Sabtu, 28 April 2012

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 4


Walaupun sudah di peringatkan Shilla, ternyata Alvin tetap stay cool, dan malah jadi bagian dalam gengstar smanra, membuat Shilla heran tak percaya. Acha sempat mengomel pada Rio yang tak bisa menjaga sikap di depan Keke. Dan Acha mengeluh tentang para preman teman-teman Rio yang sering berkumpul di rumahnya.
Dan kemudian, bagaimana tentang para most wanted girl sendiri? Perempuan-perempuan yang sering di sebut Princess sekolah itu.

Part 4. Princess Sekolah

Apakah kalau dewasa nanti kita akan merasakan jatuh cinta?

Hahaha. Kamu kebanyakan nonton sinetron pasti.

Hehehe. Dulu, saat Mama masih hidup, ia sering menonton sinetron sambil menyuapiku makan. Aku jadi ikut menonton. Hei! Kamu belum jawab pertanyaanku.

Em... menurutku sih pasti. Perasaan cinta itu pasti akan ada. Seperti Bunda dan Ayahku. Mereka saling mencinta, kan? Itu karena mereka sudah dewasa. Mungkin, kalau kita dewasa nanti, kita juga akan merasakaan hal yang sama.

Ah. Aku jadi tidak sabar menjadi dewasa. Aku ingin merasakannya. Merasakan jatuh cinta.

Sudahlah. Pasti suatu saat nanti rasa itu akan datang juga.

***

Keadaan di kelas 12 IPS 3 SMA Nusantara tetap sama seperti biasa. Selalu saja ribut dan heboh. Cakka sedang sibuk mengeluarkan gombalan mautnya ke Angel. Ozy sibuk saling melempar kertas dengan Cahya dan Nyopon. Shilla sedang asyik dengan blackberrynya. Zahra sibuk berdandan ria. Ada yang berdebat tentang pelajaran, ada yang mencoret-coret papan tulis, ada yang ber-webcam ria, ada yang saling kejar-kejaran seperti anak SD, dan yang lainnya. Ya itulah 12 IPS 3. Jam kosong memang surganya mereka.
Yang tidak ikut heboh, seperti biasa, penghuni meja pojok belakang. Ia hanya diam dengan tenang dan sibuk dengan hape di tangannya. Pangeran sekolah itu memang tidak pernah ambil pusing dengan tingkah teman-temannya itu. Gabriel…
“Yel…”  panggil Alvin sambil menyenggol lengan Gabriel. Gabriel menoleh dengan pandangan bertanya. “Maksud kalian tadi apa?” tanya Alvin.
Gabriel mengerutkan kening, tidak mengerti.
”ituloh… yang kalian bilang, Shilla princess di sini,” jelas Alvin mengingat ucapan Cakka saat menyapa Shilla tadi.
Mulut Gabriel membulat, membentuk huruf O, “ya gitu. Shilla princess smanra, primadona, dan juga pemegang kekuasaan di kalangan cewek. Biasa lah vin, cewek. Suka ngedamprat gitu. Dan Shilla, paling hobby ngedamprat, dan hampir semua cewek tunduk sama dia.”
“maksudnya, kayak kamu gitu. Ketua preman?”
Gabriel mengangguk, “semacam itulah. Shilla juga terkenal player. Tapi, cowok yang jalan bareng dia selalu cowok ‘istimewa’. Cowok cakep, atau yang terkenal gitu. Dan juga, cowok yang nggak banyak tingkah kayak anak dua itu,” kata Gabriel sambil menunjuk Cakka dan Ozy yang duduk di depan mereka. Ozy yang masih heboh dengan kertas di tangannya, dan Cakka yang kini sudah duduk kembali di mejanya sambil membantu Ozy.
“princess?” gumam Alvin heran sambil menatap Shilla dari jauh. Lalu menggeleng pelan.
“napa vin? emang di sekolah elo dulu, nggak ada princess atau primadona gitu? di setiap sekolah juga ada kan, ada yang primadona, ada yang playboy, ada si pintar, si bego, si cupu, si nakal, dan yang lain. Emang di sekolah elo nggak ada apa?” kata Gabriel panjang lebar.
“ada sih. Tapi… princessnya beda banget sama dia,” kata Alvin sambil memandang punggung Shilla.
“oh, ya? emang siapa?” tanya Gabriel yang mulai tertarik. Ia memang termasuk playboy seperti Cakka. Jadi kalau sudah mendengar tentang perempuan cantik, telinganya pasti menjadi tajam.
“sepupuku, Sivia,” jawab Alvin sambil mengalihkan pandangan dari Shilla.
“Sivia?” Gabriel mulai menerawang wajah Sivia. Em… dari namanya saja, Gabriel sudah punya firasat anak itu manis, “anaknya kayak apa vin?”
“kenapa kamu semangat banget nanyanya?” tanya Alvin mendelik curiga.
Gabriel tertawa kecil, “ya… sebagai pemuja wanita, gue punya feeling tu anak pasti manis.”
Alvin tertawa renyah, “em…. Sivia itu…. cerewet, iseng, jahil, rambutnya panjang kayak kuntilanak, ketawanya mirip banget sama nenek sihir, kalau marah mengerikan kayak emak lampir,” kata Alvin sambil membayangkan wajah Sivia. ( fanfiction ini di buat jauh sebelum Sivia potong rambut)
“vin… serem amat sih. Yang bagus-bagus dong.” protes Gabriel.
Alvin tersenyum, lalu menarik nafas dalam dan menghembuskannya cepat, “Sivia. Bisa di bilang girls-most-wanted-school. Sering banget di tembak cowok. Tapi, Sivia nggak pernah nerima satupun. Ya… itulah Sivia. Anti pacaran. Sivia sih, anaknya polos, rada telmi, ramah, nggak pernah ngedamprat siapapun. Pinter.”
“kok beda banget sama elo ya?” tanya Gabriel memotong. Alvin menoleh dengan tatapan tajam. Gabriel Cuma nyengir.
“bedakan sama princess di sini. Sivia anti pacaran, nggak pernah ngedamprat, dan ramah. Sedangkan si Shilla, player, suka damprat, dan… centil,” lanjut Alvin dengan suara memelan.
“centil?” tanya Gabriel heran.
Alvin mengangguk, “menurutku sih. Aku emang kurang suka aja cewek kayak gitu. Udah banyak aku temuin di Malang. Eh, di sini malah ketemu kayak gitu juga.”
Gabriel tertawa mendengar jawaban Alvin, “elo pasti most wanted di sana ya?”
Alvin mengangkat bahu, “mungkin,” jawab Alvin cuek.
“tapi elo belum tahu Shilla,” kata Gabriel lalu menoleh ke Shilla. Alvin mengangkat alis. Gabriel diam lama sambil menatap punggung Shilla.
“yah… elo bakal tahu sendiri entar,” kata Gabriel cuek.
“maksudnya yel?” tanya Alvin belum mengerti.
“Shilla itu beda. Beda banget.” jawab Gabriel lalu kembali menekan tombol hapenya.
“halah. Palingan juga kayak cewek-cewek di sma ku dulu.” sahut Alvin sedikit acuh.
“udah gue bilang. Elo bakal tahu sendiri,” kata Gabriel tak peduli .
Alvin sedikit mengernyitkan kening, lalu menoleh ke arah Shilla. Alvin hanya diam sambil menatap punggung Shilla. Memangnya kenapa dengan Shilla?
^^^
Sudah beberapa minggu ini, Alvin sekolah di SMA Nusantara. Dia sering berkumpul dengan Gabriel, Cakka, Ozy dan Ray. Dia juga sudah termasuk boys-most-wanted-jomblo. Banyak yang mengajaknya berkenalan. Tapi, Alvin bersikap biasa pada semua. Termasuk Shilla. Shilla sering mengajak Alvin ngobrol, tapi Alvin hanya menjawab seadanya. Alvin juga sudah kenal dengan Irsyad dan Sion. Alvin juga sekarang sudah fasih mengganti aku-kamu dengan gue-elo. Perlahan, ia mulai akrab dengan lingkungan Jakarta dan orang-orangnya.

“eh, ada princess ,” goda Cakka saat melihat Shilla melewati Cakka, Alvin, Ozy, Ray, dan Gabriel yang sedang berkumpul di tangga menuju lantai dua, tempat mereka biasa.
“Shil, kok sendiri? mana Zahra sama Angel?”tanya Gabriel. Shilla berhenti dan menoleh.
“mereka lagi ngecengin cowok-cowok yang lagi main basket noh,” kata Shilla menggerakkan kepala ke arah lapangan basket.
“elo nggak ngikut?” tanya Ray.
“ikutan? ih… pain. Berteriak histeris untuk para pemain basket biasa kayak mereka? suara gue terlalu anggun untuk mereka,” kata Shilla angkuh.
“beh… songong mampus elo! emang yang lagi main siapa?”tanya Ozy.
“anak kelas 11. Nggak tahu siapa. Nggak kenal gue. Kalian, tumben nggak main?” tanya Shilla.
“lagi males aja. kasian kan, nanti suara anggun elo keluar untuk kita?” kata Cakka setengah menyindir.
Shilla mendelik. “siapa juga yang bakal teriakin kalian?” tanya Shilla sewot.
“yee… emang iya, kan? Pertandingan kemaren lawan SMA Pelita, elo teriak-teriak mimpin temen-temen elo, iya, kan?” sahut Ozy.
“yee… itu mah karena gue anak cheers. Dan gue kapten. Jelas lah gue mimpin buat neriakin elo pada,” jawab Shilla sambil menoyor kepala Ozy.
“oh, kirain,” kata Ozy sambil cengengesan.
“ge-er ,” kata Shilla lalu berlalu, tapi lengannya di tahan Gabriel. Shilla menoleh, “napa?”
“elo kapten cheers, kan?” tanya Gabriel, Shilla mengangguk. “ingetin temen-temen elo. Minggu depan kita bakal tanding lagi. kalian dampingin kita, kan?”
“itu mah gue juga tahu. Iya, ya. kita pasti ngasih yang terbaik, kok,” jawab Shilla.
“jangan bikin malu ya Shil. Nanti di kira lawan kita, elo nenek sihir yang terdampar di smanra lagi,“ ejek Ray.
“sialan elo,” kata Shilla sambil melotot geram.
“dan juga, elo jangan ngabisin suara sia-sia. Sisain buat kita nanti. Kita kan bakal tanding di stadion, mungkin nggak seluruh anak smanra nonton, jadi elo wajib ngasih semangat buat kita,” pesan Ozy.
“iya, ya. bawel.” sahut Shilla sebal.
“ehem. Ngomong-ngomong. Tu tangan nggak di lepas-lepas tuh?” tanya Alvin datar yang dari tadi diam.
Shilla menoleh ke lengannya. Gabriel tersenyum lalu melepas genggaman di lengan Shilla perlahan.
Cakka tersenyum kecut,  “hem… curi-curi kesempatan elo, yel.”
Gabriel tersenyum simpul, tapi Shilla hanya bersikap biasa.
“eh, tapi… jangan-jangan elo jealous vin!” tuduh Ozy tiba-tiba.
Alvin tersentak kaget. Shilla juga sempat terkejut, tapi lalu tidak bisa menahan agar wajahnya tidak menggambarkan kegembiraan karena sebuah harapan muncul karena kalimat Ozy itu.
“nggak lah,” elak Alvin membuat raut wajah Shilla mengendor seketika.
“oh, ya? napa tadi elo negur? kita mah biasa aja atuh. Kaya kaga tahu Gabriel aja. lagian juga, ngapain perhatiin lengannya Shilla. Elo jealous ya vin?” goda Ozy.
Alvin menjitak kepala Ozy,  “gue bilang nggak. Ya nggak.”
Shilla mendecak, “udahlah. Capek dengerin debat preman gaje kayak kalian,” ucap Shilla lalu kembali melenggang pergi.
Alvin menatap kepergiannya, tapi hanya diam. Gabriel melihat mata Alvin yang terus menatap Shilla. Gabriel mengernyitkan kening sedikit. Hatinya mulai curiga dengan Alvin.
^^^
“ceile! Jadi sekarang sama Eldwin?” goda Riko setelah mendengar cerita Shilla tentang ia yang di ajak jalan Eldwin, wakil osis smanra.
Shilla tersenyum malu, “Cuma jalan aja kok…”
Riko tertawa, “katanya sekarang elo deket sama Alvin ya? Anak baru itu?”
Shilla tersentak. Matanya melebar perlahan. Dan dengan cepat, panas menjalar tubuhnya sampai membuat pipinya bersemu merah.
Riko tertawa kembali melihat sikap malu-malu Shilla. “Tapi kayaknya Alvin cuek gitu Shil,” kata Riko setelah tawanya mereda.
Shilla terdiam, lalu mendesah panjang dan manyun.  “Tahu tuh! Anaknya emang gitu. Cuek. Kayak Iyel kalau di depan orang-orang. Cool.”
“Ya tapikan Iyel itu juga kadang biasa aja. Si Alvin itu keliatan banget cool nya,” sahut Riko.
Shilla mendesah kembali dan memajukan bibirnya beberapa senti. Riko tersenyum.
“Tumben Shil. Biasanya, kalau di cuekin gitu, elo langsung jadi males deketin. Sekarang kok…” kalimat Riko menggantung sambil menatap Shilla curiga.
Shilla membelalakan mata sekilas, tapi lalu menunduk malu. “Ya… nggak tahulah… Gue… kayaknya… beneran suka sama dia…” jawab Shilla tersipu, lalu mendongak dan tersenyum tersipu.
Riko tersenyum, lalu mengusap rambut Shilla penuh sayang. “Akhirnya ada juga cowok yang luluhin hati si princess ini.”
Shilla tersenyum kembali, lalu menunduk malu.
“Eh, gue balik dulu ya,” pamit Riko. Shilla mendongak.
“Semoga berhasil sama Alvin!” bisik Riko menggoda. Shilla tersenyum.
Riko lalu mulai melangkah pergi sambil melambai pada Shilla. Shilla balas melambai sambil tersenyum senang. Dalam hati ia sangat mengamini ucapan Riko itu.
^^^
Alvin sedang berjalan di koridor sendiri. Tapi langkahnya memelan, dan dengan perlahan ia berhenti. Saat melihat dua orang berdiri di depan mading sekolah. Shilla, dan seorang laki-laki. Alvin tidak mengenal siapa anak laki-laki itu. Yang jelas, cowok itu tampan dan tinggi. Kacamatanya membuat dia terlihat manis. Bajunya rapi dan di masukkan ke dalam celana abu-abunya yang sudah di setrika rapi. Tidak ada kerutan sama sekali. Sudah di tebak dari cara berpakaiannya, cowok itu pasti bintang sekolah. Seseorang yang sering memenangkan lomba di bidang akademik.
Alvin memerhatikan mereka dari jauh. Shilla tersenyum malu pada cowok itu. Cowok itu balas tersenyum sambil mengusap rambut Shilla penuh sayang. Shilla menunduk malu.  Lalu cowok itu berbalik sambil melambai ke arah Shilla. Shilla balas melambai dan tersenyum.
Alvin menghela nafas melihat ‘adegan’ itu. Entah mengapa, ia merasa kesal dengan sikap Shilla terhadap cowok yang tidak di kenal itu. Kalimat Gabriel saat itu terngiang kembali di pikirannya.
“… Shilla juga terkenal player. Tapi, cowok yang jalan bareng dia selalu cowok ‘istimewa’. Cowok cakep, atau yang terkenal gitu….”
Darah Alvin mendidih seketika. Berarti benar Shilla itu memang player. Centil! Umpat Alvin dalam hati. Alvin merasa kesal dengan sifat Shilla. Untuk apa sih dia mendekati cowok-cowok yang di bilang ‘istimewa’? Apa ia tidak memiliki malu karena di anggap cewek centil yang selalu hinggap di cowok-cowok keren nan tampan?
Alvin menghela nafas keras, lalu berjalan ke arah Shilla yang masih tersenyum malu memikirkan kalimat Riko tadi.
“cowok baru lagi?” tanya Alvin yang sudah ada di belakang Shilla.
Shilla menoleh, matanya melotot kaget melihat Alvin sudah berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celananya.
“Alvin?!” kata Shilla kaget.
Alvin menarik salah satu ujung bibirnya, “kenapa? Kaget tiba-tiba gue ada di sini?”
Shilla terdiam, lalu menelan ludah, “elo… nggak dengar apapun kan?”
Alvin terdiam sejenak, ”apa pembicaraan elo sama dia terlalu pribadi sampai gue nggak boleh dengar apapun?”
“elo nggak dengar apapun kan?” Shilla mengulang pertanyaannya. Dan berharap semoga Alvin mengangguk.
“gue nggak dengar apapun kok.” jawab Alvin akhirnya.
Shilla menghela nafas lega. “bagus deh,” kata Shilla sambil tersenyum lebar.
“kayaknya tu anak pinter,” kata Alvin sambil menatap bayangan anak laki-laki itu yang semakin menjauh.
Shilla tersenyum, “emang.”
“jadi sekarang incaran elo anak yang pinter gitu?” tanya Alvin sinis.
Shilla tersentak, senyumnya memudar perlahan. Ia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
“Shilla, Shilla. Nggak tulus banget sih elo. Deketin cowok Cuma karena  kelebihan doang. Matre.”
Kalimat Alvin membuat Shilla terkejut. Mulutnya setengah menganga.
“apa elo bilang vin?” tanya Shilla mencoba menahan emosi.
Alvin menghela nafas, “matre Shilla. Emang harus gue ulang? elo kan emang gitu. Kemarin, temennya Irsyad yang konglomerat elo embat. Elang, gitarist terkenal yang di bilang orang-orang cakep, elo embat, sekarang, si jenius smanra, elo embat juga. Elo mandang cowok dari kelebihan doang ya? Nggak pernah nerima apa adanya. Menurut gue kayak gitu juga termasuk matre,” ucap Alvin datar.
Shilla benar-benar tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Alvin. Seseorang yang diam-diam Shilla kagumi, ternyata malah menyebut Shilla yang bukan-bukan. Shilla menggigit bibir bawahnya, dan ternyata benar. Ini nyata. Kalimat itu benar-benar terlontar dari mulut Alvin
“Vin, jaga mulut elo, ya,” kata Shilla mencoba menahan emosi. Beningan hangat dengan mendadak mengumpul di pelupuk matanya.
Alvin mengela nafas pendek. “Shilla, Shilla. Elo bisa nyadar nggak sih? elo kayak gitu, malah kayak piala bergilir. Ke sana ke mari di golongan cowok ternama!”
PAKK!
Sebuah tamparan pas melesat di pipi putih Alvin.
"Vin! Elo, kalau nggak tahu apa-apa nggak usah ngoceh! Elo tahu apa sih?! Jaga mulut lo vin! Gue bukan cewek serendah itu!" bentak Shilla meradang, lalu berlari pergi. Menahan butiran hangat yang siap mengalir.
Alvin terdiam, lalu memegang pipinya yang mulai memerah.
^^^
“Oh, bagus ya kalian! Malah santai di sini,” omel Ify saat melihat Rio, Deva, Debo dan Lintar sedang duduk santai di bawah sebuah pohon di samping kelas mereka. Padahal yang lainnya sedang sibuk kerja bakti. Mereka berempat malah bersantai ria.
“Paan sih Fy?” tanya Lintar tenang.
“Kerja woi! Hari ini kita kerja bakti. Enak banget kalian duduk santai di situ!” omel Ify kesal sambil berkacak pinggang.
Murid yang lain menatap Ify kagum. Beraninya Ify membentak para preman smanhar. Dan tidak ada rasa takut sama sekali di wajahnya.
“Males, Fy,” jawab Deva santai.
“Ayo kerja! Cuma nyapu-nyapu doang atau ngumpulin daun kering, apa susahnya sih!?!?” omel Ify kesal.
Rio, Deva, Debo dan Lintar saling pandang, tapi lalu menghela nafas dan kembali bersandar.
“Rio! Deva! Lintar! Debo!” panggil Ify setengah teriak. Dan dengan nada berbeda di salah satu nama yang ia sebut. Diam-diam hati Ify bergetar meneriakkan nama itu. Tapi ia berusaha sekuat tenaga melupakan hal itu.
Rio, Deva, Debo dan Lintar sama-sama mendecak kesal tapi tidak juga beranjak. Walau salah satu dari mereka mulai merasakan sesuatu saat Ify menyebutkan namanya. Ia menggigit bibir, mencoba mengenyahkan perasaan itu.
“Kerja!” perintah Ify belum hilang kesabaran.
“Entar, deh,” kata Deva sambil bersandar.
“Cepet! Sekarang! Gue lempar sapu nih!” ancam Ify sambil mengacungkan sapu lidi yang ada di tangannya.
Rio, Deva, Debo, dan Lintar terlonjak kaget. “Eh, eh, iya,ya,” kata mereka segera beranjak.
Rio, Deva, Debo dan Lintar berdiri dengan cepat. Yang lain menatap Ify takjub. Hebat memang cewek satu ini. Selalu tenang menghadapi siapapun. Para preman smanhar saja di lawannya tanpa takut.
“Ify mah kalau ngancam pasti bener,” gerutu Deva sebal.
“Iya. Waktu itu aja, dia ngancem mau lempar kita pakai tutup tempat sampah, eh, di lempar beneran,” tambah Lintar.
“Untung aja waktu itu nggak ada yang kena,” kata Deva. Semua mengangguk setuju.
“Gitu bilang Princess sekolah,” gerutu Deva. “Galak!”
“Iya. Gue sampai sekarang masih bingung napa si nenek lampir itu dapet gelar Princess sekolah, ya,” kata Lintar bingung. Rio dan Debo tidak mau ikut-ikutan.
"Oke, dia emang cantik, pianis prof, terkenal, sering banget di tembak cowok, murah senyum, pinter, tapi…” kata Deva menggantung.
“Galaknya minta ampun!” kata Lintar dan Deva serempak dengan kesal.
“Gue mah setuju aja waktu gelar Princess sekolah di kasih ke Acha,” kata Lintar. Deva mengangguk setuju.
“Ify sama Acha memang Princess di sekolah ini. Mereka juga punya banyak banget kesamaan,” lanjut Deva.
“Iya. Sama-sama selalu nolak cowok, padahal banyak banget yang ngantri.”
“Dan satu lagi, Lin.”
“Sama-sama galak!!!” kata Lintar dan Deva kompak lagi.
Bletak!!
Dua jitakan di tujukan masing-masing untuk Lintar dan Deva.
“Aduh!” sekarang mereka mengaduh kompak.
“Adek gue itu,” kata Rio geram.
“He he he. Peace yo, peace,” kata Lintar dan Deva cengengesan.
^^^
Kini Gabriel, Alvin, Ozy, Cakka, dan Ray sedang duduk di bangku panjang di depan kelas 12 IPS 1. Hanya Alvin yang berdiri sambil bersandar di dinding. Ia menunduk, sambil menggigit bibirnya. Hatinya sesak. Merasa bodoh dengan apa yang di lakukannya tadi terhadap Shilla.
“Vin, pipi elo merah,” kata Ozy sambil memerhatikan pipi kanan Alvin.
Alvin tersentak, lalu segera menutup pipinya dengan telapak tangannya dan mengalihkan wajah.
“Kenapa?” tanya Gabriel. Alvin hanya diam tidak menjawab.
“Ada cap jarinya loh, vin,” kata  Ray sambil mencoba menggapai pipi Alvin. Alvin makin menutupi pipinya.
“Di tampar ya?” tanya Cakka. Alvin hanya diam. “Biasanya, yang suka nampar itu cewek. Elo di tampar siapa vin?”
“Jangan bilang di tampar Bu Winda gara-gara elo nolak dia,” celetuk Ozy. Mengingat saat guru muda itu selalu memerhatikan Alvin dan sering melempar senyum manis ke arah Alvin.
Alvin hanya menghela nafas dan tetap tidak menjawab.
“Eh, princess,” kata Cakka tiba-tiba, membuat semua menoleh.
Alvin tersentak. Melihat Shilla sedang melangkah mendekat dengan Angel dan Zahra di belakangnya. Mata Shilla merah dan lembab. Menandakan ia baru saja menangis. Alvin menatap Shilla. Shilla balas menatap Alvin, lalu segera membuang muka dan berjalan cepat.
“Eh, Shil,” panggil Cakka. Tapi Shilla melangkah dengan cepat tanpa menoleh.
“Shilla habis nangis ya?” tanya Ray pada Angel dan Zahra yang masih berdiri di tempat.
Angel dan Zahra tidak menjawab, malah menoleh ke Alvin.
“Elo apain dia?” tanya Angel dingin. Alvin diam, tidak menjawab sambil tidak membalas tatapan tajam Angel.
“Elo tahu, Shilla nangis di toilet lama tadi. Matanya sampai bengkak. Gue tahu, Shilla itu memang cengeng. Tapi dia juga nangis pasti ada sebabnya. Dan gue tanya salah satu murid di koridor, dia nangis setelah berantem sama elo,” kata Angel menatap Alvin makin tajam.
Gabriel, Cakka, Ray, dan Ozy  tersentak, lalu menatap Angel dan Alvin bergantian dengan tatapan tidak percaya.
“jadi, elo di tampar Shilla vin ?” Gabriel menarik kesimpulan duluan.
“vin! jawab! elo apain Shilla sampai Shilla kayak gitu!” bentak Angel mulai emosi.
“Gue… gue ngatain dia matre,” jawab Alvin pelan. “Dan bilang kalau dia piala bergilir.”
Jawaban Alvin membuat semua menganga kaget. Gabriel mengepalkan tangannya. Kalau tidak mengingat Alvin sudah seperti saudaranya, pasti ia akan melayangkan tinjuan ke Alvin.
Angel juga mengepalkan kedua tangannya dengan geram. “Untung tadi Shilla udah nampar elo,” kata Angel sinis, lalu berjalan kembali menyusul Shilla, di ikuti Zahra di belakangnya.
“Vin! Elo gila! Maksud elo apa ngatain Shilla gitu?!” tanya Cakka tidak percaya, tapi juga kesal.
Alvin diam sambil sedikit menunduk. Gabriel menghela nafas panjang.
“vin, gue udah bilang kan. Elo belum tahu Shilla, vin. Elo narik kesimpulan terlalu cepat. Apa elo tahu, Shilla itu beneran matre atau nggak? apa elo tahu Shilla itu seperti piala bergilir atau nggak? elo itu Cuma ngeliat vin. Elo nggak pakai hati elo. Cuma pakai mata elo,” nasehat Gabriel  menghilangkah emosi sesaatnya tadi.
Alvin mendongak. “Gue tahu, yel. Gue tahu gue salah. Tadi gue juga nggak tahu kenapa kalimat itu terlontar dari mulut gue.”
“memangnya ada paan sih vin?” tanya Ozy penasaran.
Alvin menghembuskan nafas, “tadi gue liat Shilla sama cowok barunya,”
“heh? siapa?” kini Ray  yang bertanya. Alvin menjelaskan ciri-ciri orang tersebut.
“Astaghfirullahallazim!!! Alvin!!! Elo kira itu cowoknya Shilla?”tanya Ozy histeris tidak percaya. Alvin sedikit mengerutkan kening, tidak mengerti dengan reaksi Ozy.
“Udah keliatan jelas dari gambaran elo. Dia itu Riko. Dia emang pintar, sering juara dalam lomba pelajaran. Dan elo harus tahu, Riko, adalah sepupu Shilla,” jelas Gabriel datar, sukses membuat Alvin terkejut.
“Dan juga vin. Elo harus tahu, Shilla nggak pernah pacaran. Dia emang sering jalan bareng cowok. Tapi, kalau cowok itu nembak Shilla, Shilla selalu nolak. Dan, elo harus tahu, saat gue jalan bareng Shilla, Shilla nggak pernah minta di beliin apapun. Gue nawarin dia aja, dia nolak vin.” lanjut Gabriel. Ray, Ozy, serta Cakka menoleh dan sangat tertarik dengan pembicaraan ini.
Gabriel terdiam. Padahal ia sudah berjanji takkan menceritakan hal ini. Tapi mau bagaimana? Daripada Shilla terus menerus di pandang buruk oleh orang lain yang tak tahu menahu? Gabriel harus menceritakan dan menjelaskannya.
Gabriel menarik nafas dalam, lalu menatap Alvin lekat. “Vin, orang tua Shilla udah cerai. Shilla ikut nyokapnya. Tapi, padahal Shilla pengen bareng bokapnya yang ada di Belanda. Shilla pernah curhat ke gue, Shilla rindu bokapnya vin. Shilla selalu nerima ajakan cowok untuk jalan bareng dia, itu karena dia rindu bokapnya. Shilla kakak pertama, dua adiknya cewek semua. Nggak ada laki-laki lagi di keluarganya. Shilla nggak pernah mau pacaran, karena dia belum pernah dapat sosok seperti bokapnya. Shilla nyari sosok pengganti bokapnya di pendampingnya nanti. Karena itu, Shilla selalu menerima ajakan cowok-cowok ternama dan bukan sembarangan. Karena dia yakin, bokapnya adalah orang ternama,” jelas Gabriel panjang lebar.
“Singkatnya, Shilla masih cari sosok seperti bokapnya vin. Makanya dia nggak pernah nerima cowok manapun, karena dia belum dapatkan itu. Jangan kira, Shilla ngelakuin semua karena kesenangan dia, vin, ” kata Gabriel lagi.
“Dan ini juga gue kasih tahu untuk elo semua, Kka, Zy, Ray. Mungkin selama ini kalian kira Shilla Cuma baik sama gue, dan kalian nggak. Bukan gitu. Shilla memang anaknya jutek di depan orang-orang. Tapi Shilla bakal menjadi Shilla di depan orang yang akrab sama dia. Shilla, udah gue anggep adek sendiri. Karena dari SMP, gue udah bersahabat sama Shilla.”
Ozy, Ray dan Cakka menganga kaget. Terkejut dengan penjelasan Gabriel. Bersahabat dengan Shilla dari SMP? Bagaimana bisa? Selama ini mereka tidak pernah memperlihatkan kalau mereka bersahabat dekat. Shilla sudah di anggap adik oleh Gabriel pula. Bagaimana bisa? Pasangan pangeran dan putri sekolah itu saling mengenal dan dekat sejak SMP. Padahal selama ini, Shilla hanya bersikap biasa pada Gabriel seperti pada Ray dan yang lainnya. Gabriel juga begitu. Tapi ternyata di balik semua, Shilla dan Gabriel bersahabat dekat dan sangat akrab.
“elo, sahabatan sama Shilla dari SMP? kok elo nggak ngomong?” tanya Ray masih terkejut.
Gabriel hanya tersenyum tipis, lalu menoleh ke Alvin sambil memasukkan kedua tangan di dalam saku celananya.
“Untung elo udah gue anggap sahabat, vin. Kalau nggak, udah habis elo buat adek gue nangis kayak gitu.” kata Gabriel datar. “Gue harap, kejadian ini cuma sekali aja terjadi.  Gue nggak mau liat adek gue itu nangis lagi,”kata Gabriel sambil menatap Alvin lalu mulai melangkah pergi.
Alvin terdiam. Lalu menggigit bibirnya. Ia juga menyesal mengucapkan kalimat buruk itu.

xxxxx

Uhuk uhuk. Begitulah fanfiction yang sejenis dengan sinetron gagal tayang ini -_-
Kayaknya udah ketebak banget ya siapa yang di panggil Ify dengan nada berbeda itu? Yeah. Penulis sok ini emang maunya sok misterius, tapi kayaknya gagal banget -____-
Ya sudahlah. Part depan bahas tentang another love story a.k.a. cerita selingan dari para pemain pendukung (lo sangka pelem pakai pemain pendukung segala). Please, stay in my blog *pasang muka memelas*
Komen ya komen ya komen ya ----> facebook.com/mrz.mikas (Aleastri Blinkstar Miossa) twitter.com/aleastri (jgn lupa pake' hastag #PMB :D)
Terima kasih :)

Kamis, 26 April 2012

Persahabatan Musuh Bebuyutan Part 3


Alvin dan Rio sama-sama berada di satu tempat yang sama. Mereka juga merasakan ikatan batin kuat, tapi ternyata belum juga bisa di pertemukan. Alvin masuk ke SMA Nusantara, dan semeja dengan Gabriel. Sementara Rio yang sangat dingin dan sangar, ternyata bisa juga salah tingkah di depan Keke, teman dekat Acha.
Lalu, kelanjutan cerita ini bagaimana?

Part 3. Boys Most Wanted

Kalau sudah dewasa nanti, apa kita akan berubah ya?

Mungkin. Saat aku lihat poto Papa saat ia kecil, dan ku bandingkan dengan sekarang, Papa berbeda jauh. Mungkin akan ada banyak yang berubah.

Oh... Tapi, persahabatan kita tidak akan berubah, kan?

Iyalah. Mana mungkin. Tapi kata Papa, selain wajah, sifat kita juga akan berubah seiring kita dewasa. Kata Papa, aku akan tahu kalau aku sudah dewasa nanti.

Oke. Kita lihat saja nanti kalau kita sudah dewasa. Apakah kita akan berubah, atau tidak...

***

Istirahat, @SMA Nusantara
Alvin melangkah sendiri di koridor sekolah. Ia melihat kanan dan kiri, aktifitas para murid smanra –sebutan untuk SMA Nusantara– pada saat istirahat. Ada yang ke kantin, bermain futsal, bermain basket, sekedar nongkrong di koridor sekolah, ke perpustakaan, dan asik bepacaran ria. Alvin menghela nafas. Tidak beda jauhlah dengan sekolah lamanya dulu di Malang.
“Hei!” sapa seseorang sambil menepuk pundak Alvin. Alvin tersentak dan menoleh. Shilla tersenyum manis ke arahnya.
“Kok sendiri?” tanya Shilla ramah.
“Kan aku masih anak baru. Belum akrab sama yang lain. Kamu sendiri?” tanya Alvin balik sambil melangkah kembali. Shilla mengiringi langkah Alvin di sampingnya.
“Temen-temen gue lagi pacaran. Jadi gue sendiri deh.”
“Kamu? Nggak pacaran juga?”
Shilla tertawa renyah, “nggak lah. Pacar aja kaga punya.”
Alvin hanya ber-o panjang sambil terus melangkah. “Oh, iya. Maksud kamu aku mangsa dari Gabriel sama yang lain, itu apa?” tanya Alvin mengingat perkataan Shilla tadi.
Shilla terdiam beberapa saat, tapi lalu tersenyum kembali. “Sini deh,” ucapnya sambil menarik tangan Alvin. Alvin sampai tersentak, tapi hanya menurut.
Shilla membawa Alvin sampai ke pinggir lapangan basket. Terlihat di tengah lapangan, Gabriel, Cakka, Ozy, dan tiga teman lainnya sedang bermain three on three.
Shilla menunjuk kecil ke arah tengah lapangan. “Mereka. Termasuk anak basket yang jadi kebanggan sekolah. Dan juga, termasuk boys most wanted di smanra,” jelas Shilla.
Shilla lalu menunjuk anak berbadan cukup mungil seperti Ozy, rambutnya agak sedikit gondrong lurus, sedang bermain basket juga. “Namanya Ray. Anak kelas 12 IPS 1, termasuk dalam kumpulan mereka juga. Tapi Ray bukan anak basket, dia anak band. Drummer. Terus itu...” Shilla menunjuk salah seorang di tengah lapangan basket, hitam manis dengan rambut cepak. “Irsyad. 12 IPS 1 juga. Anak orang kaya yang termasuk dalam 10 besar orang terkaya di Jakarta. Dan juga… Sion.” Kini Shilla menunjuk anak laki-laki berambut jabrik yang sedang mendrible bola, “12 IPS 4. Dia anak paling preman. Suka banget kelahi en mukul orang. Anaknya emosian, dan juga sensi!”
Alvin mengernyitkan kening. “Em… tadikan aku nanya, apa maksudnya aku jadi mangsa, tapi kenapa nyambung ke mereka? Lagian juga… kamu bilang, aku mangsa baru Gabriel, Ozy, dan Cakka. Kenapa nyambung ke mereka?” tanya Alvin heran.
“Makanya itu, dengerin dulu!” sahut Shilla sedikit sebal. “Cakka. Gitaris beken di smanra. Playboy paling laku. Karena dia ganti pacar kayak ganti baju. Di antara mereka berenam, Cakka yang paling sering ngajak jalan cewek. Tapi gue nggak pernah jalan bareng dia. Sorry, nggak level!” cerocos Shilla membuat Alvin mengangkat salah satu alis.
“Kalau Ozy. Dia yang paling baik. Dia anaknya ramah dan paling sering senyum. Walau nyebelin juga. Dan di antara mereka semua, cuma Ozy yang nggak playboy. Pacaran aja nggak pernah. Dan, kecil-kecil gitu, Ozy sering nyetak angka waktu tanding. Nggak jarang three point dia dapet. Dia juga kalau sekali tonjok, lawannya bisa kalah di tangannya doang. Walau badannya mungil gitu. Tapi Ozy jarang mukul orang. Itu lebihnya Ozy dari pada yang lain,” jelas Shilla kembali.
“Mukul orang?” tanya Alvin tidak mengerti.
“Loh? Tadi belum gue kasih tahu ya? Mereka berenam, boys most wanted, dan termasuk pemegang sekolah ini. Preman sekolah,” jawab Shilla. Alvin hanya diam dan tetap stay cool.
“Ada juga sih, anak buah mereka yang lain. Tapi nggak terkenal. Yang paling terkenal ya mereka. Oh, ya. Kalau Gabriel, dia si pangeran smanra. Hampir semua cewek smanra tergila-gila sama dia. Dia kapten basket sekaligus ketua preman di sini. Kalau dia udah kelahi, beh. Nggak nanggung-nanggung. Pernah ada lawannya sampai masuk rumah sakit dan sekarat,” lanjut Shilla berapi-api. “Gue cuma peringatin mereka aja, biar nggak apa-apain elo kayak murid lain. Elokan murid baru di sini,” kata Shilla.
Alvin tertawa renyah. “Kenapa aku harus takut? Biasa aja kali!” kata Alvin cuek lalu melangkah.
Shilla sedikit menganga. “Yeee… di belain malah nggak tahu terima kasih!” gerutu Shilla kesal.
^^^
Bel masukan belum terdengar. Para siswa masih sibuk dengan aktifitas mereka semula. Kecuali para pemain bola yang tadi bermain. Para pemain futsal sudah ngacir ke kantin untuk menghilangkan dahaga mereka. Sementara para pemain basket sudah bubar karena lelah.
Alvin melangkah ingin kembali ke kelas. Tapi saat melewati tangga menuju lantai dua, ia melihat Gabriel, Cakka, Ozy, dan Ray berdiri di depan tangga seperti satpam. Alvin mendesah kecil, tapi tetap cuek dan terus melangkah.
“Eiittss… jangan lewat dulu,” tahan Ozy. Alvin menghentikkan langkahnya, lalu menoleh dengan alis terangkat.
“Oh… jadi ini anak barunya?” tanya Ray sambil memandang Alvin. Cakka dan Ozy mengangguk mengiyakan.
“Vin, pajak masuk sekolah dong. Sepuluh rebo aja,” tagih Cakka. Alvin menyatukan alisnya.
“Eh, jangan sepuluh rebo. Diakan anak baru, kasian. Dua puluh ribu, vin,” kata Ozy. Satu jitakan dari Cakka melayang ke kepala Ozy. Ozy merintih.
“Kalau aku nggak mau? Kalian mau apa?” tanya Alvin tenang. Semua saling pandang, lalu tersenyum.
“Hem. Gini nih anak baru. Nggak tahu adat di sini,” kata Ray sambil mendesah. “Liat ya!” perintah Ray lalu menoleh ke arah Abner yang kebetulan lewat.
“Asal lewat aja elo,” sindir Ray.
Abner berhenti dan menoleh. Tanpa bicara apapun lagi, Ray mengadahkan tangannya ke arah Abner. Abner terdiam.
“Elo, sih. Makanya, nggak usah lewat sini,” kata Ozy sambil tertawa.
Abner terlihat ciut dan ketakutan. Para preman itu memang sering memalakinya. Bodoh memang tadi Abner memilih jalan ini untuk menuju kelas. Ray masih mengadah tangan dan menatapnya dingin.
“Abner… tangan gue capek nih. Mana?” tagih Ray.
Abner menunduk, lalu merogoh saku seragamnya dan menyerahkan selembar uang sepuluh ribu. Ray menerimanya sambil tersenyum. Abner langsung ngacir dan menaiki tangga dengan cepat.
“Liat kan Vin? Ini peraturan di sini. Mana pajak elo?” tagih Cakka. Alvin menoleh, lalu menarik salah satu ujung bibirnya.
“Cara kalian kuno banget sih,” kata Alvin sambil memasukkan kedua tangan di saku celana abu-abunya. Yang lain mengerutkan kening tidak mengerti.
Alvin lalu menoleh ke arah Bian yang ingin melewati mereka. Saat Bian di depan Alvin, dengan santai Alvin mengambil selembar uang di saku seragam Bian. Bian kaget dan menoleh.
“Boleh kan? Cuma selembar kok,” kata Alvin santai sambil menyibakkan selembar uang lima ribuan.
Bian terdiam. Ia ingin melawan, tapi saat melihat Gabriel, Cakka, Ray, dan Ozy, Bian segera mengurungkan niatnya. Ia lalu mengangguk pasrah dan segera menaiki tangga dengan cepat. Alvin tersenyum puas.
“Liat, kan? Nggak perlu buang-buang waktu. Tinggal ambil aja,” kata Alvin sambil menyerahkan uang itu ke arah Ray. Ray menerimanya dan hanya diam.
Gabriel tersenyum, “keren juga elo vin.”
Alvin balas tersenyum. “Aku tahu kok. Kalian preman di sini kan? Kenalin,” kata Alvin sambil menjulurkan tangannya ke arah Gabriel. “Aku mantan ketua preman SMA Bakti Negara, Malang.”
Ray dan Cakka membelalakan mata kaget. Sementara Ozy menganga.
Gabriel membalas uluran tangan Alvin sambil tersenyum kecil. “Gabriel. Ketua preman SMA Nusantara, Jakarta.”
Alvin tersenyum tipis sambil melepaskan tangannya.
“Weis! Bisa jadi brother kita nih,” kata Ozy sambil merangkul Alvin. Tapi dia harus sedikit berjinjit untuk menggapai pundak Alvin. Alvin tersenyum.
“Oke. Mulai saat ini, elo termasuk anak gengstar nusantara,” tegas Gabriel.
Ozy tersenyum lebar sambil menepuk-nepuk pundak Alvin.
“Terus? Elo mau ikut basket juga nggak kayak kita?” tawar Cakka.
“Dari awal aku juga pengen masuk ekskul itu. Dulu aku kapten basket,” jawab Alvin.
“O, iya. Kita belum kenalan. Gue Ray,” kata Ray sambil memainkan alisnya. Alvin tersenyum.
“Eh, Vin. Elo kan dah termasuk anak gengstar smanra tuh. Medok elo nggak usah di pake’ napa?” kata Ozy sambil melepaskan rangkulannya. Capek juga harus berjinjit terus.
Alvin tertawa kecil. “Itu udah bawaan. Lagian juga, logat jawaku nggak begitu keliatan kali.”
“Iya sih. Dan juga, ini Jakarta vin! Kalau ngomong, pake’ elo-gue. Bukan aku-kamu,” kata Ozy mengajari. Alvin hanya mengangguk menurut.
“Eh, ada princess tuh,” seru Cakka sambil memainkan kepalanya ke belakang.
Semua menoleh. Terlihat, Shilla yang sedang melangkah mendekat. Di belakangnya, berjalan Zahra dan Angel mengiringi langkah Shilla. Mereka bertiga berjalan seperti layaknya koridor sekolah adalah catwalk. Cewek-cewek modis itu memang divanya sekolah. Aura yang mereka pancarkan seiring mereka berjalan memang sangat kuat. Para siswi berbisik-bisik, sementara para siswa tanpa sadar sering merapikan diri, memastikan penampilan mereka dalam kondisi sekeren mungkin di depan tiga permaisuri itu.
“Hei cewek!” goda Cakka saat Shilla sudah berada di depannya.
Shilla menoleh, lalu bergidik kecil. Tapi raut wajahnya berubah saat melihat Alvin berdiri manis di sebelah Ozy.
“E, kenalin. Sekarang Alvin termasuk anak gengstar di smanra,” kata Ozy menjawab raut wajah bertanya Shilla.
Shilla menganga kaget. Sementara Angel dan Zahra memekik senang. Semua murid juga tahu, anak gengstar smanra, khususnya kumpulan Gabriel, adalah most wanted sekolah. Dan kalau Alvin menjad gengstar smanra, itu berarti ia adalah most wanted sekolah!
Shilla menoleh ke arah Alvin tidak percaya. Sementara Alvin hanya tersenyum tipis. Shilla menghela nafas, tapi lalu melangkah kembali, tapi dengan cepat tangan Cakka menggapai lengannya dan menahan langkah Shilla.
“Buru-buru amat neng,” tanya Cakka dengan nada menggoda.
“Neng? Ikut abang dangdutan yuk!” celetuk Ozy.
“Ih, najis!” sahut Shilla bergidik.
“Waktu tamasya ke binar ria,” Ozy mulai bersenandung. Satu jitakan dari Zahra mendarat di kepala mungilnya.
“Aduh! Kok dari tadi banyak amat sih yang jitak gue? Naksir sama kepala gue?” rintih Ozy kesal.
Shilla mendecak, “gila ah elo semua,” kata Shilla sambil melepaskan tangan Cakka dan mulai melangkah.
“Eh, Shil!” panggil Gabriel membuat Shilla menoleh. “Bbm gue tadi malam kok nggak di balas? Nggak pending kan?” tanya Gabriel sambil menatap Shilla.
Shilla tertegun. Yah. Tatapan maut Gabriel itu memang mampu membuat para perempuan meleleh saat menatapnya. Tidak terkecuali Shilla.
“Eh, sorry Yel. Tadi malam gue udah ketiduran,” jawab Shilla merasa bersalah.
“Oh… kalau gue ajak bbm-an, elo balas nggak?” tanya Gabriel sambil tersenyum.
Shilla tersenyum manis, “pastilah yel!”
“Yyeee… elo Shil! Kalau di depan cowok tinggi nan cakep aja, manis!” protes Ray kesal.
“Iya. Kita kecil-kecil gini, pesonanya kuat loh, Shil,” tambah Ozy.
“Kasian ya kalian…” kata Cakka sambil tertawa.
“Elo juga di cuekin sama Shilla!” sahut Ray dan Ozy kompak. Cakka nyengir lebar.
“Apaan sih kalian. Gaje!” kata Shilla lalu berlalu dan dua sahabatnya itupun mengikuti.
“Eh, Angel! Tunggu,” kata Cakka saat langkah Angel sudah mulai menjauh. Angel menoleh.
“Nanti malam? Jadikan?” tanya Cakka sambil tersenyum.
Angel terdiam sesaat, tapi lalu mengangguk sambil tersenyum malu. Ia lalu berbalik dan menyusul dua temannya pergi.
“Elo jalan sama Angel Kka?” tanya Ray.
“Yo’i,” jawab Cakka sambil bersandar di dinding tangga.
“Lah? katanya elo mau jalan sama Gita…” kata Ozy heran.
“Iya. Tapi itu nanti sore. Kalau sama Angel nanti malam,” jawab Cakka santai.
“Bah. Mantap banar kau nak!” puji Ozy dengan kedua alis terangkat. Cakka hanya nyengir.
^^^
@ SMA Harapan
“RIO!!!” teriak cewek-cewek histeris dari pinggir lapangan.
Rio baru saja sukses menghasilkan three point. Lima temannya yang ikut bermain bersama Rio sudah lelah dengan keringat bercucuran. Nama mereka juga di teriakan para siswi dengan histeris. Istirahat pertama, saat Rio dan teman-temannya bermain basket, memang saat-saat indah bagi para siswi. Rio dan kelima temannya memang termasuk laki-laki terkeren di smanhar –sebutan untuk SMA Harapan-. Walau di teriaki ribuan siswi, mereka tetap cool dan fokus pada permainan. Itu memang peristiwa yang mungkin setiap hari ada di smanhar.
“Udah ah. Capek. Bentar lagi juga masukan,” kata Rio pada teman-temannya sambil melangkah ke pinggir lapangan. Mereka menurut
Semua siswi segera memutar mata ke arah bangku tempat Rio tertuju. Rio memang pangeran sekolah yang terkenal di smanhar. Rio duduk di bangku tersebut sambil mengusap peluh di dahinya.
“Yo, mau minum? Nih. Gue bawain air putih,” tawar seorang anak perempuan yang sudah berdiri di samping Rio.
Rio menoleh. “Nggak usah. Gue bawa kok Dea,” tolak Rio sambil mengacungkan botol air minumnya. Dea tersenyum kecewa.
“Buat gue aja, De. Haus nih,” kata seseorang yang tiba-tiba sudah duduk di samping Rio.
Rio dan Dea menoleh. Mendapati seorang anak perempuan langsing dengan wajah tirus sedang memandang mereka. Ify.
“Kok sendiri Fy? Acha mana?” tanya Rio yang memang tidak melihat adiknya itu. Ify memang sering mengajak Acha ke pinggir lapangan basket kalau sedang istirahat.
Ify tersenyum. “Tadi udah gue ajakin, tapi dia nggak mau. Katanya, mau nemenin Keke ke perpus.”
Rio mengangkat alis. “Keke? Perpus? Jadi sekarang mereka di perpus?”
Ify mengangguk. Rio diam sesaat, tapi lalu berdiri membuat Dea tersentak.
“Gue duluan ya Fy,” pamit Rio lalu berlari pergi.
“Loh? Rio!!!” panggil Dea memerotes. Tapi Rio terus berlari sampai menghilang.
“Sabar, De. Orang cakep mah gitu. Suka ngindar. Tapi nggak lama dia datang juga kok,” kata Ify tenang. Dea mengerucutkan bibirnya dengan kesal.
^^^
Rio membuka pintu perpustakaan. Petugas perpus menoleh, dan nafasnya tersentak melihat Rio yang berkeringat –walau tetap keren- ada di pintu perpus. Rio melangkah masuk dan masih di tatap penjaga perpus dengan tatapan tidak percaya. Rio menoleh.
“Ada yang salah?” tanya Rio dingin.
Penjaga perpus kaget, lalu segera menggeleng dan menunduk. Rio tidak peduli, lalu berjalan masuk. Semua yang ada di perpus menatapnya heran dan tak percaya. Iyalah. Rio kan ketua preman di SMA Harapan. Dan, buat apa Rio ke perpustakaan? kesambet apaan coba?
“Ternyata di sini,” kata Rio saat menemukan Acha dan Keke yang sedang duduk di depannya.
Acha terlihat sedang mencatat sesuatu di buku tulisnya. Dan Keke sedang membaca buku fisika di depannya. Keduanya mendongak kompak.
“Kak Rio? kok ke sini? Bukannya main basket?“ tanya Acha heran.
Rio tersenyum lalu duduk di kursi di depan Acha yang kosong.
“Harusnya kakak yang tanya. Kok tumben kamu ke perpus? Kesambet paan?” tanya Rio setengah mengejek.
Acha mencibir. “Acha kurang ngerti sama pelajaran fisika tadi. Dan Keke, nawarin buat ngajarin.” 
Rio melirik Keke yang tersenyum. Rio lalu menghembuskan nafas sambil menoleh kembali ke Acha.
“Gimana sih, Cha. Kok nggak ngerti. Kasian kan, Keke harus ngajarin kamu. Waktu istirahatnya jadi terganggu,” omel Rio.
“Yee… Keke yang nawarin kok. Iya, kan Ke?” tanya Acha sambil menoleh ke Keke yang ada di sebelahnya. Keke tersenyum sambil mengangguk.
“Tetep aja Keke terganggu istirahatnya Cuma buat ngajarin kamu. Kan kakak bisa ngajarin nanti,” omel Rio lagi.
“Emang kakak bisa pelajaran fisika?”tanya Acha bingung dengan wajah polos.
Rio terdiam menatap adiknya itu. Kenapa malah adiknya sendiri meragukannya? Rio mendesah kecil, lalu mengacak-acak puncak kepala Acha.
“Kalau pelajaran kelas satu, kakak pasti bisalah. Walau nggak jago,” jawab Rio sambil cengengesan. Acha merapatkan kedua bibirnya.
 “Udah. Ayo istirahat dulu,” ajak Rio sambil berdiri. Acha mengangguk dan ikut berdiri.
“Nggak ikut Ke?” tawar Acha menoleh pada Keke yang masih duduk. Keke mendongak lalu menggeleng.
“Tanggung. Bentar lagi masukan. Tinggal beberapa paragraf lagi, kok,” tolak Keke. Acha manggut-manggut. Keke lalu kembali menunduk dan membaca buku di depannya itu.
“Ayo, kak,” ajak Acha sambil beranjak.
Rio diam sejenak, lalu malah duduk kembali, membuat Acha mengernyitkan kening. Tapi kini ia duduk di depan kursi Keke. Keke tersentak dan sedikit melirik ke arah Rio.
Acha mengerutkan kening. “Kak. Ayo, katanya mau istirahat. Acha juga laper, nih.”
Rio menatap Keke yang sedang menunduk kikuk. “Elo nggak ke kantin?” tanya Rio.
Keke mendongak sekilas, tapi langsung menunduk, tidak berani menatap sepasang mata Rio. “Nggak kak” jawab Keke pelan.
“Emang nggak laper? Tadi udah sarapan?” tanya Rio sambil menunduk memandang wajah Keke.
Pipi Keke memanas mendapat perhatian dari Rio. “Udah kok, kak. Keke nggak laper.”
“Makan aja gih. Nanti kamu malah laper waktu belajar. Masa kenyang Cuma karena baca tuh buku?” ucap Rio perhatian.
Keke tertegun dan mengangkat kepala perlahan. Rio tersenyum tulus ke arahnya.
Keke tersenyum kecil. “Nggak usah Kak. Bentar lagi juga bel, nanti nggak sempet.”
Rio sempat terpana saat melihat senyum Keke. Tapi langsung berusaha bersikap biasa. “Nggak papa. Makan dulu, gih. Yah? Bareng sama Acha juga.” bujuk Rio.
Keke merasakan jantungnya mulai berdetak tidak karuan gara-gara sikap Rio yang perhatian. Keke menunduk, menyembunyikan rona bahagia.
“Woi! Ingat! Ini perpustakaan. Malah sok malu-malu monyet,” ledek Acha menopang dagu di meja, menyadarkan Rio dan Keke bahwa masih ada dia di sana daritadi.
Rio dan Keke menoleh lalu menjadi makin kikuk. Sedangkan Acha tersenyum simpul.
“Udahlah, Ke. Kak Rio udah perhatian sama kamu. Ayo makan bareng. Nggak papa lah. Kak Rio yang traktir,” kata Acha sambil tersenyum lebar. Rio tersentak, lalu mendelik ke arah Acha.
Acha nyengir. “Kak Rio mau traktir kita kan?” tanya Acha sambil mengedipkan sebelah mata.
Rio menatap Acha geram. Sementara Acha menyeringai lebar. Pasti tujuan Acha sebenarnya memang ingin di bayari oleh Rio. Rio melirik ke arah Keke yang sedang melihat ke arah Acha. Rio mendesah.
“Ya ya ya. Ayo,” kata Rio pasrah seraya berdiri kembali.
Acha tersenyum penuh kemenangan. Keke ikut berdiri sambil menaruh buku di rak kembali. Rio melangkah, di ikuti Acha dan Keke. Acha melangkah di antara Rio dan Keke.
“Kak, nanti Acha beliin chitato yang banyak ya,” pinta Acha.
“Yeee… enak aja. Chitato punya kakak. Walau kamu minta beli, nanti kakak juga minta,” kata Rio sambil menjulurkan lidah. Dia memang sangat menyukai snack satu itu.
“Ih… kakak! Eh, terus. Sama minuman kalengnya satu, donatnya satu, coklatnya dua, fresh corn nya juga, ….” cerocos Acha yang segera di potong Rio.
“Kamu mau minta traktir, atau mau pelorotin kakak sih?” kata Rio sambil memukul kepala Acha pelan. Keke tersenyum melihat keduanya.
Acha tertawa. “Biarin. Kan kakak yang traktir.”
“Nggak jadi,” sahut Rio sambil terus berjalan.
“Ih! Kakak jahat!” rengek Acha sambil manyun.
“Biarin!” balas Rio cuek. Acha dan Rio pun berkelahi kecil.
“Sssttt…” kata orang-orang yang sedang membaca di perpustkaan. Rio menoleh, membuat mereka tersentak melihat siapa yang mereka tegur.
“Kenapa? Ganggu?” tanya Rio dingin.
Semua terdiam melihat sepasang mata tajam Rio. Mereka saling pandang. Dan detik berikutnya, mereka menggeleng cepat dan kembali menunduk melanjutkan membaca. Yah, siapa sih yang berani dengan ketua preman sekolah yang terkenal itu? Auranya saja sudah memancarkan ketidakramahan.
Acha merasa risih semua orang memandangnya takut. Acha mendengus, lalu dengan cepat menarik tangan Rio dan Keke keluar.
^^^
“Kakak nggak bisa apa bersikap biasa aja sama orang lain?” tanya Acha sebal lalu meneguk minuman kalengnya. Rio hanya diam.
Acha menghela nafas, lalu menjawil lengan Rio yang duduk di depannya. Rio menoleh dengan pandangan bertanya. Acha menggerakkan kepala ke arah Keke di sebelahnya yang diam sedaritadi.
“Acha tahu, kakak nggak pernah ramah sama orang lain. Tapi paling nggak, kakak jaga image dong!” gerutu Acha.
Rio terdiam lalu melirik Keke. Keke masih menatap hampa es jeruknya dalam diam. Acha menghela nafas panjang. Rio kembali menoleh ke arahnya.
"Kak. Acha ngerasa nggak enak dong kalau kakak kayak gini. Kan karena Acha kakak kenal sama dia. Eh… kakak malah sifatnya gitu. Gimana dia mau terima?” kata Acha setengah berbisik. Rio terdiam.
“Woy!” kata seseorang menepuk pundak Rio.
Rio, Acha dan Keke tersentak serta menoleh kompak.
“Kak Lintar? Kok sendiri? Mana Nova?”tanya Acha heran.
Lintar tersenyum tipis sambil mendesah. “Biasa lah, Cha. Udahlah. Malas bahas,” jawab Lintar tak peduli. “Eh, yo. Balik, yok,” ajak Lintar pada Rio.
Rio menoleh sekilas, lalu memandang Keke. Setelah menghela nafas, Rio berdiri. Lalu menoleh ke Acha dan Keke.
“Makannya udah selesai kan? Kakak balik duluan,” pamit Rio. Acha mengangguk. “Gue balik ya Ke,“ kata Rio dengan suara berbeda pada Keke. Keke tersenyum tipis sambil mengangguk. Rio lalu berbalik, dan mulai melangkah bersama Lintar keluar kantin.
Setelah Lintar dan Rio pergi…
“Huuuffttt… pasti ada masalah lagi,” kata Acha sambil menghela nafas.
Keke mengerutkan kening, “masalah apa?”
“Ituloh, Ke. Kak Lintar sama Nova. Berarti kita punya satu tugas lagi,” jawab Acha.
Keke tersenyum, “iyalah, Cha. Tugas wajib.”
“Kak Lintar juga sih. Nggak perhatian banget. Nggak pernah nganggap Nova. Gimana si Nova nggak ngambek coba?” protes Acha sedikit kesal. Keke hanya mengangkat bahu.
Acha menghela nafas, “pasti nanti kak Lintar bakal curhat lagi.”
Keke mengerutkan kening kembali.
"Kamu nggak pernah ngerasain ngumpul bareng preman-preman sekolah kayak mereka sih. Bayangin deh. Hampir tiap hari mereka ngumpul di rumahku. Ada kak Rio, yang coolnya minta ampun dan selalu over protectiv sama aku. Terus kak Lintar, yang pasti curhat mulu tentang dia sama Nova. Kamu tahu nggak Ke? Gara-gara kak Lintar sering berantem sama Nova, kak Lintar itu di panggil Mr. Galau! Ckckck."
Keke tertawa geli.
"Terus Kak Debo, yang playboynya minta ampun. Baru juga sampai abis jemput ceweknya, eh, pergi lagi jemput cewek yang lain. Ya ampun. Tu anak punya berapa pacar ya? Terus juga kak Deva. Yang paling nggak bisa diam. Dan juga yang paling seneng ngejayus. Beda banget sama Kak Kiki yang pendiemnya gitu. Terus, kalau di tambah sama Kak Rizky, yang hobi ketawa. Lucu dikit aja, pasti ketawa. Ckckck.
“Huuuffttt… bayangin. Kalau mereka ngumpul bareng, ada yang diam, ada yang curhat, ada yang nasehatin aku, ada yang bolak-balik, ada yang ribut sana-sini. Hhhhh… dan hari ini, mungkin Kak Lintar bakal curhat lagi,” keluh Acha panjang lebar.
“Loh… kok kamu ikut-ikutan Cha?” tanya Keke heran.
"Ya wajiblah, Ke! Pertama, basecamp mereka emang di rumahku. Kedua, aku adeknya ketua mereka. Lagian juga, mereka temen cowok yang aku punya. Kamu tahu sendirikan kak Rio itu paling nggak suka ada cowok yang deketin aku?” jawab Acha sambil memain-memainkan jari di minuman kalengnya.
Keke tersenyum. “Tapi seru, kan? Jadi rumah kamu nggak sepi. Apalagi Bunda sama Ayah kamu lagi ada di Manado.”
“Iya, sih. Tapi… kalau lagi di nasihatin Kak Rio,  pasti mereka ngetawain aku. Huh!!” sahut Acha sambil memajukan bibirnya.
Keke tertawa. “Udahlah,Cha. Nyantai aja. Walaupun gitu, mereka juga pasti care sama kamu.”
“care?“ tanya Acha sambil mendelik heran. Keke mengangguk sambil tersenyum.
Acha menghela nafas. “Mungkin.” kata Acha ragu. “Eh, balik, yuk. Udah mau masukan nih,” ajak Acha seraya berdiri. Keke mengangguk dan mengikuti.

xxxxx

Wkwkwkwk. Itu sorry banget yang malak-malak ga jelas banget sumpah -,- *jaman sekarang masih malak, please deh -_-*
Itu padahal ada dua scene lagi tentang SMA Harapan. Tapi karena kayaknya udah panjang banget, aku ilangin deh :D (padahal suka loh sama scene itu --" )
Yang cantik, ganteng, keren,manis, baik hati dan tidak sombong, di komen ya :) Yg di twitter pake' hastag #PMB ya :D
Facebook.com/mrz.mikas (Aleastri Blinkstar Miossa)  Twitter.com/aleastri
Thanks :)