Rabu, 23 Januari 2013

Bintang Super Mario Part 2b


Seorang pemuda sawo matang melangkah memasuki sekolah yang terlihat elite itu. Tertulis, SMA Pelita. Pemuda itu memasukkan kedua tangan di saku celananya, lalu mengangkat sebelah alis melihat bangunan tinggi itu. Ini nih sekolahnya nanti? Biasa saja tuh. Kenapa si Ozy -tetangga sebelah rumahnya yang juga sekolah di sini- seperti sangat melebih-lebihkan sekolah ini? Please deh. Di Manado, asalnya dulu, sekolah begini juga banyak. Sekolah ibukota dan kota biasa sama saja ya.
"Keren, kan?"
Ozy tiba-tiba sudah ada di samping pemuda tersebut, nyengir ke arahnya.
Pemuda itu mendengus, "biasa aja," ucapnya singkat yang langsung merubah garis wajah Ozy.
"Luarnya emang mungkin biasa bro. Tapikan lo nggak tahu di dalamnya," kata Ozy.
Pemuda itu mencibir, "apa? Tentang guru musik muda yang lo ceritain itu? Yang lo suka diam-diam itu? Iya?"
"Gue sikat lo! Gue ngepens doang! Sejak kapan gue mau jadi brondong tante-tante," sergah Ozy menjitak kepala temannya itu.
Pemuda tampan itu terkejut kesal memegangi kepalanya, "lo bilang dia masih muda?"
"Iya, sekitar duapuluh tahunan gitu. Tapi ah sudahlah. Masuk yuk. Lo kan harus liat-liat dulu, dan sekalian beli baju. Jam segini koperasi masih buka kok," ajak Ozy merangkul pemuda itu dan menariknya ke dalam sekolah.
"Om ditinggal nih?"
Sebuah suara membuat keduanya menghentikan langkah dan menoleh. Seorang pria berusia sekitar 28 tahun melangkah mendekat, setelah sebelumnya memarkirkan mobilnya dan membiarkan dua anak ini pergi duluan.
"Ya nggaklah Om. Nanti yang bayarin baju siapa," kata pemuda sawo matang tadi sambil tertawa.
Ozy ikut tertawa, tapi lalu wajahnya jadi galak dan menjitak lagi kepala temannya itu, "kampret lo. Elokan bawa uang dari nyokap! Ngapain pake duit om gue?"
Pemuda itu bersungut memegangi kepalanya, "canda Zy. Elo kayak cewek PMS tahu! Galak."
Ozy hanya mencibir.
Pria tadi tertawa melihatnya, lalu mendekat. Ia kemudian berdiri di antara kedua pemuda tersebut, "Yuk masuk bareng," ajaknya merangkul keduanya, lalu berjalan masuk ke SMA Pelita.

^^^

"Dia... pergi."
Gabriel mengerutkan kening, dan mendekatkan diri. Merasa amat tertarik dan penasaran. Ia menatap Ify yang kini menunduk.
"Saat kita kelas dua SD, dia harus pindah. Gue nggak tahu kemana. Yang jelas gue cuma ngurung diri di kamar karena... marah, sedih, kecewa, semuanya," cerita Ify lirih. "Dia berkali-kali pengen ketemu gue, tapi gue nggak mau dengar apapun. Gue nggak mau dia pergi..."
Ify menarik nafas dalam, mencoba mencari oksigen sebanyak mungkin. Untuk mengisi kehampaan yang lagi-lagi ia rasakan dalam dadanya. Sosok yang sangat berarti itu kini tak ada, menyisakan ruang kosong yang luas dalam hati Ify. Membuatnya sering kali merasa sendiri, tanpa teman lagi.
"Sampai... waktu hari keberangkatannya, atas paksaan mama gue ikut ngantar. Dia... ngasih boneka super mario besar ke gue," kenang Ify sambil tertawa pedih. "Sampai saat ini gue nggak pernah lupa dia. Dia yang ngenalin gue pertemanan, yang ngajarin gue banyak hal, yang ngasih gue banyak pengalaman. Dia... yang udah jadi bintang bagi gue."
Gabriel ikut merasa sendu juga. Ia tak pernah tahu hal ini. Karena saat ia lulus TK juga, pemuda itu harus pindah rumah. Jauh dari taman biasa ia bermain dengan Ify dan Rio. Mereka hanya melakukan perpisahan biasa. Ify terlihat tak terlalu sedih. Tak seperti ini, Ify benar-benar merasa kehilangan. Rio memang sahabatnya sejak dulu, bahkan sebelum ia bisa berbicara lancar. Sejak kecil mereka sudah menjalin persahabatan.
"Elo... ninggalin gue. Dan dia... juga ninggalin gue. Dua bintang yang dulu selalu ada, kini malah hilang..." Suara Ify mulai terdengar bergetar. Mata gadis itu mulai menghangat.
Ify menghela nafas berat, lalu menoleh perlahan ke arah Gabriel. "Lo tahu? Gue sempet menyendiri. Nggak mau berteman sama siapapun. Karena ngeliat itu, mama masukin gue ke les musik. Dan di sanalah, hidup gue berubah."
Gabriel mengangkat alis, dan terus mendengarkan.
"Gue jadi kenal musik. Gue tahu piano, sampai juga latihan vokal. Di sana juga ada temen-temen baru. Perlahan gue mulai membuka diri. Dan... gue coba ngelupain kalian..."
Gabriel menggigit bibir. Merasa sedikit merasa bersalah karena dulu meninggalkan gadis ini sendiri.
"Gue bisa lupa. Tapi... entah kenapa kalau ingat dia, rasa sesak itu masih ada. Nyesek.... banget..."
Ify memejamkan mata, membuat setetes butiran bening meluncur ke pipinya. Ia membuka mata perlahan, dan mendesah panjang. "Dan entah kenapa, rasa rindu itu jadi rasa benci. Karena... gue capek nangisin dia terus. Gue capek selalu berharap dia bakal kembali. Gue benci dia!!!" Ify meninggikan suara, walau terdengar makin bergetar.
Gabriel mendekatkan diri lagi ke samping gadis itu, lalu mengusap pundak Ify lembut, mencoba menenangkan hati gadis itu. Mendadak, segala emosi yang tersimpan rapat dalam hati gadis cantik itu meledak. Seperti bom atom yang menunggu waktu. Perasaan rindu yang meluap-luap dan kekesalan tiada akhir itu memecah begitu saja. Di depan pemuda ini, semuanya ia ungkapkan. Perasaan yang tak pernah ia ceritakan pada siapapun, bahkan pada Mamanya sendiri, orang terdekatnya.
"Dia janji bakal selalu ada. Dia janji, kalau dia pergi dia pasti kembali lagi. Tapi nyatanya? Dia itu jahat! Dia emang selalu egois, keras kepala, nggak mau ngalah, seenaknya!" Ify mengumpat sebal Rio, walau air mata kini malah jadi berkejaran keluar dari sepasang mata indahnya. Gadis itu mencoba mengusap hidung bangirnya yang merah menahan isak.
"Gue benci dia! Gue benci diaaa!!!" Ify menjerit tertahan. Luka itu kembali terbuka, membuatnya perih. Rasa kecewa yang sempat berusaha ia kubur dalam, jadi berkumpul dalam dadanya. Membuat ia benar-benar merasa sesak.
Ify menutup wajah dengan kedua tangan, dan mulai terisak. Gabriel mendesah, lalu merangkul gadis itu dan mengelus pundaknya. Ia tak bisa berkata apapun lagi. Keterkejutannya karena gadis ini adalah sahabat kecilnya, dan ditambah ternyata gadis ini punya luka karena sahabat mereka telah pergi. Diam-diam, sebenarnya Gabriel sangat merindukan kebersamaan mereka. Tapi... waktu sepertinya telah mengubah segalanya. Ify berubah. Dan Rio -yang entah kini ada dimana- pasti juga berubah. Semua... tak akan sama seperti saat mereka kecil dulu.
Namun sebenarnya di sisi lain, entah mengapa Gabriel merasa justru ini kesempatannya. Yang sedari dulu hanya ia diamkan. Kalau keadaan ternyata seperti ini, mungkin Tuhan telah memberikan jawaban di setiap doa yang ia panjatkan. Bahwa kepergian Rio, dan kembalinya gadis ini, adalah jalan yang harus ia tempuh. Untuk menemukan kebahagiaan yang telah lama hilang darinya.
Ya... siapa yang tahu kepiluan di balik wajah tampan dan senyum maut itu?

******

Hem... entah mengapa aku berasa curhat ngetik part ini (??)
Oke oke. Kemaren udah ada yang nebak-nebak ya? Huahaha. Sengaja sih dipotong jadi dua part, karena... em... iseng aja(?) :p
Pokoknya kalau mau baca, cerbung ini antara dua hari, Rabu dan Minggu. Bisa dua kali seminggu, atau sekali seminggu di salah satu hari. Sorry part 1 ke part 2nya lama banget karena lagi asik liburan :p wkwkwk
Komen di blog atau twitter dong. Biar keliatan gitu (???) hahaha. Part depan judulnya.... "He's back" Hahaha. Sudah tahulah pastinya. So, wait aja ya ;) jangan lupa promote ke yang lain :p

twitter.com/aleastri

2 komentar: