Sabtu, 10 November 2012

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 11A


Berkali-kali mereka di pertemukan. Berkali-kali pula detak jantung mereka saling beradu dengan sekon yang berdetik. Perasaan itu sudah hinggap sejak awal jumpa. Dan terus berkembang, berlanjut hingga mereka perlahan mulai merangkai sebuah kisah cinta. Walaupun berasal dari dua kubu yang saling bertentangan, namun rasa itu malah memaksa untuk saling bersatu.
Tapi sanggupkah angan 'bersatu' akan jadi nyata?

Part 11. Backstreet

Aku berharap... semoga Raissa akan mencintai laki-laki yang terbaik kalau dia dewasa nanti.

Semoga saja. Seperti apa ya laki-laki yang di cintai Raissa nanti?

Entahlah.

Semoga laki-laki itu akan selalu membuat Raissa tersenyum dan tertawa bahagia.

Ya, dan tidak akan membuat Raissa menangis

Hm... semoga saja

***

"Kakak!!!" teriak Acha ceria pagi ini sambil berlari riang menuju meja makan.
Rio sudah duduk dengan manisnya di sana. Acha langsung menghambur memeluk Rio dari belakang. Rio terlonjak kaget, dan menoleh. Acha tersenyum lebar, lalu melepas pelukannya dan melompat duduk di samping Rio. Rio menatap adiknya itu dengan kening bertaut keras.
"Kamu kenapa sih Cha?" tanya Rio tak bisa menahan diri.
Acha mengangkat kedua alis, "Acha? Kenapa?"
Rio menatap Acha ngeri, "tadi malam mimpi ketemu Greyson Chance ya?" tanya Rio asal, menyebutkan nama idola Acha itu.
Acha tertawa, dan menjawab dalam hati. 'Bukan Greyson Chance... tapi malaikat cakep!'. Acha tersenyum-senyum sendiri sambil mengambil roti di atas meja dan selai cokelat. Rio menatap adiknya masih dengan tatapan ngeri tak mengerti, tapi belaga acuh dan menggigit rotinya kembali. Acha mengolesi rotinya dengan selai. Ia kemudian menggigit roti selai cokelatnya. Rasa manis cokelat langsung terasa di lidah Acha. Manis. Dan entah mengapa, rasa manis itu mengingatkan Acha pada sesuatu. Manis... seperti senyum Ozy semalam. Acha tersenyum kecil sendiri. Senyuman manis Ozy itu seperti senyuman malaikat. Mendamaikan. Dan senyuman itu seakan mengajak orang yang melihatnya ikut tersenyum juga. Andai saja tadi malam Acha punya kesempatan untuk mengabadikan senyuman itu dalam bentuk poto, betapa bahagianya Acha karena dapat terus melihat senyuman itu.
Rio tanpa sengaja menoleh pada Acha. Ia mendelik dan tenganga melihat adik semata wayangnya itu sudah tersenyum-senyum sendiri. "Cha!"
Acha terlonjak kaget dan refleks menoleh, terlempar dari dunia khayalnya yang penuh berisi sosok makhluk Tuhan yang bernama Ozy itu.
Rio menatap Acha penuh selidik, tapi lalu tersentak sendiri. Melihat sebuah pita pink terikat manis di ujung kepala Acha, mengikat beberapa helai Acha yang terjuntai di ujung rambutnya.
"Sejak kapan kamu pake' pita?" tanya Rio curiga.
Acha tersentak, dan spontan memegang pita yang mengikat beberapa helai rambutnya. Acha nyengir kuda, malu. Rio mengernyitkan kening menatapnya, curiga dan penuh penasaran.
"Em... ini... tadi malam Nova beli pita. Acha ikutan aja. Lucu sih," jawab Acha asal.
"Ha? Lucu? Acha, kakak tahu kamu. Kamu tuh kalau nggak di ikat, ya di urai aja. Kecuali kalau tampil cheers. Dan... kamu tuh nggak suka warna pink Acha. Kenapa tiba-tiba...." kalimat Rio menggantung dengan tatapan heran.
Acha nyengir lagi, mencoba menyembunyikan gugupnya. "Eh...... ah! Kak, udah jam berapa nih? Nanti telat loh. Yuk!" kata Acha cepat, mengalihkan pembicaraan sambil bergegas berdiri dan meraih rotinya yang tinggal setengah.
Rio tak beranjak. Masih menatap Acha penuh curiga dan ingin tahu. Acha merutuk dalam hati, dan berpikir keras untuk mengalihkan perhatian.
"Kak... Keke piket loh hari ini," kata Acha sambil memainkan alisnya.
Wajah Rio merekah seketika, "ayo!" ucapnya langsung semangat dan berdiri.
Acha tertawa kecil melihat tingkah kakaknya itu. Dalam hati bersorak dan bersyukur bisa membelokkan perhatian Rio.
^^^
Ozy masih duduk gelisah di bangkunya. Tangannya dari tadi memain-mainkan blackberrynya dengan gelisah. Ia kembali menatap layar hapenya, tapi lalu melengos dan memajukan bibir bawah. Ia mengumpat super sebal operator simcardnya. Karena sedari tadi malam, bbm nya selalu saja pending. Dan sampai sekarang Acha belum me-accept pinnya. Membuat Ozy benar-benar gelisah. Karena tak sabar sekali untuk mengajak mengobrol 'bidadari' itu.
"Kenapa sih Zy?" tanya Gabriel merasa risih dengan sikap gusar Ozy di depannya. Sedaritadi pemuda satu itu memang tak bisa diam.
Ozy mengembungkan kedua pipinya sambil mendengus, tapi tak menjawab.
"Kebelet lo?" tanya Cakka ikutan.
Ozy mendecak samar, lalu mengubah posisi duduk menyamping dan menatap Alvin yang ada di belakangnya. Alvin mengangkat alis menatapnya tenang.
"Gue mau ngomong sama lo waktu istirahat nanti," kata Ozy serius, lalu tak berkata apapun dan berbalik kembali sambil memasukkan smartphonenya di saku seragam.
Alvin, Gabriel, serta Cakka mengerutkan kening dan saling pandang.
^^^
Bel istirahat berbunyi.
Acha dengan segera merogoh blackberrynya. Ia menekan beberapa tombol, dan melafalkan doa. Karena dari semalam ia menunggu, tak kunjung datang invite bbm dari Ozy. Acha melihat daftar invitenya. Dan akhirnya tak bisa menahan diri untuk memekik kecil dan melompat senang melihat nama Ozy sudah tertera paling atas di layar bbnya.
"Kenapa Cha?" tanya Keke kaget sambil menoleh.
Acha tersentak dan menoleh, lalu nyengir kuda. "E... nggak papa. Hehe."
Keke masih mengernyitkan kening, tapi lalu berdiri, "ayo kantin."
Acha menggeleng, "aku di kelas aja deh."
"Oh. Mau titip?" tawar Keke. Nova kini sudah mendatangi meja mereka dan menunggu, karena biasanya tiga sahabat itu memang ngantin bareng.
"Nggak usah deh Ke," tolak Acha lagi.
"Loh kenapa? Nanti malah laper loh Cha. Minum aja gimana?" tanya Keke peduli.
Acha diam sejenak, tapi lalu menyeringai, "Aduh kakak ipar ini. Perhatian banget sih sama adek," goda Acha memasang wajah imut, membuat Keke tenganga, dan lalu mendelik sebal. Nova tertawa di sampingnya.
"Teh kotak aja deh Kak," kata Acha masih menggoda.
"Acha apa sih!" ucap Keke dengan pipi yang sudah merona, walau wajahnya merenggut.
Acha tertawa geli, "udah sono-sono. Siapa tahu nanti ketemu Kak Rio loh. Sono-sono," usir Acha mengibas-ngibaskan tangannya.
Keke manyun, tapi lalu mencibir sebal dan berbalik, melangkah bersama Nova yang masih tertawa.
Acha menghembuskan nafas kala melihat Keke dan Nova sudah menghilang keluar dari kelas. Ia lalu mengangkat blackberrynya. Dan dengan segera me-accept pin milik Ozy.
Tak lama setelah itu, Acha sudah mencicit senang melihat kontak nama Ozy. Ia lalu membuka display-picture Ozy. Terlihat, Ozy sedang merangkul seorang anak perempuan mungil berpipi bulat dengan mata agak sipit. Acha mengangkat alis, mengingat anak kecil itu. Yang semalan ia lihat bersama Alvin dan Shilla. Acha kembali memandangi poto itu. Sepertinya di ambil tadi malam. Karena Ozy memakai kaos yang sama seperti semalam dan anak perempuan itu juga memakai baju yang sama seperti malam tadi. Senyum Ozy di sana lebar dan bahagia, membuatnya makin terlihat bersinar di mata Acha.
Setelah puas memandangi poto Ozy, Acha melihat status pemuda itu. Singkat saja. Hanya ada satu huruf. "A".
Acha mendadak merasakan getaran di dadanya terasa bergetar cepat. Harapan besar mulai merasuki hatinya. A? Inisial namanya bukan sih? Eh, atau dia saja yang kegeeran nih? A itu siapa? Atau apa?
^^^
Ozy menarik Alvin keluar kelas kala bel berbunyi. Alvin hanya bisa pasrah. Ozy menarik Alvin ke belakang perpustakaan. Ozy duduk di bawah pohon rindang yang berada di sana. Alvin duduk di sampingnya dengan pandangan bertanya.
"Vin, gua mau cerita tentang ini sama lo, karena gue percaya sama lo," kata Ozy serius.
Alvin mengangkat alis dan sedikit tertegun. Karena belum pernah melihat Ozy serius seperti ini.
"Em..." Ozy melirik kanan kiri. Memang, belakang perpus sangat sepi. Tapi apa salahnya berjaga-jaga? "Elo... tahu tentang bidadari gue kan?"
Alvin diam sesaat, lalu mulai tertarik dan mendekatkan diri ke arah Ozy. Mencoba mendengar lebih jelas.
"Tadi malam... gue ketemu dia!" Ozy mulai curhatnya.
"Dimana?" sela Alvin segera.
"Waktu gue nyari sepatu juga! Dan elo tahu nggak? Gue udah minta pinnya!" cerita Ozy antusias dengan wajah merekah, "tadi dia udah accept gue Vin! Nah sekarang, gue malah jadi galau lagi. Karena gimana gue nyapanya? Guekan nggak pernah berurusan sama hal kayak gini."
Alvin manggut-manggut mengerti. "Kok lo nannya beginian sama gue? Kan ada Iyel, Cakka, atau Ray yang udah jago dan profesional. Mereka itukan playboy."
"Yaelah Vin. Kan gue tadi udah bilang, cuma lo yang tahu soal ini. Vin, smanra sama smanhar itu musuh. Apalagi, kemarin abis tarung kita malah tambah jadi musuh bebuyutan. Bayangin, reaksi anak-anak kalau tahu gue ngecengin anak smanhar!"
Alvin terdiam. Tapi lalu kembali manggut-manggut mengerti.
"Gimana nih Vin? Elo kalau ngajak Shilla bm-an gimana?"
Alvin tersentak, dan segera mendelik, "ngapain elo nyebut-nyebut Shilla?"
"Yeee Alvin. Elokan sama Shilla masih jaim-jaiman tuh. Pasti elo kalau ngajak bm-an sering gelisah kayak gue gini, kan?" tebak Ozy. Alvin mendelik sebal ke arahnya, sementara Ozy menyeringai.
"Bilang hai kek, apa kek. Basa-basi dulu kali," usul Alvin.
Ozy diam sejenak, tapi tersenyum lebar dan mengangguk. Dengan segera ia mengetikkan pesan singkat pada Acha. Seperti kata Alvin, sebuah sapaan dulu. "Hai Acha". Klise memang. Tapi semoga sajalah bisa berlanjut panjang.
"Vin! Di read Vin! Di read!" kata Ozy heboh melihat huruf R di atas tanda centang sudah tertera di layar bbnya. Alvin kembali mendelik melihat tingkah heboh Ozy itu.
Mata Ozy berbinar kala bbnya berbunyi. "Vin dia balas Vin!" Ozy kembali heboh, tapi kini hanya di jawab Alvin dengan menguap malas. "Dia bilang hai juga! Ada emoticon smilenya! Haha," Ozy sudah kegirangan sendiri, sementara Alvin hanya geleng-geleng. Anak satu ini memang baru pertama kali jatuh cinta ya?
"Vin, gue balas apa nih?" Ozy menoleh pada Alvin dengan wajah memelas.
"Dia nggak belajar apa? Bisa bm-an sama lo?" sahut Alvin menjawab.
"Ah! Iya!" wajah Ozy merekah, lalu segera mengetikkan balasan.

ozyadriansyah: ga belajar Cha?
AchaaaLSA: lagi istirahat. kamu?
ozyadriansyah: sama :D

Ozy memain-mainkan blackberrynya sambil menunggu. "Yah Vin, kok lama sih balasnya?" keluh Ozy tak sabar.
"Ya elo juga. Kesannya kayak nutup pembicaraan gitu," komentar Alvin membaca obrolan Ozy.
Tapi tak lama smartphone itu berbunyi, membuat Ozy segera melihat layar bbnya kembali.

achaaaLSA: kamu ga ngantin?
ozyadriansyah: nggak
achaaaLSA: kenapa?
ozyadriansyahh: kan pengen bbman sama elo aja :D

Alvin mencibir membaca balasan Ozy itu. Katanya tak pernah mengalami hal seperti ini. Tapi kok sudah bisa gombal? Ckckck.
^^^
Kaki Acha seakan melayang-layang ke langit. Senyum gembira tak terhapus dari wajahnya. Sepertinya hari ini gadis itu benar-benar bahagia. Sedaritadi, ada yang menari dalam hatinya, dan seakan di sana sedang musim semi. Karena bunga-bunga bermekaran, memperindah suasana hati gadis itu.
"Cha?"
Acha tersentak dan mengerjap, lalu menoleh. Mendapati sang kakak sedang duduk di ruang tengah, menatapnya sambil memiringkan kepala dengan kening berkerut.
"Kamu kenapa sih? Daritadi pagi aneh."
Acha mengangkat alis, tapi lalu meringis saja.
"Kamu itu senyam senyum mulu. Keke juga bilang, di kelas kamu malah nggak konsen. Ngelamun mulu kerjaannya. Ada paan?" tanya Rio penasaran.
Acha terdiam. Ia berpikir sejenak, tapi lalu kembali tersenyum lebar. "Nggak kak. Nggak papa. Ih kakak ini. Adeknya lagi ceria kok malah di komentarin. Nanti kalau Acha manyun nggak semangat, komentar juga. Maunya apa sih?" tanya Acha dengan memasang wajah lelah, walau air mukanya masih sangat berbahagia. Acha cengengesan sendiri, lalu berbalik ingin beranjak.
Rio menatap adiknya itu makin penasaran dan penuh selidik, "kamu naksir orang ya?"
TOENG
Langkah Acha segera terhenti. Tubuhnya seakan membeku perlahan. Acha diam-diam merutuk, mengapa Rio bisa sangat tepat sasaran seperti ini.
Rio mengangkat sebelah alis, menyadari pertanyaannya yang padahal asal itu 'tertembak' tepat. Perlahan, hatinya mulai tersulut.
"Ng... nggak kok!" elak Acha tak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Ia tak mau berbalik. Karena bisa-bisa Rio tahu bahwa kedua pipinya sudah membara merah.
"Sama siapa Cha?" tanya Rio tajam, tak memedulikan jawaban Acha.
Acha meneguk ludah, tapi lalu menarik nafas mencoba menguasai diri dan menghembuskannya kecil membuat kedua pipinya mengembung. "Nggak kak! Kakak nggak usah asal nuduh deh. Ah udah ah. Acha mau balik ke kamar!" pamit Acha segera, lalu berlari ke kamarnya.
Rio menghela nafas. Tangan kanannya sedikit terkepal. Ah shit. Siapa lagi cowok yang berani mendekati adiknya itu? Mau menantang Rio secara tak langsung?
^^^
Acha menggeleng kuat. Mencoba fokus pada buku Biologi di hadapannya. Namun gagal. Karena sedaritadi, yang ada di pikirannya bukanlah nama latin tumbuhan yang harus ia hafalkan minggu depan, namun... bayang sosok lain. Yang lebih indah dari sekedar pahatan seniman dunia. Bahkan harusnya, Biologi itu mengajarkan bagaimana bisa ada manusia setampan lelaki yang ada di pikiran Acha, daripada harus mumet pada nama-nama latin yang menyebutkannya saja syukur alhamdulillah kalau bisa.
Acha tersenyum sendiri. Menyadari kini ia benar-benar sudah 'gila'. Baru kali ini Acha benar-benar di mabukkan senyuman seorang laki-laki. Ya memang, kalau di perhatikan lebih tampan kakaknya daripada lelaki itu. Lebih keren Justin Bieber daripada lelaki itu. Lebih manis Donghae Super Junior daripada lelaki itu. Lelaki itu manis dengan wajah ramah yang seakan terus tersenyum. Apalagi kerlip di matanya itu bersinar memancarkan kebahagiaan. Dan seakan, ada banyak hal baik dari lelaki itu yang ingin terus Acha cari tahu. Dan... ketampanan lelaki itu. Berbeda. Tak seperti pangeran negeri dongeng, anggota boyband, cowok basket, ataupun idola sekolah. Dia berbeda. Acha juga tidak tahu apa bedanya. Yang jelas, di mata Acha, lelaki itu terlihat jauh sempurna daripada yang lain. Dan tak ada lelaki lain yang lebih tampan dari dia. Dia... benar-benar menawan di mata Acha.
Acha menghembuskan nafas, dan menggerakkan kepala ke arah cermin lemari di sebelah meja belajarnya. Ia menatap bayang wajahnya sendiri. Acha diam sejenak, tapi lalu melangkah mendekat. Ia membuka laci kecil di meja belajar. Acha mengambil sebuah bando dari dalam laci. Bando Nova yang ia pinjam tadi pagi. Acha memandangi bando pink dengan pita polkadot besar di ujungnya. Acha terdiam. Perkataan Rio tadi pagi terngiang di otaknya. Rio memang benar. Sebelumnya, Acha memang tak peduli dengan penampilannya. Kalau ke sekolah, ia hanya memakai bedak secukupnya dan menyisir rambut. Kalau tidak di ikat, ya di urai. Perawatannyapun sederhan. hanya mencuci muka dan memakai shampoo. Lalu juga, dulu Acha sering menghindari warna pink karena menurutnya itu warna centil. Tapi kini... entah mengapa ia senang sekali kalau melihat warna pink. Bando, pita, dan pensil Keke yang berwarna pink pun sering jadi sasarannya untuk di pinjam. Aneh memang. Kini Acha juga mulai memerhatikan penampilannya. Di mulai dari membeli sabun wajah, lotion, aksesoris rambut, dan lainnya. Acha juga tidak mengerti kenapa. Yang ia tahu, ia hanya ingin terlihat cantik kalau sewaktu-waktu bertemu Ozy lagi.
Tunggu dulu.
Ozy?
Acha tiba-tiba tersentak sendiri. Oh astaga. Jadi... semua ini karena Ozy?
Acha menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Entah mengapa tiba-tiba merasa sangat malu. Bagaimana kalau Rio tahu tentang ini? Bisa-bisa Ozy pasti sudah di jadikan sate untuk makan malam!
Acha menghembuskan nafas, membuat kedua pipinya mengembung. Ia lalu memakai bando tadi dan menarik poninya ke belakang. Setelah itu ia keluar, menuju ruang tengah. Rio sedang berkumpul bersama teman-temannya di luar.
Acha menghempaskan tubuh ke sofa dan menyalakan TV. Ia menonton sebuah FTV. Acha menyandarkan punggung ke sofa, sambil mengambil chitato yang ada di atas meja dan memakannya. Tapi, backsong FTV itu segera menarik perhatiannya.

“ku tak tahu apa yang terjadi,
Pada hatiku kini…  tak ku mengerti…
Getar ini belum pernah ada,
tak pernah kurasakan… selama ini… “

Acha berhenti mengunyah, dan terdiam menatap ke layar televisi.

“malu-malu aku… Mengakuinya…
Karna aku kini, belum dewasa… “

Acha menelan chitato di mulutnya. Tapi tak lama tersenyum sendiri. Wah wah wah... pas sekali ini. Acha jadi merasa dialah peran utama dalam FTV itu. Dan ceritanya, harusnya ceritanya kini dengan Ozy.

“Berjuta cahaya, datang padaku…
Menari denganku… menyanyikan lagu tentangnya…
Duhai bintang, mungkinkah yang ku rasa…
Apakah sudah saatnya… Untukku menyukainya…”

Suara merdu Gita Gutawa mengalun indah di layar televisi. Acha menikmati lagu itu sambil menerawang. Teringat lagi isi bbmnya dengan Ozy. Ozy meminta nomor hapenya. Acha benar-benar merasa melayang ke langit ke tujuh. Ah. Apakah sudah saatnya?

“Sekarangku sering melamun,
Dan juga ku senang bercermin,
Oh… mengapa ini ? “

Acha menunduk sambil tersenyum. Pipinya memerah merona tanpa alasan jelas. Karena lagu itukah? Atau karena otaknya yang terus memikirkan Ozy? Atau karena... ia mulai menyadari. Dirinya sudah benar-benar jatuh cinta pada sosok Ozy.
Tiba-tiba smartphone Acha berdering di atas meja, membuat Acha tersadar dan menoleh. Acha menekan tombol mute pada tv, lalu mengambil hapenya dan melotot kala membaca nama kontak yang tertera di layar blackberry itu. Nama yang sedaritadi terus menggelantung di benaknya. Acha menggigit bibir, menahan agar ledakan-ledakan kecil di dadanya itu tak menjadi bom besar yang malah nantinya meledakkan dirinya sendiri.
Acha menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya. Ia lalu menekan tombol dial, dan mendekatkan hape ke telinganya.
"Halo," sapa Acha, berusaha sebaik mungkin agar suaranya terdengar lembut.
"Halo Cha. Eum... malam," balas orang di seberang.
Diam-diam Acha merasa sedikit meleleh mendengar suara agak serak itu. "Malam, Ozy..."
Acha melirik kanan dan kiri, lalu mengintip ke arah luar sambil mendengarkan Ozy yang berbicara di telpon. Acha mendesah tak kentara, karena aman. Rio sedang asyik di luar. Acha lalu menyahuti ucapan Ozy. Dan semalaman, mereka mulai berinteraksi melalui telpon.
Acha sedikit mengerutkan kening sambil meraba dadanya. Aneh ya. Padahal ia tak bertemu langsung dengan pemuda itu, tapi kenapa baru di telpon begini saja jantungnya tak bisa berhenti menari bahagia?
^^^
Sudah lebih dari seminggu ini, Ozy sangat aneh. Ia sering tersenyum sendiri. Kadang juga melamun atau memandangi layar blackberrynya sambil tersenyum senang. Semua temannya memandang heran. Oke, setiap hari Ozy memang sering bertingkah gila. Tapi 'gila' yang ini berbeda. Kenapa Ozy? Ada apa dengan preman sekolah satu itu?
"Gue heran deh. Tu anak kok jadi stres gitu ya," komentar Cakka kala mereka sedang berada di kantin.
Ray yang duduk di sebelahnya mengangguk mengiyakan, "terus, jarang bareng kita lagi. Malah sibuk di kelas sambil main bebe. Ckckck."
"Berseri-seri amat tu anak. Kayaknya dari kita pulang tanding tuh, dia udah keliatan happy," argumen Gabriel mengikut.
"Lagi jatuh cinta kali," ucap Alvin tenang lalu meneguk minuman kalengya.
Gabriel, Ray, dan Cakka segera menoleh. Mata mereka melebar kompak.
"Jatuh cinta?" tanya Cakka.
"Naksir cewek?" sambung Ray.
"Ozy?" tambah Gabriel.
Mereka bertiga saling pandang, tapi lalu meledakkan tawanya. Membuat Alvin mendelik kesal.
"Vin... vin.... Aneh-aneh aja lo. Ozy itu mana pernah mikirin cewek. Diakan setia sama gue!" kata Ray sambil tertawa terbahak.
"Ozy itu tipe pemilih Vin. Susah buat naksir orang. Dia aja nggak pernah pacaran. Lah sekarang lo bilang dia suka sama cewek?" ucap Cakka juga terkekeh geli.
Alvin menghembuskan nafas, "heh! Kalian nggak liat sikapnya? Senyam senyum sendiri, suka ngelamun, sering gelisah. Itu ciri-ciri orang yang baru pertama kali naksir orang," sahut Alvin sedikit sewot karena di tertawai.
Membuat ketiganya sontak terdiam. Benar juga sih, batin mereka.
"Gue setuju sama Alvin!" ucap seseorang tiba-tiba yang sudah melompat duduk di samping Gabriel tanpa permisi. Semua terkejut dan menoleh. Mendapati Shilla sudah bergabung dengan segelas es jeruk di tangannya.
"Eh, nenek! Ngikut aja lo!" ejek Ray.
"Biarin," kata Shilla cuek, "eh, kalian liat dong sikapnya Ozy. Dia itu kayak orang lagi jatuh cinta. Dan ciri-cirinya persis kayak orang yang baru pertama kali ngerasain suka sama seseorang! Gue pernah baca majalah tentang zodiak gitu, dan gue baca zodiaknya si Ozy, dia itu tipe orang yang sulit jatuh cinta. Tapi kalau udah jatuh cinta, dia bisa cinta mati sama cewek pilihannya itu! Dan setelah sekian lama Ozy nggak pernah jatuh cinta, akhirnya ada juga cewek yang bisa naklukin hati kurcaci stres itu!" jelas Shilla panjang lebar dengan menggebu-gebu.
Yang lain mendengarkan sambil manggut-manggut mengerti. Alvin tersenyum kecil samar, lucu juga dengan sosok temannya satu itu. Padahal dia anak yang supel dan punya banyak teman, tapi ternyata sampai sekarang tak pernah pacaran. Bagaimana bisa ya, sosok yang sering jadi premannya sekolah dan termasuk most wanted nya sekolah, tapi malah... tak pernah jatuh cinta?
"Siapa ya cewek yang bisa naklukin Ozy?" tanya Cakka penuh selidik. Shilla, Gabriel, serta Ray saling pandang, juga dengan tatapan penasaran ingin tahu.
Sementara Alvin belaga tak mendengarkan dan meneguk minumannya kembali. Ya siapa lagi kalau bukan si 'bidadari' itu?