ada yang aneh.
Tadi, Shilla dapat melihat ada tatapan lain dari Alvin ke kapten smanhar itu.
Shilla hanya mendesah kecil, tapi lalu memimpin timnya menuju ruang ganti.
"Kak!" panggil
Acha sambil berlari menghampiri Rio yang masih berdiri di sudut lapangan,
"kakak nggak papa, kan?"
"Yo, kenapa?"
tanya Dea cemas yang ada di samping Acha.
"Elo nggak papa,
kan?" tanya Ify khawatir. Matanya sedikit bergerak ke arah Debo.
"Kak Rio!"
panggil Keke sambil berlari dari bangku penonton menuju tim smanhar bersama
Nova.
"Kak?" panggil
Acha khawatir, belum mendapat jawaban dari Rio. Rio masih mematung menatap
pintu ruang ganti smanra.
Rio diam sesaat, lalu
mendesah kecil. "Dia udah kembali Cha..." gumam Rio pelan sambil
kembali menatap pintu ruang ganti smanra.
^^^
Shilla melangkah dari
toilet stadion menuju parkiran sendiri. Teman-temannya sudah menunggu di luar.
Saat ingin kembali, tanpa sengaja, ia berpapasan dengan Dea, kapten cheers
smanhar. Shilla dan Dea mengangkat alis saat mata mereka bertemu, dan saling
melempar tatapan sinis tak suka. Mereka lalu berhenti serempak saat jarak
keduanya sudah kurang dari tiga langkah.
"Elo kapten cheers
smanra, kan?" tanya Dea sinis, seraya melipat kedua tangan di depan dada.
"Iya. Kenapa?"
sahut Shilla tajam seraya sedikit mengangkat dagu angkuh.
"Tim lo, kalau emang
kalah, ya kalah aja. Nggak usah pake otot segala," seru Dea tak kalah
tajam.
Shilla mendelik.
"Tim lo aja deh kayaknya yang emang cemen," balas Shilla meremehkan.
"Songong banget
lo!" kata Dea mulai kesal.
"Siapa? Bukannya elo
ya?" sahut Shilla tak terima.
"Elo ngajak berantem
gue?!" tantang Dea sambil mendekat.
"Kalau iya?"
jawab Shilla tak takut dan ikut maju.
Dea menatap Shilla geram,
lalu dengan kesal ia menarik rambut Shilla yang di kuncir dua.
"Aw aw aw,"
rintih Shilla kesakitan, tapi lalu segera membalas menginjak kaki Dea.
Dea merintih. Shilla lalu
menjambak rambut Dea dengan geram. Dea balas menarik rambut Shilla. Aksi tarik
menarik rambutpun di mulai.
Ozy, yang di suruh
memanggil Shilla yang belum juga kembali, melotot kaget saat melihat princess
sekolahnya itu sedang 'bertarung' dengan kapten cheers smanar. Ia lalu segera
berlari mendekat.
"Woi! Woi!
Udah!!!" lerai Ozy saat sudah di tengah-tengah dua perempuan cantik itu.
Dea mendelik ke arah Ozy,
"diem lo! Anak kecil!" usir Dea merasa terusik dengan Ozy di sela
pertarungannya dengan Shilla. Shilla masih balas menjambak rambutnya.
"Siapa yang anak
kecil? Udah udah," lerai Ozy mencoba memisahkan, "Aduh!" pekik
Ozy yang terkena jambakan juga. Entah oleh siapa.
"Elo anak kecil bisa
minggir nggak, sih?!" bentak Dea menarik kesal cowok yang menurut
penglihatannya seperti anak kelas satu SMA itu -padahal sudah kelas tiga SMA-.
"Eh apaan lo
narik-narik?! Dia teman gua!" kata Shilla sambil menarik Ozy kembali.
"Ah! Rusuh lo!"
balas Dea sambil menarik tangan kiri Ozy.
"Ribut lo!"
sahut Shilla menarik tangan kanan Ozy, "dasar mak lampir!"
"Diem lo nenek
sihir!" umpat Dea menarik Ozy.
"Weh weh. Apa-apaan
ini?!" panik Ozy yang sudah seperti boneka di perebutkan dua anak
perempuan ini.
"Kak Dea?!"
panggil seseorang kaget yang baru saja ingin keluar stadion. Ia melotot, lalu
segera berlari mendekat. "Eh, eh, Kak. Udah," ucapnya mencoba melerai.
Dea menoleh, lalu segera
melepaskan tangannya saat tahu yang menyuruhnya adalah adik dari pujaan
hatinya, Acha. Karena Dea yang melepaskan pegangannya secara mendadak, Ozy
menjadi terjatuh dan menimpa Shilla yang masih menariknya dengan kuat.
"Aduh!" pekik
Shilla, lalu menjitak kepala Ozy geram, "ngapain lo nimpa gua!?"
"Yaelah Shil. Elo
yang narik gue!" seru Ozy tidak terima.
Acha menoleh, dan
mendadak terdiam melihat Ozy. Ia bahkan tak berkedip saat Ozy dan Shilla
sama-sama berdiri, walau Shilla masih mengomel tak karuan. Tanpa sengaja, mata
Ozy jatuh pada Acha yang menatapnya. Mata keduanya beradu. Keduanya saling
mematung menatap satu sama lain. Dan tiba-tiba ada sebuah lagu mengalun merdu
di pikiran keduanya, layaknya sebuah backsong dalam FTV-FTV.
'Terpesona, ku pada pandangan pertama...'
Shilla dan Dea mengangkat
salah satu alis melihat Ozy dan Acha yang saling tersihir satu sama lain.
“OZY!” “ACHA!”
Ozy dan Acha terlonjak
kaget dan segera tersadar. Shilla dan Dea ikut tersentak karena mereka mengucap
di detik yang sama, keduanya saling menoleh.
"Ngapain elo
ngikut?!" tukas Shilla kesal.
"Yeee. Adanya elo
yang ngikut!" balas Dea tidak mau kalah.
"Eh, eh. Udahan aja
ya. Yuk Shil!" kata Ozy lalu segera menarik Shilla pergi menjauh dari
sana, sebelum ada hal aneh lain terjadi.
Shilla melemparkan mata
melotot geram ke arah Dea, tapi hanya pasrah di tarik Ozy. Sementara Dea
mengumpat kesal Shilla. Sedangkan Acha... malah jadi kembali terpaku melihat
Ozy.
^^^
Tim basket dan beberapa
murid SMA Nusantara sudah berada di depan stadion. Sion dan Gabriel sedang
mendapat omelan panjang dari Pak Jo. Gabriel yang memang kapten menemani Sion.
Para anggota basket yang lain masih duduk di tangga masuk ke dalam stadion.
Tidak lama kemudian, Sion
dan Gabriel melangkah mendekat. Sion menghela nafas sambil duduk di salah satu
anak tangga. Sementara Gabriel berdiri bersandar di dinding tangga.
"Yel! Gue nggak
terima. Pokoknya, gue mau kali ini kita tarung lagi sama mereka," kata
Sion kesal.
Alvin menoleh, sambil mencoba
menahan emosi, "Yon, cukup. Elo tadi udah mukul dia. Masih belum
puas?"
"Iyalah. Gue nggak
bakal terima kalau gue belum balas."
"Belum balas?
Bukannya elo yang mulai semua? Elo tuh kenapa sih?" tukas Alvin kesal.
"Adanya elo yang
kenapa. Elo tuh aneh. Mereka lawan kita. Ngapain lo belain?" sahut Sion
sinis, membuat Alvin terdiam tak menjawab. "Yel! Ini nih sohib baru lo.
Aneh. Musuh sendiri kok di bela," adu Sion sambil menoleh ke arah Gabriel.
Alvin menoleh, dan
menghembuskan nafas keras, mencoba sabar. "Yon, gue cuma nggak suka elo
main otot di tengah pertandingan. Liat kan sekarang? Kita malah di dis!"
Sion menatap Alvin tajam,
"eh! Elo tuh anak baru. Elo belum tahu gimana smanra sama smanhar.
Kejadian kayak gini tuh udah sering ada!"
"Udah udah. Kok
malah kalian yang berantem sih?" lerai Gabriel menengahi.
Sion menghela nafas
sambil menoleh ke arah Gabriel, "Yel. Pokoknya kita harus jegat mereka
pulangan ini. Pasti mereka belum pulang."
Gabriel terdiam, lalu
menghela nafas panjang dan berpikir.
"Yel... pasukan kita
banyak," hasut Sion meyakinkan Gabriel.
Gabriel memandang anggota
gengstar sekolahnya yang memang masih berada di stadion. Semua anggota tim
basket dan sejumlah murid smanra yang tadi menonton. Mereka hanya diam menunggu
perintah dari Gabriel. Hanya Alvin yang menatap Gabriel seakan berkata,
'jangan'.
Gabriel menghembuskan
nafas sambil mengalihkan wajah, "ayo ke halaman samping gedung,"
pimpin Gabriel sambil melangkah, membuat Alvin tersentak.
"Wooo! Itu baru
ketua gue!" kata Sion bangga sambil beranjak.
Alvin mendecak tak
setuju. Sion mendekat ke arah Alvin, lalu menepuk-nepuk pundak Alvin dan
tersenyum sinis. Alvin hanya diam sambil membuang muka. Sion tertawa
kemenangan, lalu menyusul Gabriel menuju halaman samping gedung, tempat di mana
smanhar akan keluar.
"Loh? Vin! Pada mau
kemana?" tanya Ozy yang baru saja datang. Shilla yang tadi bersamanya
sudah ngeluyur kembali ke tim cheersnya.
Alvin menghela nafas,
"kita bertarung sama smanhar," jawabnya lirih, lalu melangkah
menyusul yang lain.
Ozy diam sesaat, tapi
tetap menurut dan melangkah bersisian dengan Alvin.
^^^
Rio dan para anak buahnya
-gengstar smanhar- melangkah keluar stadion setelah sebelumnya mereka sempat
berada di dalam stadion cukup lama. Tapi saat ingin keluar melalui pintu
samping stadion, sebagian murid lelaki smanra sudah berdiri menunggu, sebagian
membawa alat. Gabriel berdiri di depan mereka sambil menatap Rio tajam. Rio
terdiam.
"Yo, bakal bertarung
lagi nih," bisik Lintar yang memang ada di samping Rio.
"Untung aja
anak-anak belum balik," gumam Deva pelan.
Rio mendesah pelan, lalu
menoleh ke belakang, "panggil Ify!" perintah Rio, membuat semua
segera menurut.
Tidak lama kemudian, Ify
segera melangkah maju dan berdiri di samping Rio dengan pandangan bertanya.
"Bawa Acha sama Keke
pulang," perintah Rio.
Ify mengerutkan kening,
"elo?"
Rio menggerakkan kepala
kecil ke arah anak-anak smanra di depannya, "gue masih ada urusan.
Ify terdiam sambil
memandang pasukan smanra. Ia lalu menghela nafas mengerti.
"Hati-hati," pesannya, dan berbalik, tapi sebelumnya sempat menoleh
ke arah Debo dengan cemas. Ia lalu melangkah menuju pintu utama stadion,
mendatangi Acha dan Dea yang baru saja terlihat.
Rio menoleh ke depan
kembali, dan melangkah maju, di ikuti para gengstar sekolahnya.
"Kenapa?" tanyanya dingin.
Gabriel melangkah maju
mendekat, dan menatap Rio tajam, "apa perlu gue jawab?"
"Ck. Nggak usah
banyak bacot lah!" kata Debo emosi sambil maju dan meninju salah satu anak
smanra. Yang lainpun mengikuti.
Dan pertarungan antar dua
musuh bebuyutan ini... di mulai.
^^^
Para preman sekolah dari
smanra dan smanhar masih terus memukul satu sama lain. Bibir Rio sudah
berdarah. Pipi kanan Alvin juga sudah memar. Di tengah pertarungan, saat Rio
sudah menghabisi satu lawan, Rio berbalik, menghadap Alvin yang membelakanginya
dan baru saja meninju seorang lain. Rio segera menarik kostum basket Alvin
tanpa melihat wajah Alvin, membuat Alvin tersentak. Rio menarik leher kaos
Alvin dan siap meninju Alvin. Alvin juga sudah mengepalkan tangannya dan di
arahkan pada Rio.
Deg!
Kedua pasang mata mereka
bertemu. Dan seakan mengunci waktu. Menghentikan detik yang ada. Keduanya
saling membeku. Rio yang masih menarik leher kostum basket Alvin, menatap Alvin
sambil menghela nafas berkali-kali dengan tangan ingin meninju. Alvin juga
mengatur nafasnya sambil menatap Rio dengan tangan yang siap melayang ke wajah
tampan Rio.
Rio makin mempererat
kepalan tangannya sambil menggigit bibir kuat. Ini bukan mimpi. Sama sekali
bukan mimpi. Sosok di depannya itu benar dia. Dada Rio sesak. Semua perasaan
itu seakan memberontak, menyiksa batinnya. Ia ingin sekali menarik tubuh di
depannya ini, merengkuhnya dengan rindu sejuta yang sudah meledak. Mata Rio
sudah berembun, benar-benar tak percaya dengan pertemuan yang terjadi ternyata
jauh sekali dengan apa yang ia harapkan. Penantian selama 12 tahun itu...
berakhir seperti ini...
Rio melepaskan
cengkeramannya di baju basket Alvin, dan membuang muka. Alvin juga menurunkan
tangannya sambil menghela nafas berkali-kali, mencoba mengatur emosi.
Rio meneguk ludah,
"BERENTI!" teriaknya tiba-tiba, "Berenti gue bilang!
Berenti!!!"
Semuanya terdiam dan
berhenti saling pukul. Kemudian menoleh ke Rio dan Alvin yang berada di
tengah-tengah mereka. Rio menghela nafas panjang, mencoba menguasai diri
sendiri. Sementara Alvin mengepalkan kedua tangan, entah mengapa dadanya sangat
sesak kini.
Gabriel melangkah maju,
dan berdiri di samping Alvin. Wajahnya sudah membiru keunguan, tapi ekspresinya
datar seperti tak merasa sakit. "Kenapa?"
Rio melangkah mundur
perlahan. Semua anggotanya mengerti dan segera melangkah ke belakang Rio.
Sementara para gengstar smanra berdiri di belakang Gabriel dan Alvin.
"Cukup sampai di
sini. Ada warga yang lapor polisi," kata Rio beralasan, lalu menatap
Gabriel tajam. "Mungkin, kali ini gue yang bakal pulang. Tapi liat nanti,
gue bakal balas!" tantang Rio.
Gabriel balas menatap Rio
tak kalah tajam, "gue selalu nunggu hari itu."
Rio menghela nafas, lalu
menoleh ke arah Alvin. Alvin balas menatapnya. Rio menggelengkan kepala kecil,
tidak percaya bahwa Alvin ada di pihak musuh. Musuh bebuyutannya.
"Balik!"
perintah Rio lalu berbalik, dan melangkah maju. Semua anak buahnya menurut.
Smanra masih menatap
kepergian lawannya. Alvin menatap punggung Rio yang semakin menjauh. Dan sesak
itu bertambah. Makin menyiksa.
Rio segera melesat
menerobos pasukannya, dan melangkah paling depan memimpin. Dengan sekuat
tenaga, ia menahan setetespun butiran bening mengalir dari matanya. Karena
sekarang, perasaannya sangat teramat pedih. Kesal, marah, kecewa, sedih, dan
semua. Bercampur dalam hatinya, sangat mengiris.
Kenapa takdir begitu
kejam, sampai menuliskan cerita pedih ini?
xxxxx
Eum... oke.... saatnya
penulis sok eksis ini muncul lagi.
Dari semua part, aku
emang suka part 8. Entah itu bag.A atau B. Semuanya ngumpul di sini. Hihihi.
Itu yang berantemnya Dea
sama Shilla.... em... gimana ya? Wakakaka. Backsong yang Acha Ozy itu
sebelumnya 'pandangan pertama, awal aku berjumpa' terus di ganti jadi 'ku rasa
ku telahjatuh cinta, pada pandangan yang pertama...' dan akhirnya di ganti lagi
jadi ini. Pas kan ya? Iya aja gin. Hehehe.
Dan Rio Alvin... nggak
tahu deh ya. Tapi aku suka pas mereka hampir saling nonjok itu. Kalau di
bayangin kayaknya... keren.
Komen ya ceman ceman :D
twitter.com/aleastri
makasyong :)
lanjutt donkk
BalasHapus