Part
32. Prom?
“Sekolah
kita kenapa aneh-aneh banget sih,” kata Alvin membaca selebaran Prom Night
nanti.
Shilla
yang mengerjakan tugas akhir dari Pak Dave menoleh bertanya. “Apaan?”
“Prom
di stadion basket? Ini kita mau pesta atau mau tanding?” tanya Alvin sarkatis
sambil menaruh kembali selebaran itu di atas meja Angel yang ia duduki.
“Ketos
kitakan keren,” kata Shilla ikut sarkatis sambil kembali melanjutkan tugasnya.
“Keren?”
Alvin mendelik, “ganteng juga nggak?” tanyanya menyindir.
Shilla
mendongak, langsung mendelik sebal dan memukul lengan Alvin membuat pemuda itu
merintih sakit. “Nggak usah mulai deh. Mau masuk rumah sakit lagi?” tanya
Shilla sebal.
Alvin
hanya mencibir sambil mengusap lengannya yang perih. Ia lupa kalau pacarnya ini
adalah jelmaan nenek lampir. Yang akan siap mengamuk kapan saja.
“ASSALAMMUALAIKUM!!!”
Semua
yang ada di kelas 12 IPS 3 menoleh kaget. Suara yang sengaja dicemprengkan itu
datang dari pemuda kecil yang tersenyum lebar sambil melangkah riang memasuki
kelas. Mereka langsung melengos kompak melihat kurcaci stress itu yang datang.
“Balasin
kek salam gue,” gerutu Ozy ke arah kelas. Beberapa membalas malas-malasan dan
beberapa hanya cuek dan kembali ke aktifitas masing-masing.
“Eh
si nenek dapat hadiah ya?” goda Ozy mendekat ke meja Shilla membuat gadis itu
mendelik kesal. “Makanya Shil, sekolah tuh yang rajin. Semua udah santai-santai
selesai ujian lo masih aja ngurusin tugas yang bolong. Kasian.”
“Berisik
lo. Pergi sana!” sewot Shilla melotot marah.
Ozy
agak menciut, tapi matanya jatuh pada selebaran di depan Alvin. Ia meraihnya,
dan mengangkat alis tinggi. “Kok di smanra nggak diumumin lengkap ya? Padahal
di tempat Acha semua lagi heboh,” komentar Ozy membuat Alvin dan Shilla
mengangkat wajah sambil mengerutkan kening.
Ozy
menurunkan kertas di depannya, kemudian menatap Alvin dan Shilla bergantian. Ia
mengangkat sebelah alis. “Loh? Kalian emangnya nggak tau? Tadi malam Acha yang
ngasih tahu gue. Gue pikir anak smanra pada tahu semua. Wah, ketos kita
kayaknya mau sok buat kejutan nih,” kata Ozy geleng-geleng membuat bukan hanya
Alvin dan Shilla, tapi seluruh siswa kelas jadi penasaran.
“Apaan
sih Zy?” tanya Shilla ingin tahu.
Ozy
diam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Prom Night Smanra bakal gabung sama
Smanhar.”
“…………”
Hening.
Setidaknya
selama tiga detik. Karena berikutnya dengan kompak seluruh kelas………
“HA?!?!!!!”
^^^
Gabriel
mengusap kedua telapak tangannya yang sudah basah keringat. Ia kembali mengubah
posisi duduk. Merasa gelisah sedari tadi. Membuat Ozy, Ray, Acha, Alvin, dan
Shilla memandang itu dengan bosan.
“Masih
lama, Yel?” tanya Ray dengan nada malas.
Gabriel
mendecak. “Gue harus ngapain?”
“Ya
telpon kak!” seru Acha segera dengan gemas. “Tuh dari tadi hape di depan kakak
nggak disentuh sama sekali. Kita udah nungguin dari tadi!” ucap Acha menunjuk
hape yang sedari tadi tergeletak di atas meja ruang tamunya. Hari ini mereka
berkumpul di sana karena rumah Alvin tidak mungkin jadi pilihan atas masalah
hari ini.
“Kita
bahkan udah nyusun skenario lo harus ngomong gimana. Udah cepet buruan!” desak Ozy
juga tak sabar.
Gabriel
menggaruk belakang telinganya yang tak gatal. “Eung… kalau gue ditolak?”
“Yaelah!”
kata Shilla gemas. “Gue heran deh sama cowok jaman sekarang. Ciut amat sama
cewek.”
“Gue
nggak!” kata Alvin segera membuat Shilla mendesis sinis.
“Kalau
gue nggak mancing, lo juga nggak bakal nembak gua!” kata Shilla sewot membuat
Alvin langsung menciut diam. Acha terkikik mendengar itu.
“Cewek
lo kayaknya minggu ini lagi bendera Jepang, Vin,” bisik Ozy di samping Alvin.
Alvin
melengos, “nggak bendera Jepang aja dia udah mengerikan, apalagi kalau lagi-“
“Ngomongin
apa?!” ketus Shilla membuat Alvin segera menutup mulut dan menegakkan tubuh
kembali.
Alvin
memasang wajah datar sambil menggeleng, “nggak papa.”
Shilla
melotot mengancam, kemudian kembali menatap Gabriel yang geleng-geleng geli
melihat pasangan itu. “Jadi gimana, Yel? Elo peka dikit kek jadi cowok. Sivia
udah bela-belain manjangin liburannya sampai ujian nasional karena elo!”
“Karena
gue?” tanya Gabriel segera sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Yaiyalah!”
kata Acha, Ray, Ozy, Alvin, dan Shilla serempak.
“Kak,
Sivia datang kesini kan karena mau damaikan Koko sama Kak Rio. Sekarang
jangankan Kak Rio sama Koko, Smanra sama Smanhar aja udah adem ayem. Apalagi
yang buat Sivia betah di Jakarta kalau bukan nunggu Kak Gabriel!” argumen Acha
disambut anggukan yang lain.
“Nunggu
apa?” tanya Gabriel bego.
Ray
langsung menggeram sebal, “jangan bilang ilmu keplayboyan lo selama
bertahun-tahun hilang gitu aja karena cewek pembalap F1 itu,” kata Ray tak
percaya.
“Yap.
Itulah kekuatan cinta,” kata Ozy lebay dengan mata berkedip-kedip membuat
Shilla tak bisa menahan untuk tidak melemparnya bantal sofa.
“Yel,
gue percaya sekarang lo nggak bakal sengaja nyakitin sepupu gua. Tapi kalau lo
gini terus, gue bakal suruh dia pulang saat ini juga tanpa harus ngomong apapun
lagi sama lo,” ancam Alvin serius membuat Gabriel sampai meneguk ludah.
Gabriel
mengigigiti bibir, kemudian merengek seperti anak kecil dengan frustasi. “Tapi
gue bener-bener takut dia nggak mau…” kata Gabriel mengeluarkan sisi yang tak
pernah orang lain lihat. Kekanakan.
Ray
sampai menjauhkan diri dengan mata mengerjap-ngerjap. “Gue heran kenapa cowok
kayak gini jadi ketua preman di sekolah gue,” katanya menatap Gabriel ngeri.
“Sivia
emang hebat banget…” kata Acha kagum sambil geleng-geleng kepala.
Gabriel
melengos panjang sambil menyandarkan diri ke sofa dengan wajah memelas putus
asa. Shilla malah jadi tertawa geli karena sekian lama mengenal Gabriel ia sangat
tahu pemuda itu bila di depan orangtuanya sering manja jika sedang sangat
menginginkan sesuatu. Hal haram bagi seorang premannya sekolah. Apalagi ketua
preman. Namun kali ini karena seorang perempuan, Gabriel mengeluarkan sisi itu
di depan teman-temannya.
Suara
mobil datang membuat mereka menoleh. Tak lama Manda datang dengan Rio membawa
beberapa kantong belanjaan di belakangnya.
“Rame
banget nih,” kata Manda ramah tersenyum menyapa semua yang mengangguk sopan.
Alvin
segera berdiri menghampiri Rio sambil mengambil alih sebagian belanjaan. “Maaf
ya, Bun. Ini teman-temannya Apin, tapi malah ngumpulnya di sini,” kata Alvin
meringis.
“Ya
nggak papalah. Inikan rumah kamu juga,” kata Manda santai, lalu menoleh pada
Shilla. “Lagian juga ada Shilla. Tante seneng banget ketemu kamu lagi.”
Shilla
tersenyum manis dengan malu-malu. Membuat Ozy, Ray, dan Alvin menyipitkan mata
ke arah gadis itu. Bagaimana bisa ya gadis yang baru beberapa detik lalu
melotot sambil bicara ketus kini jadi manis sekali? Cih. Dasar ular. Batin Ozy,
Ray, dan Alvin melihat tingkah Shilla.
“Yuk
masuk aja. Mbok Ipah pasti udah selesai masak. Lagian di ruang tengah situ
lebih luas loh,” ajak Manda ramah.
Semua
saling menoleh, menunggu satu sama lain berdiri. Tapi Acha kemudian tersenyum
dan memimpin pergi, diikuti Alvin dan Rio yang membawa belanjaan. Mau tak mau
yang lain mengekor. Manda merangkul lembut Shilla dan mengajak mengobrol akrab.
“Sivianya
mana? Kok nggak ikutan?” tanya Rio setelah menaruh belanjaan di atas meja
makan. Sementara yang lain duduk di ruang tengah depan dapur. Acha dengan
dibantu Ozy baru saja menarik sebuah meja di sudut ke tengah ruangan, dengan
Gabriel dan yang lain duduk mengitarinya.
“Ini
kita lagi mikirin dia,” jawab Shilla membuat Rio mengerutkan kening.
“Sebenarnya
sih Gabriel yang mikirin,” sergah Ray membuat Gabriel melotot kecil. “Mau
ngajakin ke prom.”
Rio
mengangkat sebelah alis, lalu mendekat dan duduk di samping Alvin. “Lo ngajakin
cewek ke prom aja nggak bisa?” tanya Rio merendahkan membuat Gabriel
melemparkan tatapan kesal.
“Yo…”
panggil Alvin membuat Rio menoleh ke arahnya, “lo mau gue beliin kaca apa
gimana? Kemaren juga lo ngajakin Keke harus konsultasi ke semua orang dulu,”
ejek Alvin membuat garis wajah Rio langsung berubah.
Rio
mendelik dan mendesis geram menyuruh Alvin diam tentang hal itu. Sementara
Gabriel malah terkikik kemenangan.
“Hm…
kalau diperhatiin sih, Kak Rio sama Kak Gabriel punya kesamaan kalau berhadapan
sama cewek…” kata Acha mengelus dagu.
Shilla
mengangguk-angguk setuju, “cowok yang garang dan dingin, ternyata bakal jadi
super ciut dan bego di depan cewek yang dia suka.”
“Elo
walau udah jadian tapi tetap ciut di depan Keke, Yo?” tanya Ozy setengah
mengejek membuat Rio melemparkan tatapan dinginnya ke arah Ozy. Membuat Ozy langsung
mengkerut dan meringis salah tingkah. “Ampun, kak… canda aja kak, canda…” kata
Ozy tertawa kaku membuat Acha yang duduk di sampingnya menepuk kening sendiri
dan menunduk geleng-geleng.
Mbok
Ipah datang, menaruh masakan di atas meja. Shilla mengangkat alis melihat itu.
Tapi kemudian segera berdiri membantu Mbok Ipah menyediakan makanan. Alvin
tersenyum kecil melihat itu, lalu mencolek Rio membuat Rio menoleh.
“Pacar
gue tuh,” kata Alvin bangga menunjuk Shilla.
Rio
langsung mendengus geli, “lo bilang nenek lampir. Gimana sih,” kata Rio
menyindir curhatan Alvin tentang Shilla beberapa hari lalu. Alvin langsung
meringis saja.
“Tante
nggak ikut makan?” tanya Shilla sopan pada Manda yang ingin melangkah ke taman
belakang.
“Nggak
usah, kalian aja dulu. Tante ada kerjaan,” tolak Manda tersenyum, lalu menekan
tombol hape dan keluar ke taman belakang.
“Mentang-mentang
calon mertua, manis amat lo kayak martabak,” ledek Ray ketika Shilla kembali
duduk.
Shilla
memicingkan mata ke arah Ray, “berisik lo. Jangan sampai gue guyur ya,” ancam
Shilla menunjuk kuah sop ayam di atas meja pendek itu. Ray langsung nyengir
ampun.
Gabriel
melengos keras setelah sekian lama diam, “kalian bisa fokus nggak sih? Kita
kesinikan buat bantuin gue, napa jadi acara piknik gini,” kata Gabriel belum
mengambil piring dengan wajah tak bersemangat.
“Makan
dulu kali, Yel. Siapa tahu otak jadi encer,” kata Ozy disambut anggukan Acha.
“Lagian lo nggak bisa bedain makan lesehan sama piknik ya? Piknik itu di alam
luar, tanpa meja. Otak lo bener-bener dirusakin Sivia ya,” ejek Ozy
geleng-geleng. Gabriel segera menjitaknya geram membuat Ozy bersungut.
“Piknik
itu juga enaknya sambil main gitar. Aduh, gue jadi pengen gitaran,” kata Ray
sebelum melahap sesendok nasi kemulutnya.
“Nggak
nyambung Ray,” kata Shilla dengan nada malas. Ray hanya mengedikkan bahu acuh.
Rio
mengangkat alis tinggi. Seperti ada bohlam di atas kepalanya. “Vin…” panggilnya
membuat Alvin menoleh. “Gitar…” kata Rio menatap Alvin penuh arti. “Lo pernah
cerita, bukannya awal dekat itu…………”
Alvin
melebarkan mata, ikut tersadar. Dengan kompak keduanya menoleh pada Gabriel,
membuat Gabriel mengernyit tak mengerti sama sekali.
“Iya
juga ya…” ucap Alvin mengangguk-angguk kecil sambil menatap Gabriel membuat
Gabriel melongo tak mengerti.
“Ide
gue hebat kan?” ucap Rio bangga dan juga tak mengalihkan pandangan dari
Gabriel. Semua ikut bengong tak tahu menahu maksud dua orang itu.
“Ckckck.
Walau pisah bertahun-tahun tapi cinta kalian masih kuat ya,” kata Ozy kagum
tapi juga mengejek, “tanpa banyak kata aja kalian udah ngerti satu sama lain
dengan pikiran sama. Kayak punya radar.”
Alvin
nyengir sekilas, “cepetan makannya. Setelah ini kita harus latihan. Elo juga,
Yel. Makan! Abis ini gue kasih tahu rencana kita berdua,” kata Alvin antusias.
Gabriel
mengernyit. Tapi menyadari itu tentang misinya hari ini, ia menurut saja.
Sementara yang lain penasaran ingin tahu.
^^^
Sivia
yang duduk gelisah di ranjangnya terkejut ketika pintu kamar dibuka. Sang Oma
tersenyum mendekat.
“Kamu
kenapa? Seharian di kamar mulu. Galau?” tanya Oma menggoda.
Sivia
tersenyum masam. “bentar lagi Via harus pulang, Oma… Padahal di sini Via udah
punya banyak temen, bahkan bisa dibilang sahabat. Rasanya berat…”
Oma
tersenyum sambil duduk di samping cucu terdekatnya itu. “Yaudah kamu pindah aja
kesini, tinggal sama Oma. Nanti sekolahnya sama Alvin,” bujuk Oma membuat Sivia
langsung mendesah.
“Nggak
bisalah, Oma. Papa pasti nggak ijinin. Katanya pas Via kuliah aja,” jawab Sivia
memajukan bibir bawah. “Awalnya Via pengen sebentar aja disini. Jenguk Oma sama
Alvin karena Via liburan. Tapi sekarang malah jadi keterusan. Sivia udah
betah…”
Oma
diam sejenak, memandangi gadis itu yang menunjukkan wajah sendu. “Betah karena
disini udah punya pacar ya?” goda Oma membuat Sivia tersentak dan melebarkan
mata. “Oma sama Om juga udah tahu kok. Diakan sering main kesini. Temen deket
Alvin toh? Alvin juga pernah bilang dia teman pertama Alvin di Jakarta juga
teman sebangkunya. Bagus lah. Dengan begitukan dia segan kalau mau nyelingkuhin
atau nyakitin kamu.”
Sivia
langsung salah tingkah. Pipinya memerah dengan raut wajah panik. “Oma lagi
ngomongin siapa sih? Via nggak pacaran kok,” kata Sivia gugup.
Oma
menaikkan alis mendengar itu, kemudian mengangguk-angguk mengerti. “Owalah…
pantes kamu ngundur kepulangan terus. Ada yang ditungguin toh,” kata Oma
tersenyum menggoda membuat Sivia makin salah tingkah. “Jadi Gabriel belum
ngajakin pacaran?”
“Omaaa!!!”
rengek Sivia malu sambil menutup wajah dengan bantal membuat Oma tertawa geli.
Tapi
tiba-tiba terdengar suara gitar mengalun membuat Sivia dan Oma terkejut. Mereka
saling tatap, menajamkan telinga dan menyadari itu suara dari depan rumah
mereka.
“Di
perumahan sini pengamen boleh masuk ya Oma?” tanya Sivia polos.
“Seingat
Oma sih nggak…” jawab Oma bingung. Keduanya jadi saling tatap dengan kening
berkerut.
“Hei kau gadis cantik yang disana…”
Sivia
terkejut. Garis wajahnya langsung menegang. Gadis itu terpaku sesaat. Langsung
mengenali lirik lagu itu. Seperti tersengat, Sivia langsung melompat membuat
Oma kaget. Ia segera membuka korden dan jendela kamar. Gadis itu terpana,
melihat Ray dan Ozy ada di halaman rumah Alvin yang tepat berada di bawah
jendela kamar Sivia. Ray membawa sebuah gitar dengan Ozy disampingnya nyengir
lebar. Walau sejujurnya dalam hati Ozy merasa lega hanya Sivia yang membuka
jendela, bukan tetangga lain karena tadi ia harus meninggikan suara (atau bisa
dibilang berteriak) agar nyanyiannya terdengar sampai kamar Sivia. Ozy nyengir
lebar, dan kembali melanjutkan nyanyiannya sambil mendongak memandang Sivia
yang terdiam di jendela kamar lantai
dua.
"Hei kau gadis cantik yang di sana
apa yang membuatmu jadi sangat menawan
Ku tak tahu apa yang terjadi
tapi kaki ini melangkah menghampirimu…"
Oma
mendekat dan berdiri di samping Sivia, mengernyit melihat dua teman Alvin di
bawah sana bernyanyi-nyanyi riang. Sivia juga terpaku walau masih tak mengerti.
Namun lagu itu… Lagu yang tiba-tiba dinyanyikan seseorang ditelpon pertamanya
kala itu. Lagu yang membuat hati Sivia luluh seketika.
"Maaf ku telah mengganggumu
dan merusak hari indahmu
Tapi izinkanlah kali ini
ku senandungkan lagu cinta untukmu,"
Sivia
meraba pergelangan tangan kirinya, memegang gelang silver di sana. Gelang
‘spesial’ pemberian dari dia. Entah
kenapa hatinya perlahan melambung. Untuk apa Ozy dan Ray menyanyikan lagu itu?
Apakah… ini dari ketua mereka?
"Hei gadis manis yang di sana
bantu aku tuk pahami
jelaskan apa yang telah terjadi
kenapa aku jadi begini..."
Tiba-tiba
dari arah dalam rumah yang tak terlihat Sivia, ada Alvin, Shilla, Acha, Rio,
dan juga Cakka (yang setengah dipaksa harus ikut serta dalam misi mereka itu)
bernyanyi mengikuti Ozy sambil membawa sebuah karton di tangan masing-masing.
Mereka berdiri berjajar di belakang Ozy dan Ray, lalu dengan kompak mereka mengangkat
tangan menunjukkan karton yang diangkat menghadap atas. Milik Rio adalah P, Alvin
R, Shilla O, Acha M, dan Cakka adalah tanda tanya.
PROM?
Oma
yang ada di sebelah Sivia justru bersorak gembira membuat Sivia agak terkejut
dan tersadar dan keterkesimaannya. Oma langsung berbalik dan melangkah keluar,
ingin mengetahui lebih dekat dengan cara turun ke bawah. Namun Sivia tetap di
tempat. Entah kenapa pipi Sivia bersemu. Walau masih tak mengerti dengan semua
ini.
Ketujuh
orang itu berhenti bernyanyi. Lalu dengan serempak mereka mengangkat
pergelangan tangan kanan mereka dengan kepalan tangan seperti pendukung capres.
Tapi mata Sivia langsung menangkap maksud mereka. Di tiap tangan itu, ada
gelang spesial….
Sivia
menutup bibir dengan telapak tangan, tertegun. Pipi gadis itu makin merona. Ya
Tuhan… Jangan-jangan benar dia….
“Sivia?”
Sivia
terkejut setengah mati. Ia berbalik, dan makin membeku melihat seorang pemuda
jangkung karismatik berdiri di ambang pintu kamarnya, Memegang sebuket bunga mawar
merah dengan canggung dan wajah tegang. Ia perlahan mendekat, lalu dengan agak kikuk
menyodorkan bunga itu ke hadapan gadis yang sudah berkeringat dingin ditambah
jantung bertalu tak karuan.
“Prom
with me?” tanya Gabriel tersenyum grogi.
Sivia
terdiam. Ia mengalihkan pandangan gugup dan tersipu. Gadis itu menggigit bibir
bawah gelisah. “Eung… aku…”
Gabriel
menelan ludah. ‘Gue udah insyaf kok…’ batin Gabriel menatap gadis itu hopeless.
‘Gue udah berubah, gue nggak bakal mainin cewek lagi. Bahkan sekarang gue nggak
mau natap cewek lain selain lo. Elo ngubah gue. Please percaya sama gue. Gue
tahu awal ketemuan kita benar-benar berantakan dan kacau. Gue kurang ajar sama
lo. Tapi kali ini gue bener-bener serius kalau gue berubah. Please… jangan
tolak gue…’
Kalimat
itu berkomat-komat dalam hati Gabriel. Namun bibirnya malah terkatup rapat.
Untuk pertama kalinya, ia tak bisa dengan santai mengutarakan isi hati dengan
penuh kata cinta di hadapan seorang gadis. Dan untuk pertama kalinya juga,
Gabriel takut ditolak seorang perempuan. Kali ini, Gabriel benar-benar ‘kalah
telak’.
Sementara
di bawah, Rio dan yang lain saling pandang. Alvin melengos, tapi kemudian
memberikan kode kepada yang lain. Detik berikutnya, mereka membuat keheningan
di antara Gabriel dan Sivia terpecah dan menoleh ke bawah.
"Hei gadis manis yang di sana
bantu aku tuk pahami
jelaskan apa yang telah terjadi
kenapa aku jadi begini..."
Mereka
kembali bernyanyi. Kini lebih nyaring dan riang. Bahkan Oma tiba-tiba datang
menyeruak sambil mengacungkan dua jempol dan tersenyum lebar mengangguk pada
Sivia. Alvin diam-diam menutup wajah melihat tingkah neneknya yang sudah berusia
melebihi setengah abad itu.
“Prom?”
tanya Oma semangat sambil menggerakkan tubuh meragakan dansa pesta. Membuat
yang lain tertawa. Suasana kaku Sivia dan Gabriel menjadi cair, tertawa geli.
Tapi
Alvin justru mendekat ke arah Rio dan bersembunyi di balik punggung sahabatnya
itu. Rio malah tertawa dan kembali bernyanyi riang dengan kini ditambah Oma.
Tanpa sadar Rio melepas topeng dinginnya. Ia malah tertawa sambil menarik Alvin
agar menemani sang Oma yang antusias ikut membantu Gabriel. Alvin segera
menarik diri kembali dan menggeleng cepat dengan mata melotot, membuat Rio makin
tertawa geli.
Shilla
mengomando yang lain mengitari Oma, -Alvin juga ditarik paksa walau sudah
malas-malasan tak bersemangat-. Lalu dengan serempak mereka kembali mengangkat
kepalan tangan mereka tinggi, menunjukkan gelang ‘spesial’ di tangan
masing-masing.
“Prom?”
tanya mereka kompak membuat Sivia tersenyum tertahan dengan malu. Gabriel
meringis salah tingkah, walau sangat berterima kasih karena setidaknya
kepercayaan dirinya kembali datang.
Sivia
tersenyum tertahan dengan pipi membara, lalu menatap malu-malu Gabriel yang
masih memegang sebuket bunga mawar merah. Sivia dengan perlahan mengangkat
pergelangan tangan kirinya, menunjukkan gelang silver disana.
“Prom.”
Ucap Sivia tersenyum kecil sambil mengangguk.
Mata
Gabriel melebar, tapi sorakan heboh di bawah membuatnya bahkan tak sempat untuk
tertegun. Shilla dan Oma justru sudah beriang gembira sambil berdansa bersama.
Ozy dan Ray juga ikut bersorak heboh tak mau kalah. Cakka dan Acha hanya
kebagian tertawa walau juga ikut bergembira
dengan berisik.
Rio
tertawa, walau bingung juga kenapa ia harus membantu Gabriel, musuh
bebuyutannya dari SMP. Tapi entah kenapa ada kegembiraan aneh ketika melihat
Gabriel berhasil mengajak Sivia ke Prom.
Alvin
melengos panjang, memandangi dua wanita di depannya yang sudah berdansa-dansa
gembira menyambut keberhasilan misi mereka (walau sebenarnya Oma tak
ikut-ikutan di awal). Alvin geleng-geleng saja. Dalam hati, pemuda itu
membatin. Bagaimana bisa ia sangat mencintai dua wanita seperti ini?