Berkali-kali mereka di pertemukan. Berkali-kali pula detak jantung mereka
saling beradu dengan sekon yang berdetik. Perasaan itu sudah hinggap sejak awal
jumpa. Dan terus berkembang, berlanjut hingga mereka perlahan mulai merangkai
sebuah kisah cinta. Walaupun berasal dari dua kubu yang saling bertentangan,
namun rasa itu malah memaksa untuk saling bersatu.
Tapi sanggupkah angan 'bersatu' akan jadi nyata?
Part 11. Backstreet
Aku berharap...
semoga Raissa akan mencintai laki-laki yang terbaik kalau dia dewasa nanti.
Semoga saja. Seperti apa ya laki-laki yang di cintai
Raissa nanti?
Entahlah.
Semoga laki-laki itu akan selalu membuat
Raissa tersenyum dan tertawa bahagia.
Ya, dan tidak akan membuat Raissa
menangis
Hm... semoga saja
***
"Kakak!!!"
teriak Acha ceria pagi ini sambil berlari riang menuju meja makan.
Rio
sudah duduk dengan manisnya di sana. Acha langsung menghambur memeluk Rio dari
belakang. Rio terlonjak kaget, dan menoleh. Acha tersenyum lebar, lalu melepas
pelukannya dan melompat duduk di samping Rio. Rio menatap adiknya itu dengan
kening bertaut keras.
"Kamu
kenapa sih Cha?" tanya Rio tak bisa menahan diri.
Acha
mengangkat kedua alis, "Acha? Kenapa?"
Rio
menatap Acha ngeri, "tadi malam mimpi ketemu Greyson Chance ya?"
tanya Rio asal, menyebutkan nama idola Acha itu.
Acha
tertawa, dan menjawab dalam hati. 'Bukan Greyson Chance... tapi malaikat
cakep!'. Acha tersenyum-senyum sendiri sambil mengambil roti di atas meja dan
selai cokelat. Rio menatap adiknya masih dengan tatapan ngeri tak mengerti,
tapi belaga acuh dan menggigit rotinya kembali. Acha mengolesi rotinya dengan
selai. Ia kemudian menggigit roti selai cokelatnya. Rasa manis cokelat langsung
terasa di lidah Acha. Manis. Dan entah mengapa, rasa manis itu mengingatkan
Acha pada sesuatu. Manis... seperti senyum Ozy semalam. Acha tersenyum kecil
sendiri. Senyuman manis Ozy itu seperti senyuman malaikat. Mendamaikan. Dan
senyuman itu seakan mengajak orang yang melihatnya ikut tersenyum juga. Andai
saja tadi malam Acha punya kesempatan untuk mengabadikan senyuman itu dalam
bentuk poto, betapa bahagianya Acha karena dapat terus melihat senyuman itu.
Rio
tanpa sengaja menoleh pada Acha. Ia mendelik dan tenganga melihat adik semata
wayangnya itu sudah tersenyum-senyum sendiri. "Cha!"
Acha
terlonjak kaget dan refleks menoleh, terlempar dari dunia khayalnya yang penuh
berisi sosok makhluk Tuhan yang bernama Ozy itu.
Rio
menatap Acha penuh selidik, tapi lalu tersentak sendiri. Melihat sebuah pita
pink terikat manis di ujung kepala Acha, mengikat beberapa helai Acha yang
terjuntai di ujung rambutnya.
"Sejak
kapan kamu pake' pita?" tanya Rio curiga.
Acha
tersentak, dan spontan memegang pita yang mengikat beberapa helai rambutnya.
Acha nyengir kuda, malu. Rio mengernyitkan kening menatapnya, curiga dan penuh
penasaran.
"Em...
ini... tadi malam Nova beli pita. Acha ikutan aja. Lucu sih," jawab Acha
asal.
"Ha?
Lucu? Acha, kakak tahu kamu. Kamu tuh kalau nggak di ikat, ya di urai aja.
Kecuali kalau tampil cheers. Dan... kamu tuh nggak suka warna pink Acha. Kenapa
tiba-tiba...." kalimat Rio menggantung dengan tatapan heran.
Acha
nyengir lagi, mencoba menyembunyikan gugupnya. "Eh...... ah! Kak, udah jam
berapa nih? Nanti telat loh. Yuk!" kata Acha cepat, mengalihkan
pembicaraan sambil bergegas berdiri dan meraih rotinya yang tinggal setengah.
Rio
tak beranjak. Masih menatap Acha penuh curiga dan ingin tahu. Acha merutuk
dalam hati, dan berpikir keras untuk mengalihkan perhatian.
"Kak...
Keke piket loh hari ini," kata Acha sambil memainkan alisnya.
Wajah
Rio merekah seketika, "ayo!" ucapnya langsung semangat dan berdiri.
Acha
tertawa kecil melihat tingkah kakaknya itu. Dalam hati bersorak dan bersyukur
bisa membelokkan perhatian Rio.
^^^
Ozy
masih duduk gelisah di bangkunya. Tangannya dari tadi memain-mainkan
blackberrynya dengan gelisah. Ia kembali menatap layar hapenya, tapi lalu
melengos dan memajukan bibir bawah. Ia mengumpat super sebal operator
simcardnya. Karena sedari tadi malam, bbm nya selalu saja pending. Dan sampai
sekarang Acha belum me-accept pinnya. Membuat Ozy benar-benar gelisah. Karena
tak sabar sekali untuk mengajak mengobrol 'bidadari' itu.
"Kenapa
sih Zy?" tanya Gabriel merasa risih dengan sikap gusar Ozy di depannya.
Sedaritadi pemuda satu itu memang tak bisa diam.
Ozy
mengembungkan kedua pipinya sambil mendengus, tapi tak menjawab.
"Kebelet
lo?" tanya Cakka ikutan.
Ozy
mendecak samar, lalu mengubah posisi duduk menyamping dan menatap Alvin yang
ada di belakangnya. Alvin mengangkat alis menatapnya tenang.
"Gue
mau ngomong sama lo waktu istirahat nanti," kata Ozy serius, lalu tak
berkata apapun dan berbalik kembali sambil memasukkan smartphonenya di saku
seragam.
Alvin,
Gabriel, serta Cakka mengerutkan kening dan saling pandang.
^^^
Bel istirahat berbunyi.
Bel istirahat berbunyi.
Acha
dengan segera merogoh blackberrynya. Ia menekan beberapa tombol, dan melafalkan
doa. Karena dari semalam ia menunggu, tak kunjung datang invite bbm dari Ozy.
Acha melihat daftar invitenya. Dan akhirnya tak bisa menahan diri untuk memekik
kecil dan melompat senang melihat nama Ozy sudah tertera paling atas di layar
bbnya.
"Kenapa
Cha?" tanya Keke kaget sambil menoleh.
Acha
tersentak dan menoleh, lalu nyengir kuda. "E... nggak papa. Hehe."
Keke
masih mengernyitkan kening, tapi lalu berdiri, "ayo kantin."
Acha
menggeleng, "aku di kelas aja deh."
"Oh.
Mau titip?" tawar Keke. Nova kini sudah mendatangi meja mereka dan
menunggu, karena biasanya tiga sahabat itu memang ngantin bareng.
"Nggak
usah deh Ke," tolak Acha lagi.
"Loh
kenapa? Nanti malah laper loh Cha. Minum aja gimana?" tanya Keke peduli.
Acha
diam sejenak, tapi lalu menyeringai, "Aduh kakak ipar ini. Perhatian
banget sih sama adek," goda Acha memasang wajah imut, membuat Keke
tenganga, dan lalu mendelik sebal. Nova tertawa di sampingnya.
"Teh
kotak aja deh Kak," kata Acha masih menggoda.
"Acha
apa sih!" ucap Keke dengan pipi yang sudah merona, walau wajahnya
merenggut.
Acha
tertawa geli, "udah sono-sono. Siapa tahu nanti ketemu Kak Rio loh.
Sono-sono," usir Acha mengibas-ngibaskan tangannya.
Keke
manyun, tapi lalu mencibir sebal dan berbalik, melangkah bersama Nova yang
masih tertawa.
Acha
menghembuskan nafas kala melihat Keke dan Nova sudah menghilang keluar dari
kelas. Ia lalu mengangkat blackberrynya. Dan dengan segera me-accept pin milik
Ozy.
Tak
lama setelah itu, Acha sudah mencicit senang melihat kontak nama Ozy. Ia lalu
membuka display-picture Ozy. Terlihat, Ozy sedang merangkul seorang anak
perempuan mungil berpipi bulat dengan mata agak sipit. Acha mengangkat alis,
mengingat anak kecil itu. Yang semalan ia lihat bersama Alvin dan Shilla. Acha
kembali memandangi poto itu. Sepertinya di ambil tadi malam. Karena Ozy memakai
kaos yang sama seperti semalam dan anak perempuan itu juga memakai baju yang
sama seperti malam tadi. Senyum Ozy di sana lebar dan bahagia, membuatnya makin
terlihat bersinar di mata Acha.
Setelah
puas memandangi poto Ozy, Acha melihat status pemuda itu. Singkat saja. Hanya
ada satu huruf. "A".
Acha
mendadak merasakan getaran di dadanya terasa bergetar cepat. Harapan besar
mulai merasuki hatinya. A? Inisial namanya bukan sih? Eh, atau dia saja yang
kegeeran nih? A itu siapa? Atau apa?
^^^
Ozy
menarik Alvin keluar kelas kala bel berbunyi. Alvin hanya bisa pasrah. Ozy
menarik Alvin ke belakang perpustakaan. Ozy duduk di bawah pohon rindang yang
berada di sana. Alvin duduk di sampingnya dengan pandangan bertanya.
"Vin,
gua mau cerita tentang ini sama lo, karena gue percaya sama lo," kata Ozy
serius.
Alvin
mengangkat alis dan sedikit tertegun. Karena belum pernah melihat Ozy serius
seperti ini.
"Em..."
Ozy melirik kanan kiri. Memang, belakang perpus sangat sepi. Tapi apa salahnya
berjaga-jaga? "Elo... tahu tentang bidadari gue kan?"
Alvin
diam sesaat, lalu mulai tertarik dan mendekatkan diri ke arah Ozy. Mencoba
mendengar lebih jelas.
"Tadi
malam... gue ketemu dia!" Ozy mulai curhatnya.
"Dimana?"
sela Alvin segera.
"Waktu
gue nyari sepatu juga! Dan elo tahu nggak? Gue udah minta pinnya!" cerita
Ozy antusias dengan wajah merekah, "tadi dia udah accept gue Vin! Nah
sekarang, gue malah jadi galau lagi. Karena gimana gue nyapanya? Guekan nggak
pernah berurusan sama hal kayak gini."
Alvin
manggut-manggut mengerti. "Kok lo nannya beginian sama gue? Kan ada Iyel,
Cakka, atau Ray yang udah jago dan profesional. Mereka itukan playboy."
"Yaelah
Vin. Kan gue tadi udah bilang, cuma lo yang tahu soal ini. Vin, smanra sama
smanhar itu musuh. Apalagi, kemarin abis tarung kita malah tambah jadi musuh
bebuyutan. Bayangin, reaksi anak-anak kalau tahu gue ngecengin anak
smanhar!"
Alvin
terdiam. Tapi lalu kembali manggut-manggut mengerti.
"Gimana
nih Vin? Elo kalau ngajak Shilla bm-an gimana?"
Alvin
tersentak, dan segera mendelik, "ngapain elo nyebut-nyebut Shilla?"
"Yeee
Alvin. Elokan sama Shilla masih jaim-jaiman tuh. Pasti elo kalau ngajak bm-an
sering gelisah kayak gue gini, kan?" tebak Ozy. Alvin mendelik sebal ke
arahnya, sementara Ozy menyeringai.
"Bilang
hai kek, apa kek. Basa-basi dulu kali," usul Alvin.
Ozy
diam sejenak, tapi tersenyum lebar dan mengangguk. Dengan segera ia mengetikkan
pesan singkat pada Acha. Seperti kata Alvin, sebuah sapaan dulu. "Hai
Acha". Klise memang. Tapi semoga sajalah bisa berlanjut panjang.
"Vin!
Di read Vin! Di read!" kata Ozy heboh melihat huruf R di atas tanda
centang sudah tertera di layar bbnya. Alvin kembali mendelik melihat tingkah
heboh Ozy itu.
Mata
Ozy berbinar kala bbnya berbunyi. "Vin dia balas Vin!" Ozy kembali
heboh, tapi kini hanya di jawab Alvin dengan menguap malas. "Dia bilang
hai juga! Ada emoticon smilenya! Haha," Ozy sudah kegirangan sendiri,
sementara Alvin hanya geleng-geleng. Anak satu ini memang baru pertama kali
jatuh cinta ya?
"Vin,
gue balas apa nih?" Ozy menoleh pada Alvin dengan wajah memelas.
"Dia
nggak belajar apa? Bisa bm-an sama lo?" sahut Alvin menjawab.
"Ah!
Iya!" wajah Ozy merekah, lalu segera mengetikkan balasan.
ozyadriansyah:
ga belajar Cha?
AchaaaLSA:
lagi istirahat. kamu?
ozyadriansyah:
sama :D
Ozy
memain-mainkan blackberrynya sambil menunggu. "Yah Vin, kok lama sih
balasnya?" keluh Ozy tak sabar.
"Ya
elo juga. Kesannya kayak nutup pembicaraan gitu," komentar Alvin membaca
obrolan Ozy.
Tapi
tak lama smartphone itu berbunyi, membuat Ozy segera melihat layar bbnya
kembali.
achaaaLSA:
kamu ga ngantin?
ozyadriansyah:
nggak
achaaaLSA:
kenapa?
ozyadriansyahh:
kan pengen bbman sama elo aja :D
Alvin
mencibir membaca balasan Ozy itu. Katanya tak pernah mengalami hal seperti ini.
Tapi kok sudah bisa gombal? Ckckck.
^^^
Kaki
Acha seakan melayang-layang ke langit. Senyum gembira tak terhapus dari
wajahnya. Sepertinya hari ini gadis itu benar-benar bahagia. Sedaritadi, ada
yang menari dalam hatinya, dan seakan di sana sedang musim semi. Karena
bunga-bunga bermekaran, memperindah suasana hati gadis itu.
"Cha?"
Acha
tersentak dan mengerjap, lalu menoleh. Mendapati sang kakak sedang duduk di
ruang tengah, menatapnya sambil memiringkan kepala dengan kening berkerut.
"Kamu
kenapa sih? Daritadi pagi aneh."
Acha
mengangkat alis, tapi lalu meringis saja.
"Kamu
itu senyam senyum mulu. Keke juga bilang, di kelas kamu malah nggak konsen.
Ngelamun mulu kerjaannya. Ada paan?" tanya Rio penasaran.
Acha
terdiam. Ia berpikir sejenak, tapi lalu kembali tersenyum lebar. "Nggak
kak. Nggak papa. Ih kakak ini. Adeknya lagi ceria kok malah di komentarin.
Nanti kalau Acha manyun nggak semangat, komentar juga. Maunya apa sih?"
tanya Acha dengan memasang wajah lelah, walau air mukanya masih sangat
berbahagia. Acha cengengesan sendiri, lalu berbalik ingin beranjak.
Rio
menatap adiknya itu makin penasaran dan penuh selidik, "kamu naksir orang
ya?"
TOENG
Langkah
Acha segera terhenti. Tubuhnya seakan membeku perlahan. Acha diam-diam merutuk,
mengapa Rio bisa sangat tepat sasaran seperti ini.
Rio
mengangkat sebelah alis, menyadari pertanyaannya yang padahal asal itu
'tertembak' tepat. Perlahan, hatinya mulai tersulut.
"Ng...
nggak kok!" elak Acha tak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Ia tak mau
berbalik. Karena bisa-bisa Rio tahu bahwa kedua pipinya sudah membara merah.
"Sama
siapa Cha?" tanya Rio tajam, tak memedulikan jawaban Acha.
Acha
meneguk ludah, tapi lalu menarik nafas mencoba menguasai diri dan
menghembuskannya kecil membuat kedua pipinya mengembung. "Nggak kak! Kakak
nggak usah asal nuduh deh. Ah udah ah. Acha mau balik ke kamar!" pamit
Acha segera, lalu berlari ke kamarnya.
Rio
menghela nafas. Tangan kanannya sedikit terkepal. Ah shit. Siapa lagi cowok
yang berani mendekati adiknya itu? Mau menantang Rio secara tak langsung?
^^^
Acha
menggeleng kuat. Mencoba fokus pada buku Biologi di hadapannya. Namun gagal.
Karena sedaritadi, yang ada di pikirannya bukanlah nama latin tumbuhan yang
harus ia hafalkan minggu depan, namun... bayang sosok lain. Yang lebih indah
dari sekedar pahatan seniman dunia. Bahkan harusnya, Biologi itu mengajarkan
bagaimana bisa ada manusia setampan lelaki yang ada di pikiran Acha, daripada
harus mumet pada nama-nama latin yang menyebutkannya saja syukur alhamdulillah
kalau bisa.
Acha
tersenyum sendiri. Menyadari kini ia benar-benar sudah 'gila'. Baru kali ini
Acha benar-benar di mabukkan senyuman seorang laki-laki. Ya memang, kalau di
perhatikan lebih tampan kakaknya daripada lelaki itu. Lebih keren Justin Bieber
daripada lelaki itu. Lebih manis Donghae Super Junior daripada lelaki itu.
Lelaki itu manis dengan wajah ramah yang seakan terus tersenyum. Apalagi kerlip
di matanya itu bersinar memancarkan kebahagiaan. Dan seakan, ada banyak hal
baik dari lelaki itu yang ingin terus Acha cari tahu. Dan... ketampanan lelaki
itu. Berbeda. Tak seperti pangeran negeri dongeng, anggota boyband, cowok
basket, ataupun idola sekolah. Dia berbeda. Acha juga tidak tahu apa bedanya.
Yang jelas, di mata Acha, lelaki itu terlihat jauh sempurna daripada yang lain.
Dan tak ada lelaki lain yang lebih tampan dari dia. Dia... benar-benar menawan
di mata Acha.
Acha
menghembuskan nafas, dan menggerakkan kepala ke arah cermin lemari di sebelah
meja belajarnya. Ia menatap bayang wajahnya sendiri. Acha diam sejenak, tapi
lalu melangkah mendekat. Ia membuka laci kecil di meja belajar. Acha mengambil
sebuah bando dari dalam laci. Bando Nova yang ia pinjam tadi pagi. Acha
memandangi bando pink dengan pita polkadot besar di ujungnya. Acha terdiam. Perkataan
Rio tadi pagi terngiang di otaknya. Rio memang benar. Sebelumnya, Acha memang
tak peduli dengan penampilannya. Kalau ke sekolah, ia hanya memakai bedak
secukupnya dan menyisir rambut. Kalau tidak di ikat, ya di urai.
Perawatannyapun sederhan. hanya mencuci muka dan memakai shampoo. Lalu juga,
dulu Acha sering menghindari warna pink karena menurutnya itu warna centil.
Tapi kini... entah mengapa ia senang sekali kalau melihat warna pink. Bando,
pita, dan pensil Keke yang berwarna pink pun sering jadi sasarannya untuk di
pinjam. Aneh memang. Kini Acha juga mulai memerhatikan penampilannya. Di mulai
dari membeli sabun wajah, lotion, aksesoris rambut, dan lainnya. Acha juga
tidak mengerti kenapa. Yang ia tahu, ia hanya ingin terlihat cantik kalau
sewaktu-waktu bertemu Ozy lagi.
Tunggu
dulu.
Ozy?
Acha
tiba-tiba tersentak sendiri. Oh astaga. Jadi... semua ini karena Ozy?
Acha
menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Entah mengapa tiba-tiba merasa
sangat malu. Bagaimana kalau Rio tahu tentang ini? Bisa-bisa Ozy pasti sudah di
jadikan sate untuk makan malam!
Acha
menghembuskan nafas, membuat kedua pipinya mengembung. Ia lalu memakai bando
tadi dan menarik poninya ke belakang. Setelah itu ia keluar, menuju ruang
tengah. Rio sedang berkumpul bersama teman-temannya di luar.
Acha
menghempaskan tubuh ke sofa dan menyalakan TV. Ia menonton sebuah FTV. Acha
menyandarkan punggung ke sofa, sambil mengambil chitato yang ada di atas meja
dan memakannya. Tapi, backsong FTV itu segera menarik perhatiannya.
“ku
tak tahu apa yang terjadi,
Pada
hatiku kini… tak ku mengerti…
Getar
ini belum pernah ada,
tak
pernah kurasakan… selama ini… “
Acha
berhenti mengunyah, dan terdiam menatap ke layar televisi.
“malu-malu
aku… Mengakuinya…
Karna
aku kini, belum dewasa… “
Acha
menelan chitato di mulutnya. Tapi tak lama tersenyum sendiri. Wah wah wah...
pas sekali ini. Acha jadi merasa dialah peran utama dalam FTV itu. Dan
ceritanya, harusnya ceritanya kini dengan Ozy.
“Berjuta
cahaya, datang padaku…
Menari
denganku… menyanyikan lagu tentangnya…
Duhai
bintang, mungkinkah yang ku rasa…
Apakah
sudah saatnya… Untukku menyukainya…”
Suara
merdu Gita Gutawa mengalun indah di layar televisi. Acha menikmati lagu itu
sambil menerawang. Teringat lagi isi bbmnya dengan Ozy. Ozy meminta nomor
hapenya. Acha benar-benar merasa melayang ke langit ke tujuh. Ah. Apakah sudah
saatnya?
“Sekarangku
sering melamun,
Dan
juga ku senang bercermin,
Oh…
mengapa ini ? “
Acha
menunduk sambil tersenyum. Pipinya memerah merona tanpa alasan jelas. Karena
lagu itukah? Atau karena otaknya yang terus memikirkan Ozy? Atau karena... ia
mulai menyadari. Dirinya sudah benar-benar jatuh cinta pada sosok Ozy.
Tiba-tiba
smartphone Acha berdering di atas meja, membuat Acha tersadar dan menoleh. Acha
menekan tombol mute pada tv, lalu mengambil hapenya dan melotot kala membaca
nama kontak yang tertera di layar blackberry itu. Nama yang sedaritadi terus
menggelantung di benaknya. Acha menggigit bibir, menahan agar ledakan-ledakan
kecil di dadanya itu tak menjadi bom besar yang malah nantinya meledakkan
dirinya sendiri.
Acha
menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya. Ia lalu menekan tombol dial, dan
mendekatkan hape ke telinganya.
"Halo,"
sapa Acha, berusaha sebaik mungkin agar suaranya terdengar lembut.
"Halo
Cha. Eum... malam," balas orang di seberang.
Diam-diam
Acha merasa sedikit meleleh mendengar suara agak serak itu. "Malam,
Ozy..."
Acha
melirik kanan dan kiri, lalu mengintip ke arah luar sambil mendengarkan Ozy
yang berbicara di telpon. Acha mendesah tak kentara, karena aman. Rio sedang
asyik di luar. Acha lalu menyahuti ucapan Ozy. Dan semalaman, mereka mulai
berinteraksi melalui telpon.
Acha
sedikit mengerutkan kening sambil meraba dadanya. Aneh ya. Padahal ia tak
bertemu langsung dengan pemuda itu, tapi kenapa baru di telpon begini saja
jantungnya tak bisa berhenti menari bahagia?
^^^
Sudah
lebih dari seminggu ini, Ozy sangat aneh. Ia sering tersenyum sendiri. Kadang
juga melamun atau memandangi layar blackberrynya sambil tersenyum senang. Semua
temannya memandang heran. Oke, setiap hari Ozy memang sering bertingkah gila.
Tapi 'gila' yang ini berbeda. Kenapa Ozy? Ada apa dengan preman sekolah satu
itu?
"Gue
heran deh. Tu anak kok jadi stres gitu ya," komentar Cakka kala mereka
sedang berada di kantin.
Ray
yang duduk di sebelahnya mengangguk mengiyakan, "terus, jarang bareng kita
lagi. Malah sibuk di kelas sambil main bebe. Ckckck."
"Berseri-seri
amat tu anak. Kayaknya dari kita pulang tanding tuh, dia udah keliatan
happy," argumen Gabriel mengikut.
"Lagi
jatuh cinta kali," ucap Alvin tenang lalu meneguk minuman kalengya.
Gabriel,
Ray, dan Cakka segera menoleh. Mata mereka melebar kompak.
"Jatuh
cinta?" tanya Cakka.
"Naksir
cewek?" sambung Ray.
"Ozy?"
tambah Gabriel.
Mereka
bertiga saling pandang, tapi lalu meledakkan tawanya. Membuat Alvin mendelik
kesal.
"Vin...
vin.... Aneh-aneh aja lo. Ozy itu mana pernah mikirin cewek. Diakan setia sama
gue!" kata Ray sambil tertawa terbahak.
"Ozy
itu tipe pemilih Vin. Susah buat naksir orang. Dia aja nggak pernah pacaran.
Lah sekarang lo bilang dia suka sama cewek?" ucap Cakka juga terkekeh
geli.
Alvin
menghembuskan nafas, "heh! Kalian nggak liat sikapnya? Senyam senyum
sendiri, suka ngelamun, sering gelisah. Itu ciri-ciri orang yang baru pertama
kali naksir orang," sahut Alvin sedikit sewot karena di tertawai.
Membuat
ketiganya sontak terdiam. Benar juga sih, batin mereka.
"Gue
setuju sama Alvin!" ucap seseorang tiba-tiba yang sudah melompat duduk di
samping Gabriel tanpa permisi. Semua terkejut dan menoleh. Mendapati Shilla
sudah bergabung dengan segelas es jeruk di tangannya.
"Eh,
nenek! Ngikut aja lo!" ejek Ray.
"Biarin,"
kata Shilla cuek, "eh, kalian liat dong sikapnya Ozy. Dia itu kayak orang
lagi jatuh cinta. Dan ciri-cirinya persis kayak orang yang baru pertama kali
ngerasain suka sama seseorang! Gue pernah baca majalah tentang zodiak gitu, dan
gue baca zodiaknya si Ozy, dia itu tipe orang yang sulit jatuh cinta. Tapi
kalau udah jatuh cinta, dia bisa cinta mati sama cewek pilihannya itu! Dan
setelah sekian lama Ozy nggak pernah jatuh cinta, akhirnya ada juga cewek yang
bisa naklukin hati kurcaci stres itu!" jelas Shilla panjang lebar dengan
menggebu-gebu.
Yang
lain mendengarkan sambil manggut-manggut mengerti. Alvin tersenyum kecil samar,
lucu juga dengan sosok temannya satu itu. Padahal dia anak yang supel dan punya
banyak teman, tapi ternyata sampai sekarang tak pernah pacaran. Bagaimana bisa
ya, sosok yang sering jadi premannya sekolah dan termasuk most wanted nya
sekolah, tapi malah... tak pernah jatuh cinta?
"Siapa
ya cewek yang bisa naklukin Ozy?" tanya Cakka penuh selidik. Shilla,
Gabriel, serta Ray saling pandang, juga dengan tatapan penasaran ingin tahu.
Sementara
Alvin belaga tak mendengarkan dan meneguk minumannya kembali. Ya siapa lagi
kalau bukan si 'bidadari' itu?