Rabu, 12 September 2012

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 8B


Takdir menemukan mereka. Klimaks kisah ini sudah sampai. Pertemuan yang tak pernah di duga itu. Benang cerita ini mulai terajut dan bertemu satu sama lain. Pertemuan awal yang sekilas tapi sudah mampu menumbuhkan getaran berbeda. Pertemuan yang selama ini di nanti, ternyata masih di ragukan.
Dan... seperti apa penyelesaian dari benang-benang ini? Apakah akan jadi sebuah untaian kusut? Atau jadi selembar kain yang indah? Let's see...

Part 8b. Harapan vs Nusantara

Para pendukung masing sekolah sudah berkoar-koar menyemangati dan bernyanyi yel-yel mereka. Para anggota cheers juga menyemangati sambil memainkan pom-pom mereka.
"Gabrieeel!!! Alviiinn!!!" teriak Shilla menyemangati dari pinggir lapangan sambil memainkan pom-pomnya.
"Oper! Oper! Oper!" Ray berteriak tidak kalah heboh dengan tim cheers sekolahnya.
"Kak Rio! Kak Rio! Kak Rio!" teriak Acha menyemangati kakak tunggalnya di tengah gemuruh suara penonton.
"RIOOOO!!!" teriak Dea histeris. Em... maksudnya sih memberi semangat.
Terdengar samar juga suara Ify meneriakan nama Debo di antara ramainya suara stadion. Walau dalam hati Ify berharap setengah mati agar Debo tidak mendengar ia meneriakan namanya. Aneh. Keke juga meneriakan nama Rio dari bangku penonton. Nova tak mau kalah dan meneriakan nama Lintar sekencang mungkin.
Kedudukan sudah 39-34 untuk smanhar. Bola di tangan Alvin. Alvin segera berlari dan mendrible ke arah ring, lalu mengoper ke arah Ozy yang sedang kosong. Dengan sigap, Ozy menangkapnya dan segera mendrible sambil berlari ke arah ring lawan. Ozy melompat, dan...
"Masuk!!!" teriak Shilla histeris saat Ozy berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Seluruh pendukung smanra berteriak heboh. Cakka mengacak-acak rambut ikal Ozy dengan senang.
"Yeay!" teriak Acha girang sambil bertepuk tangan memandangi Ozy yang kini tertawa.
Zevana mendelik, "Cha! Tadi itu kita kebobolan! Kok malah seneng!"
Acha terdiam sesaat, tapi lalu menyeringai lebar, "yang ngeshoot manis sih."
"Hmppt! Dasar!" sahut Ify sambil memukul Acha dengan pom-pomnya. Acha hanya cengengesan.
Pertandingan masih berlangsung panas. Bola di tangan Ozy lagi. Kali ini ia berlari gesit menghindari lawan, dan melemparkan pada Alvin yang kosong. Alvin yang berada di dekat ring, segera melompat, ingin memasukkan bola. Tapi seorang lain juga ikut melompat, melemparkan bola itu jauh-jauh dari ring, menjaga pertahanannya. Shilla bersorak kecewa dengan heboh karena Alvin gagal memasukkan bola. Sementara Alvin sendiri malah terdiam, memandang siapa yang tadi menolakkan bolanya ke dalam ring. Laki-laki itu juga menatap Alvin, tapi sekilas saja, karena ia kembali bermain. Alvin menghela nafas, mencoba tetap konsentrasi bermain.
Acha mengerutkan kening, melihat siapa yang tadi di gagalkan kakaknya untuk memasukkan bola. Acha juga makin heran saat kakaknya sempat bertatapan dengan pemuda oriental itu. Acha terus memerhatikan pemuda dengan mata agak sipit yang kini tengah bermain kembali. Entah kenapa, Acha merasa pernah bertemu pemuda itu. Bahkan mengenalnya, dengan akrab dan dekat. Tapi... mana mungkin. Diakan tim smanra. Dari dulu, kakaknya selalu melarang Acha dekat-dekat dengan murid SMA Nusantara, karena itu adalah musuh Rio. Jadi tak mungkin Acha mengenal lelaki putih itu. Tapi kenapa, ada perasaan lain bergerak di hatinya? Seperti sebuah rindu yang menyeruak, dan memaksa Acha untuk mendatangi pemuda itu, memeluknya erat. Ia seperti seseorang yang selama ini Acha rindukan dan cari. Tapi... siapa?
Acha mendecak sendiri, tak paham dengan pikiran anehnya itu. Ia menghela nafas, tapi lalu kembali mencoba ceria menyemangati sang kakak yang masih memimpin tim smanhar.
Di tengah pertandingan, Sion dan Rio berebut bola. Bola di tangan Rio. Sering kali Sion mencoba mengambil kesempatan tapi selalu gagal. Rio terlalu gesit untuk menghindari penjagaan Sion. Tapi Sion tetap menjaga ketat Rio. Rio mendrible bola, lalu dengan gesit segera berlari menghindar dan melompat ke arah ring lawan.
"Gooolll!!!" pekik Dea heboh sambil melompat-lompat girang.
"Eh, gila. Kakak lo tadi cakep banget Cha!" kata Zevana histeris.
Acha tertawa, lalu memandang ke arah kakak semata wayangnya itu. Rio sedang menoleh ke arah bangku penonton. Lalu tersenyum, membuat para perempuan membelalak, tapi lalu melting tak karuan. Acha mengikuti arah pandang Rio, mendapati Keke sedang balas senyuman Rio itu dengan tersipu. Acha terkikik kecil. Ternyata kakaknya itu bisa romantis juga, ya? Sudah jelas dengan sikap Rio itu, kalau gol tadi di persembahkan untuk Keke. Ah manisnya.
Sion mengumpat dalam hati, kesal dengan Rio yang berhasil menghindarinya. Ini sudah sekian kalinya dalam pertandingan kali ini. Sion menatap tajam Rio yang sedang bertos ria dengan Deva. Sion mendengus, lalu berjalan menuju Rio yang kini sendiri. Rio menoleh saat Sion melangkah mendekat.
BUK!
Sion meninju perut Rio saat sudah ada di depan Rio, membuat Rio terlonjak. Jarak mereka dekat, sehingga tidak ada yang memerhatikan bahwa Sion sedang memukul Rio. Apalagi sekarang Cakka dan Debo sedang berebut bola dengan seru. Bola akhirnya di dapat Cakka dan mengarah ke ring smanhar, menjauhi tempat Rio berada. Rio meringis, lalu terduduk sambil memegangi perutnya yang terasa perih. Debo yang tanpa sengaja melihat itu, segera berlari datang.
"Eh nggak usah kasar ya!" kata Debo mendorong tubuh Sion.
Peristiwa itu menarik perhatian, membuat para pemain segera datang mendekat. Kiki dan Lintar membantu Rio berdiri kembali. Para penonton terdiam sambil memandang ke sudut lapangan tempat Rio berada. Alvin tersentak saat melihat Rio yang nampak masih kesakitan.
"Nggak sengaja," jawab Sion cuek.
"Eh, sialan lo!" kata Debo emosi dan maju ingin meninju Sion.
"Eh, eh, udah Bo," kata Deva segera menahan.
"Apa?!" bentak Sion menantang sambil ikut maju. Debo jadi tersulut dan mulai bertengkar dengan Sion.
Pertandinganpun ricuh.
Bisik-bisik penonton mulai terdengar sambil memandangi pinggir lapangan terjadinya perkelahian. Keke berdiri sambil menatap cemas Rio dari bangku penonton. Ify menutup mulut dengan telapak tangan. Ingin maju melerai, tapi entah mengapa kakinya terpaku di tempat. Ia hanya berteriak dalam hati, menyuruh Debo berhenti berkelahi seperti itu. Wasit segera berlari datang dan melerai.
"Yon! Udah!" lerai Gabriel menarik tubuh Sion yang sibuk bergulat dengan Debo.
Karena terlalu menyegani Gabriel, Sion menurut dan melepaskan Debo dengan emosinya yang masih memuncak.
Rio yang sudah mulai hilang rasa sakitnya, malah jadi terikut emosi dan balas meninju Sion. "Elo bisa kan kalau nggak pakai otot?!"
Sion meringis, lalu menatap Rio tajam. "Nggak bisa!" jawabnya lalu menepis tangan Gabriel yang menahannya, dan ingin membalas tinjuan Rio.
"Yon!" bentak seseorang yang tiba-tiba segera berdiri di depan tubuh Rio dan mendorong tubuh Sion menjauh. "Nyantai!" marah orang itu tak terima.
Gabriel, Sion, Cakka, dan juga Ozy sedikit menganga heran dan tak percaya mengapa Alvin berdiri di depan Rio, seakan melindungi lawan. Sedangkan Rio menjadi terdiam dan tertegun menatap punggung Alvin di depannya. Bahkan Shilla yang mendengar dari pinggir lapangan ikut mengerutkan kening tak mengerti.
"Kenapa pakai mukul sih?!" bentak Alvin emosi, tak terima Rio di pukul begitu saja oleh Sion.
"Vin! Kok elo malah marah sama Sion? Lawan kita itu kan mereka!" sahut Cakka menunjuk ke arah tim smanhar, benar-benar tak mengerti dengan sikap Alvin.
Alvin tersentak, lalu terdiam. Ia merutuk diri dalam hati. Bodoh. Kenapa mendadak emosinya jadi tersulut? Dan kenapa ia harus marah karena Sion memukul Rio? Rio kan musuh sekolahnya.
"Sudah. Cukup. Kedua tim di diskualifikasi!" tegas wasit membuat semua tersentak.
"Nggak bisa gitu dong, Pak. Kapten kami di pukul," bela Debo tidak terima.
"Pak, tim saya cuma emosi," kata Gabriel mencoba membujuk.
Wasit menggelengkan kepala tegas, "pertandingan selesai!"
Priiitt
Wasit sudah meniup peluitnya, menutup pertandingan. Semua penonton berseru kecewa. Kedua pelatih masing sekolah segera menghampiri wasit dan mencoba membujuk. Tapi wasit tetap menggeleng tegas dan menghentikkan pertandingan. Kedudukan sama. 42-42. Seri.
"Ayo balik," pimpin Gabriel lalu berbalik dan melangkah. Semua menurut tanpa di komando dua kali.
Alvin melirik ke arah Rio. Rio juga meliriknya, tapi kemudian membuang muka. Alvin menghela nafas, dan segera menyusul teman-temannya.
"Vin! Elo kenapa? Tadi kena pukul nggak?" tanya Shilla panik sambil menghampiri Alvin.
Alvin hanya menggeleng pelan dan tersenyum tipis, lalu melangkah ke dalam ruang ganti. Shilla mengerutkan kening, dan kembali menoleh ke arah kapten tim smanhar. Rio kini sedang menatap kepergian Alvin, membuat Shilla makin heran. Ada yang aneh. Tadi, Shilla dapat melihat ada tatapan lain dari Alvin ke kapten smanhar itu. Shilla hanya mendesah kecil, tapi lalu memimpin timnya menuju ruang ganti.
"Kak!" panggil Acha sambil berlari menghampiri Rio yang masih berdiri di sudut lapangan, "kakak nggak papa, kan?"
"Yo, kenapa?" tanya Dea cemas yang ada di samping Acha.
"Elo nggak papa, kan?" tanya Ify khawatir. Matanya sedikit bergerak ke arah Debo.
"Kak Rio!" panggil Keke sambil berlari dari bangku penonton menuju tim smanhar bersama Nova.
"Kak?" panggil Acha khawatir, belum mendapat jawaban dari Rio. Rio masih mematung menatap pintu ruang ganti smanra.
Rio diam sesaat, lalu mendesah kecil. "Dia udah kembali Cha..." gumam Rio pelan sambil kembali menatap pintu ruang ganti smanra.
^^^
Shilla melangkah dari toilet stadion menuju parkiran sendiri. Teman-temannya sudah menunggu di luar. Saat ingin kembali, tanpa sengaja, ia berpapasan dengan Dea, kapten cheers smanhar. Shilla dan Dea mengangkat alis saat mata mereka bertemu, dan saling melempar tatapan sinis tak suka. Mereka lalu berhenti serempak saat jarak keduanya sudah kurang dari tiga langkah.
"Elo kapten cheers smanra, kan?" tanya Dea sinis, seraya melipat kedua tangan di depan dada.
"Iya. Kenapa?" sahut Shilla tajam seraya sedikit mengangkat dagu angkuh.
"Tim lo, kalau emang kalah, ya kalah aja. Nggak usah pake otot segala," seru Dea tak kalah tajam.
Shilla mendelik. "Tim lo aja deh kayaknya yang emang cemen," balas Shilla meremehkan.
"Songong banget lo!" kata Dea mulai kesal.
"Siapa? Bukannya elo ya?" sahut Shilla tak terima.
"Elo ngajak berantem gue?!" tantang Dea sambil mendekat.
"Kalau iya?" jawab Shilla tak takut dan ikut maju.
Dea menatap Shilla geram, lalu dengan kesal ia menarik rambut Shilla yang di kuncir dua.
"Aw aw aw," rintih Shilla kesakitan, tapi lalu segera membalas menginjak kaki Dea.
Dea merintih. Shilla lalu menjambak rambut Dea dengan geram. Dea balas menarik rambut Shilla. Aksi tarik menarik rambutpun di mulai.
Ozy, yang di suruh memanggil Shilla yang belum juga kembali, melotot kaget saat melihat princess sekolahnya itu sedang 'bertarung' dengan kapten cheers smanar. Ia lalu segera berlari mendekat.
"Woi! Woi! Udah!!!" lerai Ozy saat sudah di tengah-tengah dua perempuan cantik itu.
Dea mendelik ke arah Ozy, "diem lo! Anak kecil!" usir Dea merasa terusik dengan Ozy di sela pertarungannya dengan Shilla. Shilla masih balas menjambak rambutnya.
"Siapa yang anak kecil? Udah udah," lerai Ozy mencoba memisahkan, "Aduh!" pekik Ozy yang terkena jambakan juga. Entah oleh siapa.
"Elo anak kecil bisa minggir nggak, sih?!" bentak Dea menarik kesal cowok yang menurut penglihatannya seperti anak kelas satu SMA itu -padahal sudah kelas tiga SMA-.
"Eh apaan lo narik-narik?! Dia teman gua!" kata Shilla sambil menarik Ozy kembali.
"Ah! Rusuh lo!" balas Dea sambil menarik tangan kiri Ozy.
"Ribut lo!" sahut Shilla menarik tangan kanan Ozy, "dasar mak lampir!"
"Diem lo nenek sihir!" umpat Dea menarik Ozy.
"Weh weh. Apa-apaan ini?!" panik Ozy yang sudah seperti boneka di perebutkan dua anak perempuan ini.
"Kak Dea?!" panggil seseorang kaget yang baru saja ingin keluar stadion. Ia melotot, lalu segera berlari mendekat. "Eh, eh, Kak. Udah," ucapnya mencoba melerai.
Dea menoleh, lalu segera melepaskan tangannya saat tahu yang menyuruhnya adalah adik dari pujaan hatinya, Acha. Karena Dea yang melepaskan pegangannya secara mendadak, Ozy menjadi terjatuh dan menimpa Shilla yang masih menariknya dengan kuat.
"Aduh!" pekik Shilla, lalu menjitak kepala Ozy geram, "ngapain lo nimpa gua!?"
"Yaelah Shil. Elo yang narik gue!" seru Ozy tidak terima.
Acha menoleh, dan mendadak terdiam melihat Ozy. Ia bahkan tak berkedip saat Ozy dan Shilla sama-sama berdiri, walau Shilla masih mengomel tak karuan. Tanpa sengaja, mata Ozy jatuh pada Acha yang menatapnya. Mata keduanya beradu. Keduanya saling mematung menatap satu sama lain. Dan tiba-tiba ada sebuah lagu mengalun merdu di pikiran keduanya, layaknya sebuah backsong dalam FTV-FTV.
'Terpesona, ku pada pandangan pertama...'
Shilla dan Dea mengangkat salah satu alis melihat Ozy dan Acha yang saling tersihir satu sama lain.
“OZY!” “ACHA!”
Ozy dan Acha terlonjak kaget dan segera tersadar. Shilla dan Dea ikut tersentak karena mereka mengucap di detik yang sama, keduanya saling menoleh.
"Ngapain elo ngikut?!" tukas Shilla kesal.
"Yeee. Adanya elo yang ngikut!" balas Dea tidak mau kalah.
"Eh, eh. Udahan aja ya. Yuk Shil!" kata Ozy lalu segera menarik Shilla pergi menjauh dari sana, sebelum ada hal aneh lain terjadi.
Shilla melemparkan mata melotot geram ke arah Dea, tapi hanya pasrah di tarik Ozy. Sementara Dea mengumpat kesal Shilla. Sedangkan Acha... malah jadi kembali terpaku melihat Ozy.
^^^
Tim basket dan beberapa murid SMA Nusantara sudah berada di depan stadion. Sion dan Gabriel sedang mendapat omelan panjang dari Pak Jo. Gabriel yang memang kapten menemani Sion. Para anggota basket yang lain masih duduk di tangga masuk ke dalam stadion.
Tidak lama kemudian, Sion dan Gabriel melangkah mendekat. Sion menghela nafas sambil duduk di salah satu anak tangga. Sementara Gabriel berdiri bersandar di dinding tangga.
"Yel! Gue nggak terima. Pokoknya, gue mau kali ini kita tarung lagi sama mereka," kata Sion kesal.
Alvin menoleh, sambil mencoba menahan emosi, "Yon, cukup. Elo tadi udah mukul dia. Masih belum puas?"
"Iyalah. Gue nggak bakal terima kalau gue belum balas."
"Belum balas? Bukannya elo yang mulai semua? Elo tuh kenapa sih?" tukas Alvin kesal.
"Adanya elo yang kenapa. Elo tuh aneh. Mereka lawan kita. Ngapain lo belain?" sahut Sion sinis, membuat Alvin terdiam tak menjawab. "Yel! Ini nih sohib baru lo. Aneh. Musuh sendiri kok di bela," adu Sion sambil menoleh ke arah Gabriel.
Alvin menoleh, dan menghembuskan nafas keras, mencoba sabar. "Yon, gue cuma nggak suka elo main otot di tengah pertandingan. Liat kan sekarang? Kita malah di dis!"
Sion menatap Alvin tajam, "eh! Elo tuh anak baru. Elo belum tahu gimana smanra sama smanhar. Kejadian kayak gini tuh udah sering ada!"
"Udah udah. Kok malah kalian yang berantem sih?" lerai Gabriel menengahi.
Sion menghela nafas sambil menoleh ke arah Gabriel, "Yel. Pokoknya kita harus jegat mereka pulangan ini. Pasti mereka belum pulang."
Gabriel terdiam, lalu menghela nafas panjang dan berpikir.
"Yel... pasukan kita banyak," hasut Sion meyakinkan Gabriel.
Gabriel memandang anggota gengstar sekolahnya yang memang masih berada di stadion. Semua anggota tim basket dan sejumlah murid smanra yang tadi menonton. Mereka hanya diam menunggu perintah dari Gabriel. Hanya Alvin yang menatap Gabriel seakan berkata, 'jangan'.
Gabriel menghembuskan nafas sambil mengalihkan wajah, "ayo ke halaman samping gedung," pimpin Gabriel sambil melangkah, membuat Alvin tersentak.
"Wooo! Itu baru ketua gue!" kata Sion bangga sambil beranjak.
Alvin mendecak tak setuju. Sion mendekat ke arah Alvin, lalu menepuk-nepuk pundak Alvin dan tersenyum sinis. Alvin hanya diam sambil membuang muka. Sion tertawa kemenangan, lalu menyusul Gabriel menuju halaman samping gedung, tempat di mana smanhar akan keluar.
"Loh? Vin! Pada mau kemana?" tanya Ozy yang baru saja datang. Shilla yang tadi bersamanya sudah ngeluyur kembali ke tim cheersnya.
Alvin menghela nafas, "kita bertarung sama smanhar," jawabnya lirih, lalu melangkah menyusul yang lain.
Ozy diam sesaat, tapi tetap menurut dan melangkah bersisian dengan Alvin.
^^^
Rio dan para anak buahnya -gengstar smanhar- melangkah keluar stadion setelah sebelumnya mereka sempat berada di dalam stadion cukup lama. Tapi saat ingin keluar melalui pintu samping stadion, sebagian murid lelaki smanra sudah berdiri menunggu, sebagian membawa alat. Gabriel berdiri di depan mereka sambil menatap Rio tajam. Rio terdiam.
"Yo, bakal bertarung lagi nih," bisik Lintar yang memang ada di samping Rio.
"Untung aja anak-anak belum balik," gumam Deva pelan.
Rio mendesah pelan, lalu menoleh ke belakang, "panggil Ify!" perintah Rio, membuat semua segera menurut.
Tidak lama kemudian, Ify segera melangkah maju dan berdiri di samping Rio dengan pandangan bertanya.
"Bawa Acha sama Keke pulang," perintah Rio.
Ify mengerutkan kening, "elo?"
Rio menggerakkan kepala kecil ke arah anak-anak smanra di depannya, "gue masih ada urusan.
Ify terdiam sambil memandang pasukan smanra. Ia lalu menghela nafas mengerti. "Hati-hati," pesannya, dan berbalik, tapi sebelumnya sempat menoleh ke arah Debo dengan cemas. Ia lalu melangkah menuju pintu utama stadion, mendatangi Acha dan Dea yang baru saja terlihat.
Rio menoleh ke depan kembali, dan melangkah maju, di ikuti para gengstar sekolahnya. "Kenapa?" tanyanya dingin.
Gabriel melangkah maju mendekat, dan menatap Rio tajam, "apa perlu gue jawab?"
"Ck. Nggak usah banyak bacot lah!" kata Debo emosi sambil maju dan meninju salah satu anak smanra. Yang lainpun mengikuti.
Dan pertarungan antar dua musuh bebuyutan ini... di mulai.
^^^
Para preman sekolah dari smanra dan smanhar masih terus memukul satu sama lain. Bibir Rio sudah berdarah. Pipi kanan Alvin juga sudah memar. Di tengah pertarungan, saat Rio sudah menghabisi satu lawan, Rio berbalik, menghadap Alvin yang membelakanginya dan baru saja meninju seorang lain. Rio segera menarik kostum basket Alvin tanpa melihat wajah Alvin, membuat Alvin tersentak. Rio menarik leher kaos Alvin dan siap meninju Alvin. Alvin juga sudah mengepalkan tangannya dan di arahkan pada Rio.
Deg!
Kedua pasang mata mereka bertemu. Dan seakan mengunci waktu. Menghentikan detik yang ada. Keduanya saling membeku. Rio yang masih menarik leher kostum basket Alvin, menatap Alvin sambil menghela nafas berkali-kali dengan tangan ingin meninju. Alvin juga mengatur nafasnya sambil menatap Rio dengan tangan yang siap melayang ke wajah tampan Rio.
Rio makin mempererat kepalan tangannya sambil menggigit bibir kuat. Ini bukan mimpi. Sama sekali bukan mimpi. Sosok di depannya itu benar dia. Dada Rio sesak. Semua perasaan itu seakan memberontak, menyiksa batinnya. Ia ingin sekali menarik tubuh di depannya ini, merengkuhnya dengan rindu sejuta yang sudah meledak. Mata Rio sudah berembun, benar-benar tak percaya dengan pertemuan yang terjadi ternyata jauh sekali dengan apa yang ia harapkan. Penantian selama 12 tahun itu... berakhir seperti ini...
Rio melepaskan cengkeramannya di baju basket Alvin, dan membuang muka. Alvin juga menurunkan tangannya sambil menghela nafas berkali-kali, mencoba mengatur emosi.
Rio meneguk ludah, "BERENTI!" teriaknya tiba-tiba, "Berenti gue bilang! Berenti!!!"
Semuanya terdiam dan berhenti saling pukul. Kemudian menoleh ke Rio dan Alvin yang berada di tengah-tengah mereka. Rio menghela nafas panjang, mencoba menguasai diri sendiri. Sementara Alvin mengepalkan kedua tangan, entah mengapa dadanya sangat sesak kini.
Gabriel melangkah maju, dan berdiri di samping Alvin. Wajahnya sudah membiru keunguan, tapi ekspresinya datar seperti tak merasa sakit. "Kenapa?"
Rio melangkah mundur perlahan. Semua anggotanya mengerti dan segera melangkah ke belakang Rio. Sementara para gengstar smanra berdiri di belakang Gabriel dan Alvin.
"Cukup sampai di sini. Ada warga yang lapor polisi," kata Rio beralasan, lalu menatap Gabriel tajam. "Mungkin, kali ini gue yang bakal pulang. Tapi liat nanti, gue bakal balas!" tantang Rio.
Gabriel balas menatap Rio tak kalah tajam, "gue selalu nunggu hari itu."
Rio menghela nafas, lalu menoleh ke arah Alvin. Alvin balas menatapnya. Rio menggelengkan kepala kecil, tidak percaya bahwa Alvin ada di pihak musuh. Musuh bebuyutannya.
"Balik!" perintah Rio lalu berbalik, dan melangkah maju. Semua anak buahnya menurut.
Smanra masih menatap kepergian lawannya. Alvin menatap punggung Rio yang semakin menjauh. Dan sesak itu bertambah. Makin menyiksa.
Rio segera melesat menerobos pasukannya, dan melangkah paling depan memimpin. Dengan sekuat tenaga, ia menahan setetespun butiran bening mengalir dari matanya. Karena sekarang, perasaannya sangat teramat pedih. Kesal, marah, kecewa, sedih, dan semua. Bercampur dalam hatinya, sangat mengiris.
Kenapa takdir begitu kejam, sampai menuliskan cerita pedih ini?

xxxxx

Eum... oke.... saatnya penulis sok eksis ini muncul lagi.
Dari semua part, aku emang suka part 8. Entah itu bag.A atau B. Semuanya ngumpul di sini. Hihihi.
Itu yang berantemnya Dea sama Shilla.... em... gimana ya? Wakakaka. Backsong yang Acha Ozy itu sebelumnya 'pandangan pertama, awal aku berjumpa' terus di ganti jadi 'ku rasa ku telahjatuh cinta, pada pandangan yang pertama...' dan akhirnya di ganti lagi jadi ini. Pas kan ya? Iya aja gin. Hehehe.
Dan Rio Alvin... nggak tahu deh ya. Tapi aku suka pas mereka hampir saling nonjok itu. Kalau di bayangin kayaknya... keren.
Komen ya ceman ceman :D twitter.com/aleastri
makasyong :)