Dan akhirnya.... last part dari cerbung pertama saya. Ini sebenarnya bukan perdana di post, karena ending bccb udah pernah di post di riokeke.ning.com setahun yang lalu. Dan sekarang akan di post ulang. Terima kasih sudah membaca bccb sampai part ini. Terima kasih.
Part 33: Kutu vs Jerapah ... Kutu love Jerapah
"Eh ada apa? Kok pada teriak?" tanya Keke heran mendengar teriakan di aula sampai terdengar samar di lapangan basket tempatnya berada.
Rio juga mengerutkan kening, tapi hanya mengangkat bahu.
" Terus? kita ngapain di sini?" tanya Keke sambil menoleh kembali pada Rio.
Rio diam sejenak, tapi kemudian menoleh ke arah langit malam, "Liat bintang."
Keke mengangkat alis, tapi kemudian menurut ikut memandang langit malam yang bertaburan bintang.
"Em... menurut lo, bintang yang paling terang yang mana?" tanya Rio mengamati bintang-bintang di langit malam.
Keke melirik Rio dari sudut matanya, dan sedikit mengerutkan kening. Tapi ia hanya menurut dan mengamati taburan bintang di langit. Tanpa sadar, sedari tadi ia hanya diam menuruti Rio.
"Itu."
Rio dan Keke berkata serempak sambil menunjuk satu bintang yang sama. Bintang itu tepat berada di tengah langit. Membuat Keke sedikit menggerakkan tubuhnya ke Rio dan juga membuat Rio agak menggeser tubuh mendekat ke Keke untuk menunjuk tepat bintang itu. Keduanya saling menoleh.
Keke membulatkan matanya, tapi lalu segera menjauh dan mengalihkan pandangan. 'Gila!!! Tadi itu deket banget!!!' teriak Keke membantin dan sekuat tenaga menahan pipinya agar tidak bersemu merah.
Rio berdehem, berusaha menguasai dirinya kembali, "Em... enak aja. Itu bintang gue!"
Keke mendelik sebal, "Yang nunjuk duluan siapa? Gue kan? Bintang gue!"
"Punya gue Kutu."
"Punya gue Jerapah."
Rio menghela nafas, "Oke. Itu bintang kita berdua."
Keke melebarkan mata, dan sedikit melirik ke arah Rio, "Berdua?"
Rio mengangguk, "Iya. Berdua. Nggak mau? Nggak mau berbagi gitu?" ucap Rio setengah kesal.
Keke mencibir kesal, "Iya deh. Ngalah aja," sahut Keke sambil kembali mendongak menatap langit.
"Elo itu emang ya. Juteknya nggak pernah ilang," keluh Rio ikut memandang langit.
"Elo juga. Cerewetnya nggak pernah ilang," balas Keke tak mau kalah.
Rio mendecak, "Udah nah Kutu. Jangan berantem dulu. Gue mau serius."
"Jerapaaaaahhh. Serius itu udah bubar. Kalau mau, band lain aja," sahut Keke santai.
Rio menghela nafas, "Basi."
"Ya di angetin aja," balas Keke tak peduli.
Rio menggeram tak sabar, "Kutu. Gue mau ngomong," ucap Rio serius.
"Yaelah. Jadi dari tadi elo ngapain? Berenang? Elo ngomong kan?" tanya Keke mendelik ke arah Rio.
Rio menghembuskan nafas geram dan mengacak-acak rambutnya putus asa.
Keke mengangkat salah satu alis melirik Rio. Ia tersenyum menahan tawa melihat keberhasilannya mengerjai jerapah satu itu.
Rio mendesah, lalu tiba-tiba berdiri, "Udah ah. Kita balik aja."
"Ngambek nih ceritanya?" tanya Keke terkikik geli.
Rio mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Akhirnya Keke tidak bisa menahan lagi dan tertawa puas. Ia lalu ikut berdiri.
"Jerapah... Jerapah..." ucap Keke geli sambil geleng-geleng kecil, "Eh, benerin dulu tuh rambutnya. Berantakan. Masa' cakep-cakep rambutnya berantakan."
Rio tersentak, lalu menoleh dengan wajah merekah, "Apa?"
"Rambutnya... baikin dulu," jawab Keke seadanya.
"Nggak. Bukan yang itu," ucap Rio menggeleng dengan wajah senang.
Keke mengerutkan kening, "Yang mana?"
Rio diam sejenak, tapi kemudian tersenyum lebar, "Cakep-cakep, rambutnya berantakan. Berarti... elo ngakuin kan kalau gue cakep?" goda Rio sambil memain-mainkan alisnya.
Keke menganga kesal, dengan pipinya yang langsung memerah, "Tadi cuma ngasal kok!" ucap Keke kesal sambil membuang muka, "ayo ah balik," ucap Keke cepat sambil mulai melangkah.
Rio tertawa, lalu mengikuti langkah Keke kembali menuju aula.
***
"Nah. Mereka baru datang," ucap Ozy melipat kedua tangan di depan dada saat melihat Rio dan Keke memasuki aula dan berjalan mendekat.
"Kenapa?" tanya Keke dengan kening berkerut sambil duduk di samping Acha.
"Kalian tadi itu jadi calon pasangan Harmoni. Masuk 5 besar!" cerita Zevana, "Kalau ada kalian, pasti tadi bakal heboh banget!"
Acha mengangguk antusias menyetujui, "Dan kalian pasti menang deh. Pas duet tadi aja keren."
"Eh tapi. Kalau ada mereka, Cakka sama Oik nggak bakal kayak tadi dong," sahut Zevana.
"Oh, iya ya. Syukur deh kalau gitu kalian nggak ada," ucap Acha sambil nyengir lebar.
Rio dan Keke makin mengerutkan kening tidak mengerti dan tidak tahu menahu. Zevana mendesah, tapi kemudian menceritakan semuanya.
"Serius?" tanya Keke setelah cerita Zevana selesai. Ia lalu menoleh ke arah Rio, "Elo sih jerapah! Kalau aja tadi elo nggak ngajak gue keluar, pasti tadi gue liat Cakka nembak Oik! Pastikan seru!"
"Yeee... Gue kan juga nggak tahu menahu!" sahut Rio membalas.
Keke mencibir, lalu menoleh kembali ke Zevana, Acha, Ozy,d an juga Alvin yang duduk di situ, "Sekarang mana mereka?"
"Tuh. Masih sibuk dapet selamat. Kayak orang nikahan aja tahu! Bener deh!" ucap Ozy menggerakkan dagu ke depan panggung. Di mana Cakka dan Oik masih sibuk di goda oleh beberapa murid dan di beri selamat atas peresmian hubungan mereka tadi.
"Pokoknya, nanti kita wajib dapat PJ!" ucap Ozy antusias. Zevana dan Acha mengangguk setuju.
"Yee... PJ PJ. Elo juga kalau gitu. Mana PJnya?!" tanya Rio setengah memalak sambil mengadah tangan ke depan Ozy.
"Loh? Emang Ozy jadian sama siapa?" tanya Zevana bingung.
Ozy langsung menjadi ikuk.
"Ya sama siapa lagi kalau bukan si telmi satu ini!" ucap Keke sambil menyenggol pundak Acha. Acha tersenyum malu.
"Serius? Jahatnya kalian gue nggak di kasih tahu!" protes Zevana kesal, "Tapi... selamat ya! Akhirnya!"
Ozy dan Acha saling pandang, lalu sama-sama tersenyum dan mengalihkan wajah serempak.
"Terus?" bisik Alvin mendekat ke arah Rio.
Rio tersentak, "terus apa?" tanya Rio balas berbisik.
"Si Keke. Gimana?" bisik Alvin lagi.
Rio mengangkat alis, mengerti. Ia lalu menoleh ke arah Keke yang sibuk menggoda Acha dan Ozy bersama Zevana.
Rio mendesah, "Belum."
Alvin tersentak, "Tapi elo udah ngomong kan?"
Rio mendesah kembali, lalu menggeleng lesu. Alvin setengah menganga mendengarnya.
"Jadi tadi elo ngapain aja di luar?" bisik Alvin gregetan.
Rio mendecak, lalu mendelik kesal ke arah Alvin. Tapi kemudian ia mendengus sambil kembali memandang Keke. Rio terdiam cukup lama memandang Keke, tapi tidak lama ia tersentak dengan wajah merekah. Seperti ada sebuah bohlam menyala di atas kepalanya. Ia lalu menoleh ke arah Alvin dengan raut wajah senang. Alvin mengerutkan kening. Rio mendekat, lalu membisikkan sesuatu dan menjelaskan pada Alvin. Alvin mendengarkan sambil manggut-maggut.
"Tapi yo, kita perlu Oik. Oik yang jago beginian. Kalau Acha... Em... bisa seharian kita jelasin ke dia!" ucap Alvin sambil mengusap dagunya.
Rio tertawa, "Di jitak Ozy lo! Kalau gitu, kita panggil dia dulu," kata Rio lalu melangkah.
Tanpa sengaja Keke menoleh ke arah Rio, "Elo mau kemana?"
Rio tersentak, "Eh... mau panggil Cakka sama Oik. Ada perlu," jawab Rio, lalu kembali melenggang pergi bersama Alvin.
Keke mengangkat alis memandang Rio, tapi hanya diam.
***
Selang cukup lama, Rio dan Alvin kembali dengan membawa Cakka dan Oik. Zevana, Acha, Keke, serta Ozy segera menyerbu mereka menggoda. Cakka dan Oik hanya tertawa.
"Ke, temenin gue yuk!" ajak Oik sambil menarik tangan Keke.
"Eh, kemana?" tanya Keke.
"Udah. Ikut aja. Eh, gue titip ini!" ucap Oik sambil memberikan mahkota miliknya ke tangan Ozy. Ia lalu menarik Keke keluar dari aula.
Ozy memandang mahkota di tangannya, tapi kemudian ia pakaikan di kepala Acha membuat Acha tersentak. Ozy lalu merebut mahkota di tangan Cakka, dan memakainya.
"Gue sama Acha cocok kan?" tanya Ozy narsis sambil merangkul Acha. Semua mendelik ke arahnya.
Rio menghela nafas, "Gue perlu bantuan kalian."
Semua terdiam. Lalu menoleh dengan pandangan bertanya.
"Eh tapi... bentar," kata Rio menggantung, lalu mengedarkan pandangan pada deretan tempat duduk dua deret di bawahnya, "Lintar!"
Yang di panggil namanya menoleh.
Rio menggerakkan tangan menyuruhnya datang, "Ajak Nova, Ray, Olivia, Rizky, sama Patton juga!"
Lintar sempat mengangkat alis, tapi lalu menurut. Tak lama kemudian orang-orang yang di panggil datang menghampiri.
"Kenapa?" tanya Ray.
Rio tersenyum, tapi kemudian mulai menjelaskan keperluannya.
***
"Mau kemana sih Ik?" tanya Keke mengerutkan kening tapi hanya pasrah terus di tarik Oik.
Oik diam tidak menjawab, tapi kemudian berhenti tepat di tengah lapangan basket. Ia lalu berbalik menghadap Keke.
"Ada apaan sih?" tanya Keke penasaran.
Oik tersenyum, "Em... Ke. Liat deh. Bintangnya banyak," kata Oik mencoba membuka pembicaraan sambil menoleh ke langit malam.
Keke mendelik, "Tadi gue udah liat kok. Kenapa sih? Kok ngajak gue ke sini?"
"Em... bentar Ke. Tunggu dulu. Ini tuh butuh persiapan," jawab Oik.
"Apaan sih Ik?" tanya Keke makin penasaran.
Oik diam sejenak, tapi kemudian ia menghembuskan nafas. Oik lalu melihat jam yang terpampang di layar hapenya. Keke makin mengerutkan kening. Oik bergumam-gumam, seperti memikirkan sesuatu. Keke hanya diam menunggu. Ia mengira Oik akan mengatakan sesuatu. Padahal Oik hanya ingin mengulur waktu.
Tidak lama kemudian, hape Oik bergetar. Keke dan Oik sama-sama terlonjak kaget. Oik segera menatap layar hape yang berkedip. Senyumnya merekah.
"Eh, ada telpon. Bentar ya Ke," kata Oik lalu menekan salah satu tombol hape dan mendekatkan hape ke telinga. Setelah berkata halo, Oik mulai melangkah menjauh meninggalkan Keke.
"Oik! Masa' gue di tinggal!?" rengek Keke menatap Oik yang pergi.
Oik menoleh dan tersenyum. Mulutnya berkata tanpa suara, 'sebentar'. Lalu sosok Oik mulai masuk ke dalam koridor dan mengilang perlahan.
Keke menggeram kesal. Lalu mendengus. Ia masih berdiri di tengah lapangan.
Tiba-tiba, dari arah koridor yang berada di belakang Keke, seseorang setengah berlari mendekat. Keke tersentak dan berbalik, memandang siapa yang datang.
Keke mengerutkan kening, "Patton?!"
Patton nyengir lebar, "Gue punya sesuatu buat lo," ucapnya sambil meraih saku jasnya. Ia lalu menyerahkan selembar kertas yang di lipat ke depan Keke. Keke makin mengerutkan kening sambil menerimanya.
"Ke, nanti dari sini, elo ke tangga depan yang mau ke lantai dua itu ya," pesan Patton menunjuk ke arah tempat yang di maksud.
Keke mengikuti telunjuk Patton, "Buat apa?"
"Udahlah. Ikutin aja. Gue masih punya tugas nih. Good luck ya!" ucap Patton lalu segera berbalik dan berlari.
Keke membuka mulut ingin menahan, tapi Patton terlalu cepat menghilang dari pandangannya. Keke menghela nafas. Ia lalu menatap kertas yang tadi di berikan Patton. Sebenarnya enggan juga menurut, tapi entah mengapa Keke penasaran juga. Ia lalu berjalan ke arah yang di tunjuk Patton tadi, dan mulai membuka lipatan kertas yang di terimanya. Keke mulai menunduk membaca kertas itu sambil berjalan pelan.
“aku pernah bermimpi, bertemu seorang peri kecil,
yang bisa mengubah hidupku menjadi lebih baik,
yang selalu ada saat aku di bawah,
ataupun saat aku di atas
Saat aku berharap mimpi itu menjadi nyata,
Peri kecil itu datang,
wujudnya memang sepertiku,
tapi mata dan hatinya,
bagai seorang peri yang di turunkan Tuhan kebumi ini ”
Keke mengerutkan kening. Ia lalu kembali melipat kertas itu dan menggenggamnya. Dan tiba-tiba...
"HAI!"
"Huaaahh!!!" jerit Keke dan refleks mendorong Rizky yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya.
Rizky sampai terjatuh ke belakang. Ia lalu merintih. Keke melotot kaget.
"Eh, sorry Ky. Gue pikir siapa," ucap Keke sambil membantu Rizky berdiri.
Rizky mengelus belakangnya yang sakit, tapi lalu mendengus. Ia lalu mengacungkan sebuah panah berwarna merah yang tergambar di papan yang di pegangnya.
Keke menatapnya, lalu mengerutkan kening.
"Ada orang yang nunggu lo. Ikutin petunjuknya gih," ucap Rizky sambil memainkan kepala searah dengan anak panah itu.
Keke menghela nafas, tapi kemudian mengangguk. Ini pasti kerjaan teman-temannya. Entah untuk apa. Pasti mereka merencanakan sesuatu.
Keke lalu melangkah pelan sambil menoleh kanan dan kiri. Lampu masih menyala terang di koridor sekolah. Membuatnya mudah untuk melihat jalanan koridor.
Langkah Keke terhenti di belokan. Ia tersentak menatap pilar sekolah di depannya. Keke mendekat. Ada sebuah gambar es krim, dan secarik kertas menempel di depan gambar itu. Keke menyatukan alis, tapi kemudian mengambil kertas itu, dan membacanya.
"Pertemuan pertama yang tak terduga
selalu teringat di benakku
membuatku selalu tersenyum malu
Sejak hari itu,
aku menjalin kisah indah dengan si peri kecil itu
tapi, apakah peri kecil itu masih mengingatnya?"
Keke tersentak, dan tertegun. Ia lalu mendongak, menatap gambar es krim itu. Terlintas, sebuah kenangan di pikirannya.
“makanya kalau jalan pakai mata."
“eh… di mana-mana jalan pakai kaki."
“eh… di mana-mana jalan itu harus ngeliat. Ya pakai mata lah… “
“eh, tadi kan gue udah bilang sorry. Padahal gue yang jadi korban. Liat nih es krim lo nempel di jaket gue!"
“oh,ya? bukannya gue yang jadi korban ya? elo ngga liat apa tadi gue jatoh? sakit tahu!"
Keke tertegun. Perasannya mulai berbisik. Apa ini perbuatan Rio?
Keke mendesah kecil, lalu kembali melipat kertas itu dan menggenggamnya lagi. Ia lalu berbelok, dan mulai melangkah. Sampai...
"Akhirnya datang juga. Tahu nggak Ke? Kita dari tadi capeeeekkk banget berdiri nungguin elo," keluh Acha yang berdiri bersama Ozy menunggu.
"Ya... ada untungnya juga sih Cha. Kan, kita bisa berdua," ucap Ozy nyengir sambil memain-mainkan alisnya. Acha mendelik, tapi kemudian menoyor kepala Ozy pelan.
Ozy tertawa, tapi kemudian kembali menoleh pada Keke. Ia lalu mengulurkan secarik kertas yang terlipat, "dari sini, elo terus aja Ke. Kalau elo ketemu Raja dan Ratu, itu tujuan lo!"
Keke mengerutkan kening, "Raja dan Ratu?" tanyanya bingung.
Ozy hanya tersenyum sambil mengangguk, "Sekarang gue sama Acha mau ke tugas berikutnya ya. Bye!" pamit Ozy sambil mengambil tangan Acha dan menggenggamnya.
"Good luck ya Ke!" ucap Acha sambil tersenyum, dan mulai melangkah riang bersama Ozy meninggalkan Keke.
Keke mendecak, tapi hanya diam. Ia lalu melangkah kembali, dan mulai membaca kertas itu.
"Peri itu tak pernah menampakkan
wujud aslinya di hadapanku
ia selalu saja bersikap kasar tak peduli
tapi aku tahu,
di balik nada kasar itu, ada hati peri di dalamnya..."
Keke tersenyum kecil membaca pesan itu. Sampai di ujung koridor, Keke tersentak. Memandang Cakka yang duduk di sebuah bangku, dengan gitar di pangkuannya. Dan Oik yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum menatap Keke.
"Kok elo ada di sini Ik?" tanya Keke bingung, tapi juga kesal.
Oik hanya nyengir lebar, lalu seakan memberi kode pada Cakka. Cakka mengangguk kecil, dan mulai memetik gitarnya, membuat Keke tersentak dan mengerutkan kening. Oik tersenyum, lalu mulai bernyanyi merdu.
"Bintang...
akankah kau datang untukku?
Biarkan malam ini hanya untuk kita
Ceritakan manusia, yang bermimpi memetikmu..."
Keke tersentak mendengar lagu itu. Oik tersenyum menatap Keke sambil terus bernyanyi.
"Oh bintang...
aku ingin katakan padanya
betapa rindu hati
untuk dapat melihat senyumnya
dengarkanlah kau bintang
lagu cintaku untukmu
biarkan memberi kesan indah pada dunia
biarkan semua duka pergi dari hatinya...."
Keke tertegun. Kembali lagi sebuah kenangan melintas di benaknya. Dengan latar langit malam serta taburan bintang. Dan seseorang yang saat itu bernyanyi bersamanya melalui telpon.
Oik tersenyum, lalu melangkah mendekat. Ia menyodorkan secarik kertas ke depan Keke.
"Dari sini, elo belok kiri Ke. Kalau elo ketemu dua orang yang sok romantis, itu tujuan lo," jelas Cakka yang masih duduk di tempatnya.
Keke mengerutkan kening kembali. Sok romantis?
"Cepet gih. Nanti kalau tambah malam, tambah gelap juga. Iya kan?" ucap Oik sambil mendorong kecil tubuh Keke.
Keke melengos, tapi kemudian mengangguk dan melangkah kembali. Ia lalu berbelok ke kiri, dan mulai membaca kertas itu sambil berjalan.
"Malam itu, aku bernyanyi bersamanya
suaranya lembut dan mendamaikan
Malam itu, aku menatap bintang bersamanya
Bintang yang indah, seperti sepasang bola matanya "
Keke tertegun sesaat. Sampai sebuah suara menyuruhnya untuk mendongak.
"Ray, bintangnya indah ya," ucap Olivia sambil duduk menatap langit.
"Ah. Nggak juga sih. Masih kalah sama indahnya kamu," ucap Ray membuat Keke menganga parah. Olivia malah tersenyum malu.
"Ehem," Keke berpura-pura batuk agar dua orang itu menyadari keberadaannya.
Ray dan Olivia terlonjak, dan menoleh.
"Loh. Kapan datangnya lo?" tanya Ray bingung.
Keke memicingkan matanya, "Bener kata Cakka. Kalian itu emang pasangan sok romantis!" ejek Keke.
Ray mencibir, "Bilang aja lo iri. Elo sih, emang nggak pernah romantis. Tapi...." kalimat Ray menggantung, ia lalu saling pandang dengan Olivia.
"Berantem tapi mesra mulu!" ucap Ray dan Olivia kompak sambil menoleh ke arah Keke membuat Keke terlonjak.
Keke berkomat-kamit tanpa suara dengan kesal.
Olivia tertawa puas, "Mati kutu elo Ke!"
Keke tersentak. Ia lalu terdiam. Terlintas kembali, kalimat seseorang saat itu...
"....... Kalau tadi nggak ada gue, bakal mati kutu elo di sana. Udah badan kayak kutu, di tambah mati kutu. Jangan-jangan emang elo kutu, Ke."
Olivia dan Ray saling lirik, lalu tersenyum kecil. Sepertinya mereka berhasil.
"Berantem tapi mesra ya... em... berantem. Gue pikir, dua orang yang selalu aja berantem kalau ketemu itu karena mereka saling benci. Tapi kalau elo... kayaknya nggak deh ya," ucap Ray belaga sedang berpikir.
Olivia mengangguk, "Katanya aja benci. Nggak pernah damai. Ckckckck. Ke, elo pasti udah tahukan, kalau keterlaluan benci bisa jadi sayang!"
Keke tersentak, lalu mendelik, "Maksud kalian apa sih?" tanya Keke kesal, walau sebenarnya ia mengerti.
Ray tertawa, ia lalu berdiri di ikuti Olivia, "Kita balik dulu ya. Masih ada yang harus di lakuin."
"Nanti, kalau elo ketemu yang warnanya biru...."
"Itu tujuan lo?" potong Keke yang sudah tahu apa lanjutan kalimat Olivia.
Olivia nyengir kuda, "Ya udah ya Ke. Bye!"
Ray lalu menggandeng tangan Olivia dan melangkah, tapi baru beberapa langkah, Ray berhenti lagi. Lalu menoleh ke arah Keke.
"Ke, asal lo tahu, perbedaan cinta sama benci itu sebenarnya tipis," ucap Ray, lalu tersenyum. Ia kemudian kembali melangkah bersama Olivia meninggalkan Keke.
Keke makin tertegun. Lagi-lagi, teringat ucapan seseorang di benaknya.
“Perbedaan antara cinta dan benci itu sebenarnya tipis. Kadang, dengan cepat cinta itu bisa jadi benci. Tapi terkadang benci juga bisa jadi cinta. Sulit memang ngakuin kalau benci juga bisa jadi cinta. Tapi sekuat apapun kita nyangkal, rasa itu tetap bakal datang…”
Keke menghembuskan nafas. Jantungnya meninggikan kecepatan perlahan. Semua ini hanya kebetulan, atau memang ada seseorang yang mengatur agar teman-temannya mengingatkannya pada 'dia'?
Keke kembali menghela nafas. Ia lalu berbalik, dan mulai melangkah. Mencari si 'biru' yang di katakan Olivia. Tapi kemudian Keke tersentak. Biru... Bukankah tadi Rio mengenakan kemeja biru kotak-kotak? Apa jangan-jangan...
"Hai Ke!"
Keke terlonjak dan refleks mendongak. Ia makin tersentak melihat Nova dan Lintar yang sedang berdiri menunggunya.
"Kalian yang di maksud biru?" tanya Keke menunjuk mereka berdua. Nova sedang mengenakan kebaya modern biru muda dengan Lintar yang memakai jas berwarna senada dengan Nova.
Lintar tersenyum dan mengangguk. Ia lalu menyerahkan selembar kertas pada Keke.
Keke mengangkat alis, lalu menerimanya, "Terus? Gue harus kemana lagi?" tanya Keke tak sabar.
"Yee... nyantai Ke. Nyantai," ucap Nova terkekeh geli, "Elo cukup belok aja kok. Nanti elo juga bakal tahu."
Keke mengerutkan kening. Hei! Kalau di pikir-pikir, bukankah ia hanya memutar saja? Kalau ia berbelok lagi, itu sama saja kembali ke tangga menuju lantai atas. Di mana ia bertemu Rizky tadi.
"Ya udah Ke. Buruan sono. Kita duluan ya!" ucap Nova lalu segera menarik Lintar dan menjauh.
Keke menghela nafas panjang. Ia meremas kertas-kertas yang masih di genggamnya.
"Awas aja kalau mereka cuma ngerjain gue. Dan kalau benar ini kerjaannya si jerapah rese itu, jangan harap dia bakal tenang!" gumam Keke geram. Karena ia memang sudah lelah sedari tadi.
Keke lalu mulai melangkah, dan membaca kertas yang tadi di berikan Lintar padanya.
“sampai saat itu, ia menampakan wujud perinya
dengan sebuah kain hangat, ia membasuh lukaku,
dengan segala kelembutan, ia mengobati rasa sakitku,
aku berharap, peri kecil itu di turunkan Tuhan untukku,
datanglah peri kecilku,
yakinlah, kau memang untukku, dan aku ada untukmu ”
Seketika, kekesalan Keke tadi memudar. Entah mengapa ia merasa kakinya tidak menginjak lantai lagi. Seperti melayang. Ia tidak pernah di lakukan seperti ini sebelumnya. Ini terlalu... em... istimewa.
Keke kemudian mendongak. Ia tersentak menatap seorang laki-laki bertubuh tinggi sedang bersandar di salah satu pilar sekolah dan menunggu. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Kepalanya menunduk.
Jantung Keke melajukan detak. Itu... dia bukan?
Keke melangkah pelan dan mendekat.
Laki-laki itu mendengar suara langkah, lalu mendongak, membuat Keke terlonjak.
"Alvin?!" tanya Keke kaget dan... kecewa.
Alvin tersenyum, lalu berdiri tegak menatap Keke, "Gue cuma mau nanya sama elo Ke..."
Keke mengernyitkan kening, "Nanya apa?"
"Em... elo tahukan lagunya Drive yang Akulah Dia?" tanya Alvin.
Keke mengangguk, walau ia makin bingung.
Alvin tersenyum kembali, "Lo pasti tahu. Ada liriknya yang... rasakan yang ada di sekitarmu."
Keke tersentak. Lagi lagi lagi dan lagi, sebuah kenangan melintas. Membuat Keke tertegun kembali. Ya. Kenangan itu. Saat 'dia' menasihati Keke yang telah menjadi korban patah hati. Dan 'dia' berkata bahwa ada laki-laki lain yang lebih baik dan akan mencintai Keke. Tapi saat Keke bertanya siapakah laki-laki itu, 'dia' hanya menjawab dengan kalimat yang sama dengan Alvin tadi. Rasakan yang ada di sekitarmu...
Alvin lalu melangkah mendekat. Ia kemudian berdiri tepat di depan Keke sambil menatap Keke. Keke sedikit mendongak, dan menatap Alvin dalam diam.
"Gue yakin kok. Elo pasti tahu sebenarnya apa yang dari tadi anak-anak lakuin. Dari dulu kita sayang banget sama elo Ke. Waktu elo di sakitin dulu aja, anak-anak udah heboh ngehakimin Debo. Mereka bahkan ngebenci Debo dan nggak pernah berniat dekat sama dia. Gue, Zeva, Cakka, sama Ray, masih satu band sama dia karena kita coba bersikap profesional. Walau sebenarnya kita mau ngasih tahu semua sama Ify, karena memang dari awal Ify nggak tahu apa-apa," jelas Alvin panjang lebar.
"Dan kali ini, kita semua punya satu tujuan buat elo. Agar lo bisa nemuin kebahagiaan lo lagi Ke. Dan kita juga berharap, semoga orang yang jadi dalang dari perlakuan kita malam ini bisa jagain elo lebih baik..."
Keke tertegun. Tapi ia kemudian tersenyum tulus, "Makasih Vin."
Alvin mengangguk, lalu mengelus puncak kepala Keke, "Ingat ya Ke. Patah hati itu resiko. Jadi mulai sekarang, kalau elo sadar elo sayang sama seseorang, elo udah harus nyiapin diri kalau suatu saat nanti patah hati. Oke?"
Keke diam sejenak. Tapi kemudian mengangguk dan tersenyum.
"Eh, tapi... awas aja kalau dia nanti buat elo patah hati," ucap Alvin sambil memasukkan kedua tangan kembali ke dalam saku celananya.
Keke mengangkat alis, "Dia?"
Alvin tertawa, "Elo pasti tahu siapa yang gue maksud," ucap Alvin tersenyum, lalu mulai melangkah, "Elo ke tangga lantai dua ya Ke," pesan Alvin sebelum ia makin jauh meninggalkan Keke.
Keke memandang Alvin sampai ia menghilang di belokan itu. Keke lalu menghela nafas. Ia kemudian tersenyum. Ya. Ia memang sadar. Semua temannya sangat menyayanginya. Keke juga heran. Ia sadar diri, ia sebenarnya adalah seorang perempuan yang jutek. Tapi kenapa teman-temannya itu malah selalu ada untuknya?
Keke tersenyum kembali. Tidak. Mereka bukan hanya sekedar teman. Mereka sahabat Keke. Ya. Oik dan Acha yang selalu bersamanya. Ozy yang sering bertukar cerita dengannya. Zevana, Lintar, Nova, dan Olivia yang selalu membantunya. Ray, Rizky, serta Patton yang konyol dan bisa membuatnya terhibur. Dan Alvin, yang sudah bagaikan seorang kakak baginya. Hm... ada satu orang lagi sih. Tapi... ia tidak di anggap sebagai teman bagi Keke. Bukan juga sahabat. Hm... Keke juga tidak tahu sebenarnya apa peran orang itu dalam hidupnya. Em... apa bisa di bilang musuh? Tapi... kenapa rasanya tidak cocok? Kalau teman istimewa....
Keke tersentak sendiri dengan pikirannya. Ia kemudian memukul-mukul sendiri kepalanya, "Ah! Gue ini mikir apa sih!?" gumamnya mencoba menghilangkan pikirannya yang ngawur itu.
Keke lalu menghembuskan nafas, dan kembali melangkah. Saat sudah sampai di depan tangga menuju lantai dua, langkah Keke terhenti. Ia mengerutkan kening. Tidak ada apapun. Dan tidak ada siapapun. Em... tadi benar kan Alvin hanya menyuruhnya untuk menuju tangga lantai dua. Tidak menyuruhnya untuka naik ke lantai atas kan?
Keke mendesah, ia kemudian berbalik.
"HUAAAHHH!!!" teriak Keke terlonjak dan refleks mundur ke belakang.
Matanya melotot melihat Zevana sedang nyengir lebar di depannya.
"E... elo... elo datang darimana!?" tanya Keke histeris, masih mengatur jantungnya yang barusan melompat kaget.
"Tadi sebenarnya gue harus bawa papan yang tadi di bawa Rizky. Eh... si Rizky malah kelupaan tadi dia naro' papannya di mana. Makanya, gue telat!" jelas Zevana santai seperti tidak melihat ekspresi Keke tadi.
Keke melengos, lalu mencibir.
"Nih buat elo," ucap Zevana sambil menyerahkan benda yang sama seperti yang lain.
Keke menerimanya, "Terus?" tanya Keke menunggu petunjuk selanjutnya.
"Terus apa? Elo naik aja gih. Bakal tahu sendiri kok," ucap Zevana lalu mengedipkan sebelah matanya. Ia kemudian melambai, dan berbalik, lalu segera menuju lapangan basket.
Keke mengerutkan kening. Tapi hanya menurut. Ia lalu mulai menaiki tangga. Sampai di lantai dua, Keke membuka kertas itu. Ia kemudian melangkah pelan sambil membaca pesan yang tertulis di kertas terakhir itu.
"Dan sekarang,
Aku tahu siapa sebenarnya peri itu
peri kecil yang sedang memegang dan membaca kertas usang ini
peri kecil yang berjalan ke arahku
peri kecil dengan tatapan bertanya
peri kecil itu... kau
Lihatlah, ada seseorang yang menunggumu
mendongak, dan kau akan tahu,
siapa seseorang yang diam-diam mengharapkanmu..."
Refleks, Keke menuruti isi kertas itu dan mendongak.
"HUAAH!!" jerit Keke sekali lagi. Dan jantungnya kembali ikut melompat kaget melihat siapa yang sedang berdiri menunggu di depannya.
Sontak, Rio melompat kaget karena tiba-tiba Keke berteriak, "Apaan sih elo!? Kaget gue!"
"Ya elo juga! Ngapain tiba-tiba muncul!?" balas Keke.
"Ya kan emang dari tadi gue di sini!" sahut Rio tak mau kalah, seperti biasa.
"Ngapain elo di sini coba? Jadi penjaga malam SMA Harmoni?!" tanya Keke sebal.
"Elo itu..." geram Rio, "Gue dari tadi nungguin elo!"
"Ngapain nunggu gue?" tanya Keke sambil bersungut.
Rio mendengus, "Elo baca nggak sih kertas-kertas yang dari tadi gue titip ke yang lainnya?" tanya Rio kesal dan hilang sabar.
Keke terdiam.
Sekali lagi Rio mendengus, "Harusnya sekarang kita itu lagi romantis-romantisnya. Kayak di film-film itu loh kutu!" ceplos Rio.
Keke mendelik, "Ya elo sendiri yang mulai!"
"Lah. Elo yang teriak!" sahut Rio membalas, "Argh!! Udah-udah. Sekarang gini aja. Elo balik lagi dari tangga sambil baca kertas itu. Elo pura-pura nggak tahu ada gue di sini. Kita mulai dari awal!"
Keke menganga, lalu menepuk kepala Rio dengan sebal. Rio merintih kesakitan. Keke lalu menggeram kesal dan menghembuskan nafas.
"Ya udah ya udah. Gue mau serius," ucap Rio lalu berdehem.
Keke mengangkat salah satu alis melihat kelakuan jerapah satu ini.
"Sini lo," ucap Rio mengambil jemari Keke dan menariknya.
Keke tersentak, tapi hanya pasrah. Rio lalu membawa Keke ke ujung balkon koridor atas.
"Liat tuh," perintah Rio menggerakkan kepala ke arah bawah, tepatnya lapangan basket yang terlihat dari atas.
Keke menurut. Ia kemudian kembali tersentak. Mata Keke melebar. Ia terpana dengan apa yang ia lihat di lapangan basket. Ozy, Acha, Oik, Cakka, Zevana, Alvin, Ray, Olivia, Lintar, Nova, Rizky, serta Patton sedang berdiri di sana. Mereka berdiri membentuk sebuah gambar. Mereka menghidupkan layar hape dan mengajukan tangan ke atas sehingga memancarkan cahaya layar hape ke atas. Cahaya dari layar hape itu memperlihatkan sesuatu yang terbentuk dari mereka. Sebuah gambar hati.
Keke tersenyum. Hatinya makin tersentuh.
Rio berdehem, membuat Keke kembali menoleh ke arahnya. Rio menghembuskan nafas, lalu kemudian memandang Keke.
"Apa?" tanya Keke membuat Rio terlonjak.
"Astaga Ke. Elo nggak bisa apa nggak usah jutek?" protes Rio kesal.
Keke diam, lalu memutar-mutar bola matanya, "Kalau sama elo.... Nggak."
Rio mendelik kesal, lalu kembali menghembuskan nafas. Mencoba sabar dan tidak terpancing lagi untuk membalas.
"Elo tahu nggak sih Ke, kenapa elo di tinggalin Debo?" tanya Rio tiba-tiba membuat Keke tersentak dan kini mendelik ke arahnya.
"Karena punya pacar kayak elo itu emang harus narik-narik nafas mulu. Harus sabar!" ucap Rio setengah mengejek.
Keke makin mendelik, lalu menginjak kaki Rio dengan sebal. Rio kembali merintih.
"Terus kalau emang nggak ada yang mau jadi pacar gue gara-gara itu, kenapa!?" tanya Keke galak.
Rio masih merintih, lalu berdiri tegak kembali. Tapi sedari tadi ia belum juga melepaskan genggamannya di jemari Keke.
"Siapa bilang nggak ada yang mau jadi pacar elo gara-gara hal itu?" tanya Rio membuat Keke mengerutkan kening.
"Gue... Gue mau kok!" ucap Rio setengah kikuk. Ia kemudian mengalihkan pandangan.
Mata Keke membulat. Ia lalu terdiam.
"Kan emang itu tujuan gue. Gue mau jadi pacar lo!" ucap Rio cepat, tapi juga salting.
Keke makin diam. Ia tertegun. Sampai...
"Woii!!! Cepet!!! Capek nih dari tadi angkat tangan mulu!" teriak Rizky dari bawah membuat Rio dan Keke terloncat kecil.
"Iya. Mana keteknya si Lintar bau lagi!" protes Patton.
"Enak aja. Bukan gue, Ozy tuh!" sahut Lintar menunjuk Ozy.
"Yeee... Kok gue? Cakka!" kata Ozy kini menunjuk Cakka.
"Lah? Orang cakep mah nggak pernah bau Zy..." kata Cakka narsis membuat Ozy mendelik ke arahnya.
"Aduh... Lama-lama batrei hape gue abis nih," keluh Zevana sambil manyun.
Rio menggeram kesal, "Eh! Gimana mau cepet kalau kalian ngoceh mulu!? Diam dulu kenapa sih!?"
Semuanya mendongak, dan nyengir kompak.
"Ah! Ngerusak momen romantis lo pada!" teriak Rio dari atas.
"Romantis? Elo lagi romantis-romantisan yo? Ya udah. Kita tonton ya," kata Ray tanpa dosa.
"Iya. Seru nih kayaknya," ucap Rizky ikutan.
Rio menghembuskan nafas, "Kalian itu ikhlas nggak sih bantu gue?"
"Nggak..." jawab semua kompak membuat Rio mengatupkan mulutnya dengan kesal.
"Hehehe. Kidding bro. Lanjut aja. Biar gue yang ngamanin anak-anak manusia ini," ucap Alvin meninggikan suara agar sampai ke atas.
"Anak manusia? Lo anak apa vin?" tanya Patton.
"Anak orang," jawab Alvin asal.
"Emang bedanya manusia sama orang apa?" tanya Acha heran dengan wajah polos tak tahu menahu.
"Acha... nggak usah mulai deh," keluh Oik lelah.
"Eh, mulai bukannya yang makanan itu ya? Mulai ayam," kata Rizky.
"Itu gulai!" ralat Olivia.
"Gulai kan yang manis itu..." sambung Cakka.
"Gula! Eh tapi, gula kan yang buat bersihin debu. Yang bulu-bulu itu," ucap Ozy ngikut.
"Itu sula! Eh, kalau sula kan yang pelawak itu ya?" tanya Patton terus menyambung.
"Itu Sule!" sahut Nova.
"Sule bukannya yang sebutan orang asing?" lanjut Ray.
"Itu bule!" ralat Alvin.
"eh, bule itukan..."
"Awas nggak nyambung lagi!" potong Zevana mengancam saat Lintar mau melanjutkan, mengingat yang terjadi di aula setelah drama musikal kala itu. Lintar hanya nyengir kuda.
"WOIII!!! Guekan nyuruh diam. Elo juga vin! Katanya mau ngamanin,eh.... malah ikutan," teriak Rio kesal dari atas membuat semua mendongak.
"Kitakan menetralisir keadaan yo," sahut Patton berteriak juga.
"Iya. Pasti elo gugup kan? Nah. Kita bantu deh supaya gugupnya luntur," tambah Cakka.
"Eh, luntur bukannya yang ada kalau hujan ya?" tanya Rizky kembali memulai.
"Guntur!" balas Rio sewot dari atas, "Kalau ada yang nerusin gue lempar sepatu dari atas!" ancam Rio sebal.
Keke hanya tertawa melihat kelakuan teman-temannya.
"Makanya cepetan yo! Pegel nih tangan gue," keluh Acha.
"Cha, Acha capek ya? Ozy aja yang pegang hapenya deh," tawar Ozy lembut.
"Yee... mentang-mentang baru jadian," goda Oik.
"Biarin. Iri? Sono sama abang kawekas lo!" sahut Ozy menjulurkan lidah.
"Eeee... malah lanjut," omel Rio kesal dari atas.
Ozy dan Oik mendongak, lalu nyengir kuda.
Rio melengos, lalu kembali menoleh ke arah Keke, "Ke, Gimana?" tanya Rio tak sabar.
"Apanya?" tanya Keke balik.
"Yaelah. Elo mau nggak?" tanya Rio gregetan.
"Mau apa? Elo kan belum nanya apa-apa," kata Keke sewot.
"Woooo Riooooo. Dasar!!!" teriak semua dari bawah menyoraki. Rio menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil meringis.
"Udahlah. Daripada kelamaan. Kita wakilin Rio aja," teriak Oik dari bawah membuat Rio dan Keke menoleh dengan kening berkerut.
"Iya. Hei elo, Gabriel Angeline...... Siapa?" kata Rizky memelan mengingat-ingat nama Keke.
"Thalita Pangemanan," sambung Ozy.
Rizky manggut-manggut, lalu kembali mendongak, "Eh, iya itu. Gabriel Angeline dan yang di bilang Ozy tadi. Elo mau nggak..."
"Jadi pacarnya Mario Stevano Aditya," sambung Nova.
"Haling, pakai Haling," tambah Cakka.
Alvin melengos melihat tingkah teman-temannya. Ia lalu berbisik pelan. Rio dan Keke yang tidak mendengar apa-apa dari atas mengerutkan kening menunggu.
Alvin seperti memberi kode. Lalu detik berikutnya, mereka kembali mendongak dan berteriak kompak.
"Hei elo, Gabriel Angeline Thalita Pangemanan, alias si kutu. Kita wakilin Mario Stevano Aditya Haling, alias si jerapah. Elo mau nggak nerima pernyataan cinta yang aneh dan menyibukkan kita semua ini dari si jerapah?"
Rio mengangkat alis, dan menjadi kikuk. Mata Keke berbinar. Sekali lagi ia terpana. Keke lalu tersenyum perlahan.
"Ini beneran?" gumam Keke senang.
"Iyalah," sahut Rio pelan yang masih mendengar gumaman Keke.
"Ke! Terima Ke! Rio beneran sayang banget sama elo!" teriak Nova dari bawah.
"Walau kalian nggak pernah akur, tapi kalian itu cocok!" tambah Zevana ikut berteriak.
"Jangan jadi Kutu vs Jerapah lagi. Tapi sekarang jadi Kutu love Jerapah!" teriak Acha ikut.
Tapi detik berikutnya semua diam dan menoleh ke arah Acha. Acha terdiam dan mengerutkan kening memandangi teman-temannya satu persatu.
"Tumben pinter!" ucap mereka kompak membuat Acha memonyongkan bibirnya dengan kesal. Ozy tertawa, lalu mengacak puncak kepala Acha.
"Bener tuh bener! Kutu love jerapah!!!" teriak Oik mendongak.
"Kutu love Jerapah! Kutu love Jerapah! Kutu love Jerapah!" teriak yang lain dari bawah sambil mendongak menatap Rio dan Keke yang tertegun.
Keke tersenyum perlahan. Wajahnya merekah senang. Ia lalu melolongkan kepala ke bawah lagi, menatap para sahabatnya itu. Ia tersenyum kecil, lalu kembali menoleh ke arah Rio yang masih menunggu. Keke kembali menoleh ke bawah.
"Em... Gue setuju deh kalau jadi Kutu love Jerapah!" teriak Keke.
Semua terdiam. Tapi lalu...
"YEEEYYY!!! Akhirnya!!!" teriak semua senang sambil menurunkan hape mereka masing-masing.
Keke tertawa, lalu menoleh ke arah Rio yang tertegun.
Keke tersenyum, "Ayo ke bawah!" ajaknya lalu menarik tangan Rio, membuat Rio tersentak.
***
Rio memarkirkan Jazz hitamnya di pekarangan rumah Keke. Ia lalu mematikan mesin, dan segera membuka pintu. Rio mempercepat langkah dan membukakan pintu mobil untuk Keke. Keke tersenyum kecil, kemudian melangkah keluar. Rio menutup pintu, lalu berbalik. Ia kemudian bersandar di mobilnya sambil memasukkan kedua tangan di saku celana.
Keke berhenti melangkah, menyadari tidak ada keberadaan Rio di sampingnya. Ia lalu berbalik, menatap Rio yang sedang tersenyum.
"Kalau ingat pertama kali kita ketemu, gue masih nggak nyangka ternyata akhirnya bakal gini..." ucap Rio menatap Keke. Keke mengangkat alis.
"Pertemuan kita yang bener-bener nggak pernah gue duga. Es krim lo yang nempel di jaket gue, dan elo yang jatoh dan nggak terima. Terus, gue yang jadi tetangga Ify dan Ify yang nyaranin agar gue masuk sekolah yang sama kayak dia. Buat gue ketemu lagi sama elo," cerita Rio sambil mendongak, menatap langit malam, "Dan saat gue kenal elo, ternyata elo itu adalah cewek jutek korban patah hati."
Keke tersentak. Ia mendelik sambil memajukan bibirnya dengan kesal.
"Elo tahu nggak sih. Dari awal gue udah bener-bener harus berusaha banget buat ngeluluhin elo. Karena elo mandang semua cowok itu sama," ucap Rio lagi, lalu kali ini menatap Keke, "Elo ingat? Waktu itu elo pernah bilang, elo paling nggak suka sama makhluk bernama 'cowok' di dunia ini. Karena semuanya itu sama, kerjanya cuma nyakitin cewek," lanjut Rio mengenang saat Keke marah besar pada Cakka kala itu.
Keke mengerutkan kening, lalu mencoba mengingat, "Emang dulu gue sampai segitu bencinya ya sama cowok?"
Rio tertawa, lalu menegakkan tubuhnya, "Ternyata gue bisa ya buat elo berubah dan ngelupain patah hati itu," ucap Rio bangga sambil mengelus poninya ke belakang.
Keke mendelik, lalu mencibir. Tidak membalas. Karena memang perkataan itu benar.
"Tapi Ke. Kalau nggak kayak gitu, cerita kita ini bakal biasa aja. Sama kayak orang kebanyakan. Cuma benci jadi cinta. Udah gitu doang. Tapi kan, kalau di tambah elo yang susah buat lupain masa lalu, dan hubungan antara gue, elo, Ify, sama Debo, yang rumitnya minta ampun, semua nggak bakal biasa..."
Keke mengangkat alis, lalu menyatukannya.
Rio tersenyum, "Memang sih, sebenarnya semua ini itu rumit. Susah di jelaskan. Tapi... walau rumit, semua terjalin. Dan jadilah... cerita kita ini bukan cerita cinta biasa."
Keke tertegun. Tapi kemudian ia tertawa, "Bahasa elo berat amat sih?" tanya Keke terkekeh geli.
Rio ikut tertawa, "Tapi gue serius."
Keke tertawa kecil mendengarnya, "Iya iya. Gue tahu kok."
Rio tersenyum, lalu mulai berbalik, "Ya udahlah. Gue pulang dulu ya," pamitnya sambil melangkah menuju pintu mobil pengendara.
Keke mengangguk dan memandang Rio. Rio membuka pintu, tapi lalu kembali memandang Keke.
"Bye Kuyang!"
Keke tersentak dan mengerutkan kening, "Kuyang?"
"Iya. Kuyang. Kutuku sayang," jawab Rio sambil tertawa, lalu segera masuk ke dalam mobil sebelum di semprot oleh omelan Keke.
"Jerapah rese lo!" umpat Keke kesal. Ia dapat melihat Rio yang tertawa puas di dalam mobil.
Jazz hitam Rio lalu mulai keluar gerbang Keke yang masih terbuka lebar. Rio masih sempat menjulurkan lidah ke arah Keke, lalu mulai menginjak gas pergi.
Keke melengos, "Kuyang kuyang. Jelek banget!" gumam Keke kesal, tapi entah mengapa sebagian hatinya malah melompat-lompat senang.
T.H.E. E.N.D.